Mandiri. com - Nama Dipa Nusantara Aidit atau lebih dikenal DN Aidit tidak bisa dipisahkan dari Partai Komunis Indonesia alias PKI. Aidit menjadi tokoh utama PKI pasca pemberontakan Madiun 1948 hingga 1965
Aidit lahir dengan nama Achmad Aidit di Belitung pada 30 Juli 1923. Oleh teman-temannya dia dipanggil dengan nama 'Amat'. Sebagai seorang anak, Aidit dididik dengan pendidikan Belanda. Meski demikian, ayahnya, Abdullah Aidit, terlibat aktif dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda
Sang ayah juga mendirikan kelompok keagamaan bernama 'Nurul Islam', yang berorientasi pada Muhammadiyah. Setelah dewasa, Aidit memutuskan mengganti namanya dari Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit. Perubahan itu disetujui oleh sang ayah
Mengenal Komunis dan Aktif di PKI
Setelah dewasa, Aidit memutuskan untuk mengadu nasib di Jakarta. Ia mendirikan perpustakaan dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Dagang. Di sinilah dia mulai berhubungan dengan komunis. Dimulai dengan mempelajari teori politik Marxis dari Majelis Sosial Demokrat Hindia Belanda, kemudian berganti nama menjadi PKI
Sejak itu, ia mulai bertemu dengan orang-orang yang nantinya akan berperan penting dalam perpolitikan Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin. Menurut sejumlah temannya, Hatta awalnya menaruh banyak harapan dan kepercayaan kepada Aidit. Selain itu, Aidit juga menjadi murid kesayangan Hatta. Namun baru-baru ini mereka berpapasan dalam hal ideologi politik
Dukungannya terhadap Marhaenisme membuat PKI mempercayai Bung Karno, sehingga dibiarkan berkembang. Sebagai imbalannya, Aidit diangkat menjadi Sekretaris Jenderal PKI dan akhirnya menjadi Ketua Central Comite
Tingkatkan PKI
Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah Uni Soviet dan RRC. Tak hanya itu, untuk memperkuat basis partainya, ia mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), Lekra, dan lain-lain.
Berkat kerja kerasnya, Aidit berhasil membawa PKI menjadi partai dengan suara terbanyak keempat pada Pemilu 1955. PKI berhasil memperoleh 16,36 suara, dan memperoleh 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante.
Sejak menjadi salah satu partai politik terbesar di Indonesia, PKI mulai berani mempengaruhi Soekarno dalam setiap kebijakannya. Salah satunya meminta Bung Karno memberantas Partai Masyumi, dan yang paling terkenal menuding jenderal-jenderal TNI AD merencanakan kudeta dengan membentuk Dewan Jenderal.
Tentu saja Dewan Jenderal adalah rekayasa, baik Jenderal Ahmad Yani maupun rekan-rekannya tidak pernah mendirikan organisasi tersebut. Soeharto dalam video pengakuannya bahkan meyakini Dewan Jenderal yang dimaksud Aidit adalah Wanjakti alias Dewan Pimpinan Tinggi dan Departemen (Wanjakti).
G30S
Puncaknya terjadi pada 30 September 1965. Sekelompok prajurit di bawah pimpinan Letkol Untung menggerebek rumah para jenderal yang mereka tuding melakukan makar terhadap Soekarno, tujuh jenderal tewas, termasuk seorang perwira menengah TNI AD dan polisi. Jenazahnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya
Keesokan paginya, mereka menyita Radio Republik Indonesia (RRI) dan menyebarkan berbagai propaganda. Namun kurang dari sehari kemudian, stasiun radio pelat merah tersebut berhasil direbut kembali oleh Kostrad
Dalam lima hari, pemberontakan dipadamkan. Di bawah komando Mayjen Soeharto, sisa-sisa pemberontak diburu ke mana-mana, termasuk Aidit yang diduga sebagai dalang Gerakan 30 September atau disingkat G30S.
Setelah menghilang, keberadaan Aidit akhirnya diketahui oleh tim TNI AD. Ada berbagai versi tentang kematiannya, versi pertama, Aidit ditangkap di Jawa Tengah, kemudian dibawa batalyon Kostrad ke Boyolali. Dia dibawa ke sebuah sumur dan disuruh berdiri di sana
Aidit diberi waktu setengah jam sebelum eksekusi. Aidit menggunakan waktu itu untuk berpidato berapi-api yang membuat marah semua prajurit yang mendengarnya, sehingga mereka tidak bisa mengendalikan emosinya.
Akibatnya, senjata mereka menyalak dan menembak mati dia. Versi lain mengatakan bahwa Aidit diledakkan bersama dengan rumah tempatnya disekap. Hingga saat ini belum diketahui di mana jenazahnya dimakamkan
Solopos. com, SOLO — Anda pasti sudah sering mendengar nama Dipa Nusantara Aidit atau yang biasa disapa D. N. Aidit saat membahas peristiwa G30S/PKI. Nah kali ini Solopos. com akan mengomentari profil DN Aidit
Profil DN Aidit dimulai dari jabatannya sebagai Ketua Pengurus Pusat Partai Komunis Indonesia (PKI). DN Aidit lahir di Belitung, 30 Juli 1923. Ia memiliki nama kecil Achmad Aidit
PromosiAngkringan Omah Semar Solo. Tempat nongkrong unik dengan menu Wedang Jokowi
Seperti dilansir dari perpusnas. Pergilah. id, Rabu (28/9/2022), DN Aidit lahir dari keluarga terpandang. Ayahnya, Abdullah Aidit, adalah tokoh yang memimpin gerakan pemuda di Belitung untuk melawan penjajahan Belanda
Abdullah Aidit juga pernah menjabat sebagai anggota DPR (sementara) mewakili masyarakat Belitung. Selain itu, beliau juga merupakan pendiri organisasi keagamaan Nurul Islam yang berorientasi pada Muhammadiyah
Pada tahun 1940, Aidit merantau dari Belitung ke Jakarta dan mendirikan Perpustakaan Antara di bilangan Tanah Tinggi, Senen, Jakarta Pusat. Itu juga bergabung dengan Sekolah Dagang (Handelsschool)
Baca Juga. Kleco dan Sambeng Solo, Saksi Penangkapan Bos PKI DN Aidit
Di Jakarta, Aidit mempelajari teori politik Marxis melalui Majelis Sosial Demokrat Hindia Belanda yang berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia.
Dilihat dari kanal YouTube Data Fakta mengomentari profil DN Aidit saat menjadi penerjemah komisi PKI tahun 1948. Berkat dia, Aidit mengenal banyak tokoh politik penting di Indonesia, seperti Adam Malik, Chairul Saleh, Moh. Ya, Pak. Bahkan hingga Presiden Republik Indonesia saat itu, Soekarno
Mahasiswa yang terhormat Moh. Bahkan
Aidit sangat dekat dengan Hatta. Bahkan Hatta menjadikannya murid kesayangan dan menaruh kepercayaan kepadanya. Tetapi ideologi politik mereka berbeda
Meski menganut ajaran Marxis dan tergabung sebagai anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit tetap menganut paham Marhaenisme dari Presiden Sukarno.
Jadi walaupun Hatta tidak sejalan, Soekarno membiarkan PKI berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk mengambil alih kekuasaan. Sebagai bentuk dukungan kepada Presiden Soekarno, Aidit berhasil menduduki posisi Sekjen PKI bahkan menjadi Pemimpin
Baca Juga. Inilah jejak persembunyian DN Aidit di kota Semarang
Di bawah kepemimpinan Aidit, Partai Komunis Indonesia berhasil menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Dari situ, Aidit mengembangkan berbagai jenis program yang ditujukan untuk masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia, dan Lekra.
Dalam kampanye pemilu tahun 1955, Aidit bersama PKI berhasil merebut hati rakyat dan memupuk banyak pengikut. Pasalnya, sejumlah program yang dibuatnya dinilai kecil-kecilan berpihak pada rakyat
Saat itu, PKI memperoleh 16,36% suara, memperoleh 39 kursi DPR dan 80 kursi konstituen. Setelah bertahun-tahun berkiprah di dunia politik di Indonesia, PKI menjadi penengah dan penyeimbang unsur-unsur konservatif yang ada antara partai politik Islam dan militer.
Hingga tahun 1965, PKI berhasil menjadi partai politik terbesar di Indonesia. Keberhasilan itu membuat PKI semakin berani menunjukkan kekuatannya
Sosok artis
Masih dilansir dari Data Fakta, saat itu disebutkan bahwa PKI dan militer sedang berebut kekuasaan. Kedekatan Aidit dengan Presiden Soekarno membuat jajaran tentara tak bisa tinggal diam. Pada malam tanggal 30 September 1965, sejumlah tentara di bawah pimpinan Letkol Untung melancarkan penculikan terhadap beberapa jenderal yang diduga akan melakukan kudeta.
Baca Juga. Inilah sosok Jenderal yang diculik PKI, salah satunya kelahiran Sragen
Setelah kejadian itu, Presiden Soekarno mengutus Soeharto untuk menertibkan dan mengamankan. Aidit tidak luput dari pencarian. Dalam pelariannya, Aidit berhasil bersembunyi di Sambeng, Solo, pada 21 November 1965
Tapi ada banyak versi tentang kematian Aidit. Pertama, Aidit dikabarkan tertangkap dan dibawa oleh sekelompok pasukan ke Boyolali. Dia dibawa ke sebuah sumur dan diminta untuk berdiri di sana. Versi lain mengatakan bahwa Aidit berada di rumah tempat dia ditahan dan diledakkan agar jenazahnya tidak ditemukan
Dalam majalah Senakatha terbitan ABRI tertulis Aidit saat itu ditemukan bersembunyi di dalam lemari. Dia menggunakan sisa waktunya sebelum dieksekusi untuk menyampaikan pidato yang isinya memancing kemarahan tentara. Sampai Kol. Jasir Hadibroto menembak Aidit di tengah pidatonya
Mengutip dari Jurnal Ilmiah Kebudayaan berjudul D. N. Aidit, Sastra, dan Geliat Zamannya karya Yoseph Yapi Taum memang menceritakan bahwa D. N. Aidit lebih dikenal sebagai penjahat. Apalagi penggambarannya dalam film Pengkhyanatan G30S/PKI, sosok Aidit memang dianggap sebagai sosok yang penuh intrik.
Tidak banyak yang diketahui tentang profil DN Aidit sebagai artis. Ia banyak menulis gagasan sosial dan budaya yang diterbitkan dalam bentuk buku. Aidit juga menerbitkan karya dalam bentuk puisi
Baca Juga. Menilik Gedung Sarekat Islam Semarang yang dibangun oleh Pendiri PKI
DN Aidit juga dikenal sebagai penyair di Lembaga Rakjat Kebudayaan atau Lekra yang didirikannya bersama beberapa tokoh lainnya pada 17 Agustus 1950. Kehadiran Lekra bertujuan untuk mempertemukan aktivitas sastrawan, seniman, dan pelaku budaya lainnya
Beberapa karya puitis DN Aidit dikatakan mengharukan. Selain sebagai media penyampaian visi dan misi politik, puisi karya Aidit juga mengandung unsur estetika kemanusiaan.