Sebutkan kemajuan bidang politik dan militer

You're Reading a Free Preview
Pages 8 to 11 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 15 to 19 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Pages 23 to 38 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Page 42 is not shown in this preview.

Kemajuan Dinasti Abbasiyah – Masa ini adalah masa keemasan atau masa kejayaan umat Islam sebagai pusat dunia dalam berbagai aspek peradaban. Kemajuan itu hampir mencakup semua aspek.

Berikut kemajuan-kemajuan yang berhasil diraih masa Abbasiyah:

  1. Administratif pemerintahan dengan biro-bironya.
  2. Sistem organisasi militer.
  3. Administrasi wilayah pemerintahan.
  4. Pertanian, perdagangan, dan industri
  5. Islamisasi pemerintahan
  6. Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh) dan etika Islam, sastra, seni, dan penerjemahan.
  7. Pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi; perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik, dan arsitek.

Rincian selengkapnya berbagai kemajuan tersebut dapat dilihat dari temuan Philip K. Hitti sebagai berikut:

Biro-biro pemerintahan Abbasiyah

Dalam menjalankan sistem teknis pemerintahan, Dinasti Abbasiyah memiliki kantor pengawas (dewan az-zimani) yang pertama kali diperkenalkan oleh Al-Mahdi; dewan korespondensi atau kantor arsip (dewan at-taqwi) yang menangani semua surat resmi, dokumen politik serta instruksi dan ketetapan khalifah; dewan penyelidik keluhan; departemen kepolisian dan pos.

Dewan penyelidik keluhan (dewan an-nazhar fi al-mazhalini) adalah jenis pengadilan tingkat banding, atau pengadilan tinggi untuk menagani kasus-kasus yang diputuskan secara keliru pada departemen administratif dan politik.

Cikal bakal dewan ini dapat dilacak pada masa Dinasti Umayah, karena Al-Mawardi meriwayatkan bahwa Abd Al-Malik adalah khalifah pertama yang menyediakan satu hari khusus untuk mendengar secara langsung permohonan dan keluhan rakyatnya.

Umar II meneruskan praktik tersebut. Prakrik ini kemudian diperkenalkan oleh Al-Mahdi ke dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Penggantinya Al-Hadi, Harun, Al-Ma’mun, dan khalifah selanjutnya menerima keluhan itu dalam sebuah dengar publik; Al-Muhtadi (869-870) adalah khalifah terakhir yang memelihara kebiasaan tersebut. Raja Normandia, Roger II (1130-1154) memperkenalkan lembaga tersebut ke Silsilia yang kemudian mengakar di daratan Eropa.

Sistem militer

Sistem militer terorganisasi dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara reguler. Pasukan pengawal khalifah (hams) mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan.

Selain mereka, ada juga pasukan bayaran dan sukarelawan, serta sejumlah pasukan dari berbagai suku dan distrik. Pasukan tetap (jund) yang bertugas aktif disebut mustaziqah (pasukan yang dibayar secara berkala oleh pemerintah).

Unit pasukan lainnya disebut muta-thawwi’ah (sukarelawan), yang hanya menerima gaji ketika bertugas. Kelompok sukarelawan ini direkrut dari orang badui, para petani, dan orang kota. Pasukan pengawal istana memperoleh bayaran lebih tinggi, bersenjata lengkap, dan berseragam.

Pada masa-masa awal pemerintahan khalifah Dinasti Abbasiyah, rata-rata gaji pasukan infanteri, disamping gaji dan santunan rutin sekitar 960 dirham pertahun, pasukan kavaleri menerima dua kali lipat dari itu.

Baca juga: Kemajuan Abbasiyah bidang perdagangan dan industri

Wilayah pemerintahan

Pembagian wilayah kerajaan Umayah ke dalam provinsi yang dipimpin oleh seorang gubernur (tunggal amir atau ‘amil) sama dengan pola pemerintahan pada masa kekuasaan Bizantium dan Persia. Pembagian ini tidak mengalami perubahan berarti pada masa Dinasti Abbasiyah.

Provinsi Dinasti Abbasiyah mengalami perubahan dari masa ke masa, dan klasifikasi politik juga tidak selalu terkait dengan klasifikasi geografis, seperti yang terekam dalam karya Al-Ishthakhri, Ibn Hawqal, Ibn Al-Faqih, dan karya-karya sejenis.

Nama provinsi pada masa awal kekhalifahan Baghdad

Berikut ini merupakan provinsi-provinsi utama pada masa awal kekhalifahan Baghdad.

  1. Afrika di sebelah barat Gurun Libya bersama dengan Silsilia.
  2. Mesir.
  3. Suriah dan Palestina, yang terkadang dipisahkan.
  4. Hijaz dan Yamamah (Arab Tengah).
  5. Yaman dan Arab Selatan.
  6. Bahrain dan Oman, dengan Bashrah dan Irak sebagai ibukotanya.
  7. Sawad atau Irak (Mesopotamia bawah), dengan kota utamanya setelah Baghdad, yaitu Kufah dan Wash.
  8. Jazirah, yaitu kawasan Assyiria Kuno, bukan Semenanjung Arab, dengan ibukotanya Mosul.
  9. Azerbaijan, dengan kota-kota besarnya seperti Ardabil, Tibriz, dan Maraghah.
  10. Jibal (perbukitan, Media Kuno), kemudian dikenal dengan Irak Ajami (Iraknya orang Persia), dengan kota utamanya adalah Ramadan.

A. POLITIK

Secara umum, para ahli sejarah membagi perkembangan politik masa dinasti Abbasiyah yang memerintah selama 750 tahun menjadi lima periode, yang antara lain:

1.Perode Pertama, pengaruh Persia pertama.

Merupakan masa keemasan pada dinasti Abbasiyah, yang dimulai sejak era Khalifah Abul Abbas As-Saffah hingga kepemimpinan Khalifah Al-Watsiq. Tapi dalam periode ini sudah muncul bibit kemunduran dikarenakan terjadi perang saudara antara dua putra Khalifah Harun Ar-Rasyid, yakni Al-Amin dan Al-Ma’mun.

2. Periode kedua adalah periode pengaruh Turki pertama.

Karena tentara turki yang menjadi tentara rekrutan Dinasti Abbasiyah justru sangat mendomnasi pemerintahan. Khalifah pada dinasti Abbasiyah pada periode kedua sejak Khalifah Al-Mutawakkil Alallah hingga masa Khalifah Al- Mu’tamid Alallah.

3. Periode ketiga adalah juga periode pengaruh Persia kedua.

Disebut pengaruh Persia kedua yaitu karena pada waktu itu sebuah golongan dari bangsa Persia berperan penting dalam pemerintahan Dinasti Abbasiyah, yaitu Dinasti Buwaihiyah. Khalifah-khalifah pada perode ketiga yaitu Khalifah Al-Muktafi Billah hingga masa Khalifah At-Ta’i Lillah.

4. Periode keempat disebut juga periode pengaruh turki kedua.

Hal tersebut disebabkan waktu itu sebuah golongan dari bangsa turki berperan penting dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah, yakni Dinasti Seljuk/Saljuk. Khalifah-khalifah pada periode keempat ini ialah Khalifah Al-Qadir Billah hingga masa Khalifah Al-Muqtafi Li Amrillah.

5. Periode kelima adalah masa yang bebas dari pengaruh Persia maupun Turki.

Pada periode ini, pemerintahan dinasti Abbasiyah tidak lagi dipengaruhi oleh pihak manapun. Akan tetapi, kekuatan politik dan militer dinasti Abbasiyah sudah lemah sehingga kekuasaan mereka tinggal meliputi wilayah negara Irak yang kita kenal sekarang dan sekitarnya saja. Dinasti Abbasiyah runtuh pada tahun 1258 M karena serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Khalifah-khalifah pada periode ini adalah Khalifah Al-Mustanjid hingga Khalifah Al-Mu’tashim Billah.

B. MILITER

Dinasti Abbasiyah, mengadopsi sistem yang dianut militer Kekaisaran Romawi dalam mengembangkan organisasi militernya, terutama saat membentuk pola pasukan. Militer Dinasti Abbasiyah menempatkan 10 prajurit di bawah kendali satu orang yang disebut a’rif. Sama seperti decurion dalam militer Romawi. Sedangkan, 50 prajurit di bawah komando seorang khalifah, 100 prajurit di bawah komando seorang qa’id, dan 10 ribu pasukan yang terdiri atas 10 batalion di bawah komando seorang amir atau jenderal. Pasukan yang terdiri atas 100 orang membentuk sebuah skuadron dan beberapa skuadron membentuk sebuah unit.[1]

Tak hanya untuk pertahanan, Dinasti Abbasiyah memanfaatkan pasukannya yang kuat untuk meredam berbagai pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah, seperti di Persia, Suriah, dan Asia Tengah. Selain itu pasukannya juga dikirim untuk berperang melawan kekuatan Bizantium.

Menurut Philip K Hitti dalam History of the Arabs, sistem organisasi militer kekhalifahan Arab, pada umumnya tak mempunyai pasukan reguler dalam jumlah besar. Bahkan, pasukan pengawal khalifah yang disebut haras mungkin merupakan satu-satunya pasukan tetap yang masing-masing mengepalai sekelompok pasukan.

Terdapat pasukan bayaran dan sukarelawan serta beberapa pasukan yang berasal dari beragam suku dan distrik. Pasukan sukarelawan yang karib dengan sebutan mutathawwi’ah dibayar saat mereka sedang bertugas. Biasanya, pasukan ini beranggotakan orang-orang badui, petani, dan penduduk kota.

Pasukan tetap yang bertugas aktif, biasanya disebut sebagai murtaziqah. Mereka dibayar secara berkala oleh pemerintah. Sedangkan pasukan pengawal istana, memperoleh bayaran lebih tinggi dibandingkan pasukan lainnya. Mereka juga mengenakan seragam bagus dan dipersenjatai secara lengkap.

Namun, pada masa awal tampuk pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mereka telah memiliki pasukan reguler, yang terdiri atas pasukan infanteri atau harbiyah yang dipersenjatai dengan tombak, pedang, dan perisai. Juga, ada pasukan panah (ramiyah) dan kavaleri (fursan), yang bersenjatakan tombak panjang dan kapak.

Perlengkapan lainnya yang mereka kenakan adalah pelindung kepala dan dada. Terkait dengan tingkat gaji, rata-rata gaji yang diterima pasukan infanteri sekitar 960 dirham per tahun. Mereka juga mendapatkan tambahan santunan rutin. Sedangkan, pasukan kavaleri mendapatkan gaji dua kali lipat dari gaji pasukan infanteri.

Pada masa Khalifah Al-Ma’mun, saat dinasti ini mencapai puncak kejayaan kekuasaanya, pasukan yang bermarkas di Baghdad, Irak, mencapai jumlah 125 ribu. Saat itu, pasukan infanteri hanya menangguk gaji sebesar 240 dirham per tahun. Namun, pasukan kavaleri tetap saja diberi gaji dua kali lipat dibandingkan mereka.

[1] //portalsatu.com/read/kanal/kekuatan-militer-abbasiyah-seberapa-besar-51829

Video yang berhubungan

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA