Senin, 10 Maret 2014
Dilihat : 51,962
Cat : Teknologi,2015
0 Komentar
Dalam keadaan ini, umumnya upaya remedial sistem transportasi yang
diterapkan lebih banyak bertujuan memecahkan masalah yang timbul
sekarang dan berjangka panjang, tanpa integrasi yang sesuai dengan
perencanaan kotanya. Tanpa perbaikan mendasar pada aspek perencanaan
sistem transportasi secara menyeluruh, masalah sporadik yang timbul
beserta implikasi dampaknya tak akan dapat terpecahkan dengan tuntas.
Dampak bagi lingkungan
Perencanaan sistem transportasi yang kurang
matang, bisa menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya kemacetan
dan tingginya kadar polutan udara akibat berbagai pencemaran dari asap
kendaraan bermotor. Dampak yang dirasakan akibat menurunnya kualitas
udara perkotaan adalah adanya pemanasan kota akibat perubahan iklim,
penipisan lapisan ozon secara regional, dan menurunnya kualitas
kesehatan masyarakat yang ditandai terjadinya infeksi saluran
pencernaan, timbulnya penyakit pernapasan, adanya Pb (timbal) dalam
darah, dan menurunnya kualitas air bila terjadi hujan (hujan asam).
Polutan
(bahan pencemar) yang ada di udara–seperti gas buangan CO (karbon
monoksida)– lambat laun telah memengaruhi komposisi udara normal di
atmosfer. Hal ini dapat memengaruhi kondisi lingkungan dengan adanya
dampak perubahan iklim. Ketidakpastian masih banyak dijumpai dalam
“model prediktif” yang ada sekarang, antara lain mengenai respons alam
terhadap kenaikan temperatur bumi sendiri, serta disagregasi perubahan
iklim global ke tingkat regional, dan sebagainya.
Dalam sebuah
bukunya tentang pencemaran udara (2001), Dr, Ir. Moestikahadi Soedomo,
M.Sc, DEA, menyebutkan tentang pengaruh pencemaran udara bagi
lingkungan–khususnya bagi terjadinya pemanasan global dalam setengah
abad mendatang– diperkirakan akan meliputi kenaikan permukaan laut,
perubahan pola angin, penumpukan es dan salju di kutub. Selain itu juga
akan terjadi peningkatan badai atmosferik, bertambahnya populasi dan
jenis organisme penyebab penyakit dan dampaknya terhadap kesehatan
masyarakat, perubahan pola curah hujan, dan perubahan ekosistem hutan,
daratan serta ekosistem lainnya.
Adapun dampak negatif bagi kesehatan
masyarakat, diketahui kontak antara manusia dengan CO, misalnya, pada
konsentrasi yang relatif rendah, yakni 100 ppm (mg/lt) akan berdampak
pada gangguan kesehatan. Hal ini perlu diketahui terutama dalam
hubungannya dengan masalah lingkungan karena konsentrasi CO di udara
umumnya memang kurang dari 100 ppm. Senyawa CO dapat menimbulkan reaksi
pada hemoglobin (Hb) dalam darah.
Adapun faktor penting yang
menentukan pengaruh COHb terdapat dalam darah, makin tinggi persentase
hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin fatal pengaruhnya
terhadap kesehatan manusia.
Sistem transportasi
ramah lingkungan
Perencanaan
sistem transportasi harus disertai dengan pengadaan prasarana yang
sesuai dan memenuhi persyaratan dan kriteria transportasi antara lain
volume penampungan, kecepatan rata-rata, aliran puncak, keamanan
pengguna jalan. Selain itu harus juga memenuhi persyaratan lingkungan
yang meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni sepanjang jalan,
kebisingan, pencemaran udara, penghijauan, dan penerangan.
Dalam
mencapai sistem transportasi yang ramah lingkungan dan hemat energi,
persyaratan spesifikasi dasar prasarana jalan yang digunakan sangat
menentukan. Permukaan jalan halus, misalnya, akan mengurangi emisi
pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik atau
tunggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya akan mereduksi
tingkat kebisingan lingkungan pemukiman yang ada di sekitar dan
sepanjang jalan, dan juga akan mengurangi emisi pencemar udara keluar
batas jalan kecepatan tinggi.
Dalam konteks ini, untuk mencapai sistem transportasi darat tersebut, ada beberapa hal yang perlu dijalankan, di antaranya;
1. Rekayasa lalu lintas.
Rekayasa
lalu lintas khususnya menentukan jalannya sistem transportasi yang
direncanakan. Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat
dioptimalkan secara terpadu dalam perencanaan jalur, kecepatan
rata-rata, jarak tempuh per kendaraan per tujuan (vehicle mile trip dan
passenger mile trip), dan seterusnya. pola berkendara (driving
pattern/cycle) pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa lalu
lintas.
Data mengenai pola dan siklus berkendaraan yang tepat di
Indonesia belum tersedia hingga saat ini. Dalam perencanaan,
pertimbangan utama diterapkan adalah bahwa aliran lalu lintas berjalan
dengan selancar mungkin, dan dengan waktu tempuh yang sekecil mungkin,
seperti yang dapat di uji dengan model asal-tujuan (origin-destination).
Dengan meminimumkan waktu tempuh dari setiap titik asal ke titik
tujuannya masing-masing akan dapat dicapai efisiensi bahan bakar yang
maksimum, dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.
2. Pengendalian pada sumber (mesin kendaraan).
Jenis
kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di
dalam sistem transportasi yang akan memberikan dampak bagi lingkungan
fisik dan biologi akibat emisi pencemaran udara dan kebisingan. Kedua
jenis pencemaran ini sangat ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin
penggerak yang digunakan. Persyaratan pengendalian pencemaran seperti
yang diterapkan Amerika Serikat (AS) telah terbukti membawa
perubahan-perubahan besar dalam perencanaan mesin kendaraan bermotor
yang beredar di dunia sekarang ini.
Sejak tahun 1970, bersamaan
dengan krisis energi dan fenomena pencemaran udara di Los Angeles Smog,
dikeluarkan persyaratan-persyaratan yang ketat oleh pemerintah Federal
untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi bahan bakar.
Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin, meliputi
pemasangan (katup) PCV palse sistem karburasi, sistem pemantikan yang
memungkinkan pembakaran lebih sempurna, sirkulasi uap bahan bakar minyak
(BBM) untuk mengurangi emisi tangki BBM, dan after burner untuk
menurunkan emisi. Sedangkan teknologi retrofit disyaratkan dengan
pemasangan alat Retrofit Catalitic Converter untuk mereduksi emisi HC
dan NOX dan debu (TSP). Teknologi ini membawa implikasi yang besar
terhadap sistem BBM, karena TEL tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM.
(3)
Energi transportasi. Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan
kendaraan bermotor selain ditentukan oleh jenis dan karakteristik mesin,
juga sangat ditentukan oleh jenis BBM yang digunakan. Seperti halnya
penggunaan LPG, akan memungkinkan pembakaran sempurna dan efisiensi
energi yang tinggi. Selain itu dalam rangka upaya pengendalian emisi gas
buang, bila peralatan retrofit digunakan, diperlukan syarat bahan
bakar, khusus yaitu bebas timbal.
Dengan memperhatikan hal-hal
tersebut, diharapkan sistem transportasi perkotaan, terutama bagi Kota
Bandung akan sesuai dengan yang diharapkan, khususnya dalam upaya
mengurangi tingkat kemacetan dan mencegah semakin meningkatnya kadar
polutan udara oleh asap kendaraan bermotor. Mudah-mudahan Kota Bandung
sebagai kota yang nyaman, indah, dan bersih akan tetap terpelihara
eksistensinya. Wallahu’alam.***
Penulis pemerhati masalah lingkungan, tergabung dalam Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI).
gambar : nurannisaa7.wordpress.com
Selasa, 22 Agustus 2017 | 17:34 WIB | Rakhma Wardani
Panas bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi. Sementara energi panas bumi merupakan energi yang bersumber dari panas yang terkandung dalam perut bumi dan pada umumnya berasosiasi dengan keberadaan gunung api.Secara teknis, air yang bersumber diantaranya dari hujan akan meresap ke dalam batuan di bawah tanah hingga mencapai batuan reservoir. Air ini kemudian terpanaskan oleh magma yang menjadi sumber panas utama sehingga berubah menjadi air panas atau uap panas (fluida thermal) dengan kisaran temperatur 240-310'C. Fluida thermal tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik dengan cara melakukan pengeboran (drilling) dan mengalirkan fluida thermal untuk menggerakkan turbin dan memutar generator sehingga dihasilkan energi listrik. Fluida thermal selanjutnya diinjeksikan kembali ke dalam reservoir melalui sumur reinjeksi untuk menjaga keseimbangan fluida dan panas sehingga sistem panas bumi berkelanjutan. Oleh sebab itu kebutuhan air bersih untuk rumah tangga tidak akan terganggu oleh kegiatan panas bumi mengingat fluida panas bumi yang digunakan untuk pembangkitan energi listrik bukan berasal dari air permukaan melainkan berasal dari reservoir panas bumi dengan kedalaman 1.500 s.d. 2500 meter. Kegiatan panas bumi juga harus tetap memperhatikan perlindungan lingkungan mengingat keberlangsungan panas bumi sangat bergantung pada lingkungan di sekitarnya termasuk satwa dan tumbuh-tumbuhan. Panas bumi merupakan energi yang sangat ramah lingkungan, dimana CO2 yang dihasilkan dari PLTP hanya 1,5% dari PLTU dan 2.7% dari PLTG (sumber: IGA Paper). Adapun karakteristik umum energi panas bumi antara lain:(1) Sumber energi bersih, ramah lingkungan, dan sustainable.(2)Tidak dapat diekspor, hanya dapat digunakan untuk konsumsi dalam negeri (indigenous).(3)Bebas dari risiko kenaikan (fluktuasi) bahan bakar fosil.(4)Tidak tergantung cuaca, supplier, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan dan bongkar muat dalam pasokan bahan bakar.(5)Tidak memerlukan lahan yang luas.
Ramah terhadap lingkungan menjadi salah satu karakteristik energi panas bumi yang harus digarisbawahi. Energi panas bumi bersifat ramah terhadap lingkungan, tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan, sehingga dampaknya berperan positif pada setiap sumber daya. Pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan. Penggunaan energi panas bumi memang tidak akan menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Oleh karenanya efek dari pemanasan global yang disebabkan oleh emisi dari bahan-bahan minyak akan berkurang. Dalam penggunaannya sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi tidak akan dibutuhkan bahan bakar minyak yang bisa menyebabkan polusi udara.
Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2017 tentang panas bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil.
Video yang berhubungan