Sebutkan alasan mengapa demokrasi pada Orde lama dinilai gagal

Hampir 15 tahun sesudah Orde Baru berlalu, sebagian besar Orde Reformasi dinilai gagal. Indonesia berhasil mewujudkan struktur-struktur demokratis, pelanggaran hak-hak asasi manusia sangat berkurang, perekonomian menunjukkan kemajuan, namun tujuan untuk memberantas KKN “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” gagal.

Bahkan Indonesia, dalam pandangan Prof. Dr. Franz Magnis Suseno bak situasi tidak menentu. Penilaian luar negeri memang memberi kesan Indonesia lebih positif daripada negatif, Indonesia diterima dalam Kelompok 20 dan dipuji sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia. “Namun kita yang ada didalam tahu bahwa tidak semuanya yang berkilat adalah bagus, bahwa yang borok semakin menjadi kenyataan. Republik ini diguncang krisis-krisis kecil dan skandal-skandal, tak ada dobrakan apapun yang sungguh dapat dibanggakan, pertumbuhan ekonomis untuk sebagian besar hanya karena kita menjual hasil bumi, bukan karena kita menjual perindustrian dan efisiensi kerja yang meningkat,” ujar franz Magnis, di Balai Senat UGM, Sabtu (23/20) saat menjadi pembicara pada Lokakarya Refleksi Kebangsaan Kembali ke Jati Diri Manusia Indonesia: Tantangan dan Peluang, yang digelar MGB UGM.

Keberhasilan-keberhasilan tersebut, karena sebagian besar hanya karena Indonesia menjadi juara dunia ekspor minyak sawit bukan dalam hal ekspor udang. Indonesia juga juara dunia dalam menghancurkan hutan rimba dan hutan bakau. “Suasana tidak puas, tidak menentu ini mengingatkan kita akan situasi di tahun 1955, dimana orang tidak puas dengan pemerintahan pasca Pemilu, yang akhirnya Sukarno, presiden waktu itu mematikan demokrasi dan mempermaklumkan 'demokrasi terpimpin yang berakhir dengan kehancuran ekonomi dan tragedi 1965-1966,' paparnya.

Kata Franz Magnis Suseno, sekurang-kurangnya empat ancaman serius bisa membawa Indonesia pada kehancuran demokrasi saat ini. Keempat ancaman tersebut adalah kegagalan otonomi daerah, ketidakadilan menciptakan keadilan sosial, semakin bebas merajalelanya ideologi agamis radikalis, fundamentalis, ekstremis, serta tenggelamnya kelas politik dalam balutan money poltics dan korupsi.

Prof. Ir. Rinaldy Dalimi, M.Sc., Ph.D menyoroti perkembangan kondisi bangsa dan martabat manusia Indonesia dalam perspektif kedaulatan teknologi menyatakan sebagai negara yang banyak menggunakan teknologi negara lain, Indonesia rentan dan menjadi tergantung pada negara lain dalam pemanfaatan teknologi. Baik ketergantungan jangka pendek, dari pengoperasian teknologi, tidak memiliki keahlian, maupun ketergantungan jangka panjang seperti pemeliharaan, perbaikan, suku cadang dan bahan baku.

“Ketergantungan bukan saja dari sisi teknologi, tetapi juga persyaratan-persyaratan yang diminta oleh negara yang memiliki teknologi kepada pemerintah Indonesia saat terjadi kontrak jual-beli,” katanya.

Menurut Rinaldy beberapa penyebab yang dapat menimbulkan ketergantungan kepada negara lain akibat penerapan dan penggunaan peralatan teknologi adalah teknologi yang dipergunakan atau dibeli meruoakan teknologi tinggi yang belum dikuasai. Faktor lain tidak memiliki suku cadang, penggunaan teknologi tertentu namun Indonesia belum memiliki bahan baku dan kerjasama yang mensyaratkan harus menggunakan teknologi negara lain. (Humas UGM/ agung)

Merdeka.com - Pernahkah kamu mendengar istilah demokrasi parlementer? Demokrasi parlementer adalah sistem yang digunakan pada masa pemerintahan demokrasi di Indonesia di tahun 1949 hingga tahun 1959. Tidak lama setelah itu, sistem pemerintahan demokrasi parlementer ini mengalami kegagalan. Lalu, apa yang menjadi alasan kegagalan demokrasi Parlementer?

Yang pertama adalah dengan munculnya usulan presiden yang sering kita kenal dengan nama konsepsi presiden untuk membentuk Dewan Nasional. Hal ini membuat semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan yang ada menjadi ikut terlibat. Konsepsi presiden ini bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang memiliki sifat gotong royong yang juga melibatkan semua kekuatan bersifat politik, nggak terkecuali Partai Komunis Indonesia.

Konsepsi Presiden dan juga Dewan Naisonal ini mengalami pertentangan yang sangat kuat dari sejumlah partai, terutama Masyumi dan juga PSI. Dua partai ini menganggap bahwa Dewan Nasional adalah pelanggaran yang sifatnya sangat fundamental terhadap konstitusi negara kita karena lembaga itu nggak dikenal dalam konstitusi.

Yang kedua adalah Dewan Konstituante gagal menemukan jalan untuk mencapai kesepakatan dalam merumuskan ideologi nasional. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentunya karena gagal tercapainya titik persetujuan antara dua kelompok politik, yaitu kelompok yang ingin Islam menjadi ideologi negara dan kelompok yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi. Meskipun voting telah dilakukan, mereka tetap tidak bisa menemukan suara mayoritasnya.

Yang terakhir, politik aliran terlalu dominan sehingga pengelolaan konflik menjadi terganggu. Karena hal itu, setiap konflik cenderung menyebar melewati batas yang akhirnya membawa dampak yang sangat negatif kepada kestabilan politik yang ada.

Wah, ternyata hal-hal itu yang membuat demokrasi parlementer mengalami kegagalan. Bagaimana, tertarik untuk belajar lebih lanjut tentang bab ini?

[iwe]

garakta_studio

Demokrasi parlementer di Indonesia berlangsung pada era 1950-1959.

GridKids.id - Demokrasi parlementer atau sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan yang lembaga eksekutif bekerja dan bertanggung jawab langsung pada parlemen.

Pada sistem demokrasi ini, lembaga parlemen pun ya peranan penting dalam penyelenggaran pemerintahan sebuah negara.

Tak hanya itu, lembaga parlemen juga memegang kekuasaan tertinggi dan punya hak dan kewenangan yang besar untuk mengawasi kebijakan dan jalannya program kerja yang dilaksanakan oleh pejabat lembaga eksekutif.

Demokrasi parlementer juga memberi kewenangan pada parlemen untuk mengangkat dan memberhentikan perdana menteri lewat mosi tidak percaya.

Pada masa sistem pemerintahan parlementer enggak ada kejelasan tentang pemisahan kekuasaan antara cabang lembaga eksekutif dan lembaga legislatif.

Pada masa demokrasi parlementer jabatan presiden adalah sebagai kepala negara, bukannya kepala pemerintahan, karena pemerintahan dijalankan di bawah kuasa Perdana Menteri.

Selain itu, lembaga eksekutif punya tanggung jawab pada lembaga legislatif atau parlemen yang menentukan nasib dan panjang kekuasaan pejabat yang berkuasa.

Sistem demokrasi parlementer berlangsung selama kurang lebih 9 tahun dan resmi berganti menjadi demokrasi terpimpin setelah Presiden Soekarno mengumumkan dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.

Lalu, apakah penyebab jalannya demokrasi parlementer mengalami kegagalan dan enggak cocok dijalankan di Indonesia?

Baca Juga: 6 Macam Sistem Demokrasi yang Diterapkan di Pemerintahan Seluruh Dunia

Penyebab Kegagalan Demokrasi Parlementer

1. Konsepsi Gotong Royong

Konsepsi ini bertujuan untuk membentuk pemerintahan yang bersifat gotong royong yang melibatkan semua kekuatan politik yang ada termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI).

Konsepsi presiden membentuk Dewan Nasional yang melibatkan semua organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.

Konsepsi ini memeroleh tantangan yang kuat dari sejumlah partai politik utamanya dari Masyumi dan PSI.

Kedua partai politik ini melihat bahwa pembentukan Dewan Nasional adalah pelanggaran yang sangat mendasar terhadap konstitusi.

2. Kegagalan Konstituante Merumuskan Ideologi Nasional

Kegagalan konstituante dalam perumusan ideologi nasional menimbulkan pembentukan kubu-kubu politik dengan pandangan kelompoknya sendiri.

Misalnya ada kelompok yang menginginkan Islam sebagai ideologi negara, sedangkan kelompok yang menginginkan Pancasila sebagai ideologi negara.

Ketika voting atau pengambilan suara dilakukan enggak pernah bisa tercapai kesepakatan yang diharapkan semua pihak.

3. Dominasi Politik Aliran

Baca Juga: Orde Lama: 7 Nama Kabinet yang Menjabat Pada Masa Demokrasi Parlementer

Adanya dominasi politik aliran di Indonesia waktu itu menyebabkan konsekuensi pada situasi politik yang penuh konflik,

Konflik ini cenderung akan terus meluas ke berbagai wilayah yang pada akhirnya membawa dampak negatif pada stabilitas politik pemerintahan pada era itu.

4. Basis Sosial Ekonomi yang Masih Sangat Lemah

Struktur sosial yang terjadi begitu tegas membedakan kedudukan masyarakat secara langsung enggak mendukung berlangsungnya demokrasi.

Hal ini mengganggu stabilitas pemerintahan yang mudah dijatuhkan bahkan sebelum masa jabatannya selesai.

 ----

Ayo kunjungi adjar.id dan baca artikel-artikel pelajaran untuk menunjang kegiatan belajar dan menambah pengetahuanmu. Makin pintar belajar ditemani adjar.id, dunia pelajaran anak Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Soekarno (1901-1970), yang lahir di Surabaya pada masa pemerintahan kolonial Belanda, adalah pemimpin nasionalis dan pahlawan nasional yang mendedikasikan hidupnya kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun bertumbuh dalam lingkungan tradisional Jawa (dan dikombinasikan dengan pengaruh Bali dari sisi keluarga ibunya), Soekarno mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah modern kolonial Belanda. Sejak usia muda minat utamanya adalah membaca buku-buku dengan topik filosofi, politik dan sosialisme. Waktu masih sekolah di Surabaya, Soekarno tinggal di rumahnya Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin pertama dari Sarekat Islam (yang kemudian menjadi gerakan penting untuk kebangkitan nasional Indonesia). Tjokroaminoto menjadi mentor politik dan inspirasi bagi Soekarno.

Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan dan menjadi pemimpin sebuah organisasi politik yang disebut Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Namun, aktivitas politik subversif ini menyebabkan penangkapan dan juga pemenjaraannya oleh rezim Pemerintah Kolonial Belanda yang represif di tahun 1929. Bagi orang-orang Indonesia pada saat itu, pembuangan Soekarno itu malah memperkuat saja citranya sebagai pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan. Setelah pembebasannya, Soekarno berada dalam konflik yang terus berkelanjutan dengan pemerintahan kolonial selama tahun 1930an, menyebabkan Soekarno berkali-kali dipenjara.

Waktu Jepang menginvasi Hindia Belanda pada bulan Maret 1942, Soekarno menganggap kolaborasi dengan Jepang sebagai satu-satunya cara untuk meraih kemerdekaan secara sukses. Sebuah taktik yang terbukti efektif.

Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat menghormati dan mengagumi Soekarno, pencetus dari nasionalisme Indonesia, karena mendedikasikan hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia dan membawa identitas politik baru kepada negara Indonesia.

Kelahiran yang Sulit Bangsa Indonesia

Waktu Soekarno (Presiden pertama Indonesia) bersama Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia), dua nasionalis paling terkemuka di Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bersama dengan publikasi konstitusi yang pendek dan sementara (UUD 1945), tantangan-tantangan mereka masih jauh dari berakhir. Nyatanya akan membutuhkan empat tahun revolusi lagi untuk melawan Belanda yang - setelah dibebaskan dari Jerman di Eropa - kembali untuk mengklaim kembali koloni mereka.

Belanda berkeras untuk tidak melepaskan koloni mereka di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan namun kemudian harus menghadapi kenyataan juga. Di bawah tekanan internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 (kecuali untuk wilayah barat pulau Papua). Namun, negosiasi dengan Belanda menghasilkan 'Republik Indonesia Serikat' yang memiliki konstitusi federal yang dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda. Oleh karena itu, konstitusi ini segera diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang kemudian menjadi dasar hukum sistem pemerintahan parlementer, yang menjamin kebebasan individu dan mengharuskan tentara untuk tunduk kepada supremasi sipil. Posisi presiden, secara garis besar, hanya memiliki fungsi seremonial dalam sistem ini.

Perdebatan antara beberapa pihak yang berpengaruh mengenai dasar ideologis Indonesia dan hubungan organisasional antara sejumlah badan negara telah dimulai sebelum proklamasi tahun 1945. Pihak-pihak ini adalah: (1) tentara, (2) kaum Islam, (3) para komunis, dan (4) para nasionalis.

Pertama, tentara Indonesia, para pahlawan Revolusi, selalu memiliki aspirasi politik sendiri. Namun, UUDS 1950, tidak menyediakan peran politik bagi para militer ini. Ini merupakan sebuah kekecewaan untuk mereka dan sumber kecurigaan terhadap pihak-pihak lain yang mendapatkan kekuatan melalui UUDS 1950.

Para perwakilan dari partai-partai Islam dalam pembicaraan-pembicaraan konstitusi - meskipun dalam topik-topik lain tidak mewakili kelompok yang homogen - ingin Indonesia menjadi sebuah negara Islam yang diatur dengan hukum syariah. Namun kelompok-kelompok lain menganggap bahwa pendirian sebuah negara Islam akan membahayakan persatuan Indonesia dan bisa memicu pemberontakan dan gerakan-gerakan separatisme karena terdapat jutaan orang non-Muslim serta banyak Muslim yang tidak terlalu strik di Indonesia.

Hal lain yang menyebabkan kecemasan di pihak perwakilan partai-partai Islam maupun militer adalah kembalinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah dilarang oleh pemerintahanan kolonial pada tahun 1927 karena mengorganisir pemberontakan-pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatra Barat, PKI meraih dukungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menjadi salah satu partai paling populer dalam skala nasional maka merupakan kekuatan politik.

Dan terakhir, ada juga para nasionalis yang menekankan kebutuhan akan jaminan hak-hak individu versus negara. Para nasionalis berjuang dalam PNI (versi partai politik dari gerakan PNI yang telah disebutkan sebelumnya, yang didirikan oleh Soekarno pada tahun 1927 dan yang bertujuan meraih kemerdekaan). PNI meraih banyak dukungan di Indonesia.

Makanya Soekarno harus mencari sebuah cara untuk menyatukan sudut pandang yang berbeda-beda ini. Pada bulan Juni 1945, Soekarno menyampaikan pandangannya mengenai kebangsaan Indonesia dengan memproklamasikan filosofi Pancasila. Pancasila ini adalah lima prinsip yang akan menjadi dasar Negara Indonesia:

1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia

Namun, ada satu masalah berkelanjutan yang menjadi penghalang persatuan masyarakat Indonesia yang sangat pluralistis melalui Pancasila yaitu adalah tuntutan pendirian negara Islam oleh partai-partai Islam. Pada awalnya, Panitia Sembilan (komite yang terdiri dari sembilan tokoh kemerdekaan yang merumuskan dasar negara Indonesia) setuju untuk menambahkan tambahan pendek pada sila pertama: 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalani syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Namun, sebelum diumumkan ke publik, tambahan pada dasar negara tahun 1945 versi pertama ini (dikenal sebagai "Piagam Jakarta") dihapuskan karena kekuatiran bahwa hal ini bisa menimbulkan kemarahan dari kelompok non-Muslim atau para Muslim yang tidak terlalu religius. Penghapusannya kemudian menyebabkan ketidakpercayaan yang dalam pada kelompok nasionalis sekuler oleh komunitas Muslim yang lebih ortodoks.

Demokrasi Parlementer

Demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1950an ditandai oleh ketidakstabilan. Alasan utamanya adalah perbedaan sudut pandang mengenai dasar ideologis negara. Situasi ini terlihat dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Pemilihan umum pertama ini terjadi pada tahun 1955 dan dianggap jujur dan adil (dan akan membutuhkan waktu lebih dari 40 tahun sebelum Indonesia bisa memiliki contoh lain dari pemilu yang jujur dan adil). Dua partai Islam yang besar yaitu Masyumi dan Nahdlatul Ulama, atau NU (Nahdatul Ulama telah memisahkan diri dari Masyumi pada tahun 1952) mendapatkan masing-masing 20,9% dan 18,4% suara. PNI meraih 20,3% suara, sementara PKI meraih 16,4%. Ini berarti tidak ada mayoritas satu partai yang bisa menguasai pemerintahan sehingga kabinet di masa parlementer dibentuk dengan membangun koalisi-koalisi antara berbagai aliran ideologi. Dari 1950 sampai 1959, tujuh kabinet yang memerintah berganti-ganti secara cepat, dan setiap kabinet gagal membuat perubahan yang signifikan untuk negara.

Pemilu Indonesia 1955:

Partai Politik
Suara
(%)
Ideologi
Masyumi 20.9 Islam
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) 20.3 Nationalis
Nahdlatul Ulama (NU) 18.4 Islam
Partai Komunis Indonesia (PKI) 16.4 Komunis

Sumber: M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c.1200

Selain perselisihan dalam elit politik Jakarta, ada masalah-masalah lain yang membahayakan persatuan Indonesia pada era tahun 1950an. Gerakan militan Darul Islam, yang bertujuan mendirikan negara Islam dan menggunakan teknik perang gerilya untuk mencapai tujuannya, telah memenangkan wilayah-wilayah di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Gerakan ini telah dimulai selama periode kolonial namun cepat merubah arahnya melawan pemerintahan di bawah Soekarno hingga penyerahannya pada tahun 1962.

Gerakan subversif lain yang berdampak adalah Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat. Keduanya dimulai pada akhir tahun 1950an dan menkonfrontasi pemerintah pusat dengan tuntutan-tuntutan reformasi politik, ekonomi, dan regional. Gerakan-gerakan ini dipimpin para perwira militer, didukung oleh anggota-anggota Masyumi dan Central Intelligence Agency (CIA) dari Amerika Serikat (AS) yang menganggap popularitas PKI sebagai sebuah ancaman besar.

Dengan menggunakan kekuatan militer, pemerintah pusat berhasil menghancurkan gerakan-gerakan ini pada awal 1960an. Terakhir, para mantan anggota militer bentukan Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Sekalipun berhasil dikalahkan oleh kekuatan militer Indonesia pada tahun yang sama, konflik bersenjata berlanjut hingga tahun 1963.

Demokrasi Terpimpin Soekarno

Soekarno sadar bahwa periode demokrasi liberal telah menghambat perkembangan Indonesia karena perbedaan-perbedaan ideologis di dalam kabinet. Solusi yang disampaikan Soekarno adalah "Demokrasi Terpimpin" yang berarti pengembalian kepada UUD 1945 yang mengatur sistem kepresidenan yang kuat dengan tendensi otoriter. Dengan cara ini, ia memiliki lebih banyak kekuasaan untuk melaksanakan rencana-rencananya. Pihak militer, yang tidak senang dengan perannya yang kecil dalam soal-soal politik hingga saat itu, mendukung perubahan orientasi ini. Pada tahun 1958, Soekarno telah menyatakan bahwa militer adalah sebuah 'kelompok fungsional' yang berarti mereka juga menjadi aktor dalam proses politik dan pada periode Demokrasi Terpimpin, perannya tentara dalam politik akan menjadi lebih besar.

Pada tahun 1959, Soekarno memulai periode Demokrasi Terpimpin. Ia membubarkan parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru yang setengah dari anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno. Soekarno juga sadar akan bahayanya bagi kedudukannya bila militer menjadi terlalu kuat. Karena itu, Soekarno mengandalkan dukungan dari PKI untuk mengimbangi kekuatan militer. Baik militer maupun PKI merupakan bagian dari filosofinya yang disebut 'Nasakom', sebuah akronim yang mencampurkan tiga buah ideologi yang paling penting dalam masyarakat Indonesia pada tahun 1950an dan awal 1960an yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme. Ketiga komponen ini hanya memiliki sedikit kesamaan, bahkan tiap komponen bermasalah dengan komponen lainnya. Semuanya tergantung pada kemampuan politik, kharisma dan status Soekarno untuk tetap menjaga kesatuan ketiga komponen ini.

Karakteristik penting lain dari Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah tendensi anti Barat dalam kebijakan-kebijakannya. Beliau memperkuat usaha-usaha untuk mengambil alih bagian Barat pulau Papua dari Belanda. Setelah sejumlah konflik bersenjata, Belanda menyerahkan wilayah ini ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian menyerahkannya kepada Indonesia pada tahun selanjutnya.

Dari 1962 sampai 1966, Soekarno menggelar politik konfrontasi melawan Malaysia. Ia menganggap pendirian Federasi Malaysia, termasuk Malaka, Singapura, dan wilayah Kalimantan yang sebelumnya dikuasai Inggris (Sarawak dan Sabah), sebagai kelanjutan dari pemerintah kolonial dan melaksanakan kampanye militer yang tidak sukses untuk ‘menghancurkan’ Malaysia. Bagian dari kebijakan konfrontasi ini adalah keluarnya Indonesia dari PBB karena PBB mengizinkan Malaysia menjadi negara anggota. Pada tahun 1965, Soekarno terus memutuskan hubungan dengan dunia kapitalis Barat dengan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, yang berarti bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti dialirkan ke Indonesia. Hal ini memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang telah mencapai level ekstrim berbahaya pada saat itu.

Kudeta Misterius Gerakan 30 September

Masalah antara ketiga komponen Nasakom membesar. Pada 30 September 1965, menjadi jelas betapa berbahayanya campuran politis yang telah diciptakan Soekarno. Pada malam itu, enam jenderal dan satu letnan diculik dan dibunuh oleh perwira-perwira aliran kiri yang menamakan diri Gerakan 30 September. Berdasarkan tuduhan yang ada, para perwira militer yang terbunuh ini merencanakan kudeta untuk menjatuhkan Soekarno. Namun, tidak ada bukti bahwa akan ada kudeta militer melawan Soekarno.

Juga tidak ada bukti bahwa PKI berada di belakang serangan untuk mencegah kudeta militer ini. Namun, Suharto, kepala dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang kemudian mengambil alih kekuasaan militer karena menjadi perwira militer tertinggi setelah pembunuhan atasannya, dengan cepat menyalahkan PKI. Dengan segera, pengikut komunis dan orang-orang yang diduga mengikuti komunis dibantai terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali dan Sumatra Utara. Dugaan jumlah korban bervariasi di antara 400.000 sampai satu juta orang. Diduga bahwa pihak-pihak yang melakukan pembantaian adalah unit-unit militer, kelompok-kelompok kriminil sipil (yang mendapatkan senjata dari militer) dan Ansor (organisasi pemuda militan dari NU). Pembantaian ini berlanjut sepanjang 1965 dan 1966.

Namun, banyak isu mengenai kudeta ini dan tindakan-tindakan anti-komunis selanjutnya tetap tidak jelas sampai saat ini dan kemungkinan besar tidak akan diketahui kebenarannya. Setelah Orde Baru Suharto berakhir pada tahun 1998, masyarakat Indonesia mulai meragukan penjelasan resmi dari Pemerintah yang menyalahkan komunis namun bab sejarah ini tidak menerima perhatian besar dalam diskusi publik, kecuali sebuah laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2012 yang menyatakan pembantaian ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia luar biasa.

Kudeta ini dan peristiwa-peristiwa selanjutnya menyebabkan konsekuensi-konsekuensi politis dramatis untuk Soekarno. Indonesia berada di bawah hukum darurat militer yang membuat kekuasaan nyata berada di tangan Jenderal Suharto. Selama dua tahun selanjutnya, Suharto dengan pelan namun pasti memperluas kekuasaannya dan menyudutkan Soekarno ke pinggir. Hal ini menandai dimulainya Orde Baru Suharto. Soekarno ditempatkan di bawah tahanan rumah di Bogor (Jawa Barat) dan kesehatannya menurun hingga kematiannya pada tahun tahun 1970.

Klik di sini untuk membaca artikel mengenai Orde Baru Suharto

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA