Perilaku warga negara yang menunjukkan sikap tidak mendukung

Manusia dilahirkan mempunyai sifat, karakter, bakat, kemauan, dan kepentingan yang berbeda-beda satu sama lain. Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain dalam kehidupan bermasyarakat.Lingkungan masyarakat merupakan tempat untuk mengembangkan manusia itu sendiri dalam bekerja sama, bergaul, dan mencari nafkah guna memenuhi kebutuhannya. Namun, karena perbedaan kepentingan dan kemauan seseorang dengan yang lainnya seringkali terjadi benturan yang menimbulkan konflik dalam masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan lingkungan pergaulan yang tidak harmonis, tidak tertib, tidak tenteram, dan tidak aman. Karena itu, untuk mencegah terjadinya hal-hal negatif tersebut diperlukan suatu hukum yang mengatur pergaulan dan mengembangkan sikap kesadaran hukum untuk menjalani kehidupan antar masyarakat.

Kesadaran hukum dapat diartikan sebagai kesadaran seseorang atau suatu kelompok masyarakat kepada aturan-aturan atau hukum yang berlaku.Kesadaran hukum sangat diperlukan oleh suatu masyarakat. Hal ini bertujuan agar ketertiban, kedamaian, ketenteraman, dan keadilan dapat diwujudkan dalam pergaulan antar sesama. Tanpa memiliki kesadaran hukum yang tinggi, tujuan tersebut akan sangat sulit dicapai.

Dikalangan pelajar pun demikian, contoh saja terjadinya perkelahian/ tawuran antar pelajar karena kurang tumbuhnya kesadaran pelajar terhadap hukum. Akibat lemahnya kesadaran hukum, kehidupan masyarakat akan menjadi resah dan tidak tenteram. Oleh karena itu, kita hendaknya mengembangkan sikap sadar terhadap hukum.

Kesadaran hukum perlu ditanamkan sejak dini yang berawal dari lingkungan keluarga, yaitu setiap anggota keluarga dapat melatih dirinya memahami hak-hak dan tanggung jawabnya terhadap keluarga, menghormati hak-hak anggota keluarga lain, dan menjalankan kewajibannya sebelum menuntut haknya. Apabila hal ini dapat dilakukan, maka ia pun akan terbiasa menerapkan kesadaran yang telah dimilikinya dalam lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat dan bahkan negara.

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum yang pertama adalah pengetahuan tentang kesadaran hukum. Peraturan dalam hukum harus disebarkan secara luas dan telah sah. Maka dengan sendirinya peraturan itu akan tersebar dan cepat diketahui oleh masyarakat. Masyarakat yang melanggar belum tentu mereka melanggar hukum. Hal tersebut karena  bisa jadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang kesadaran hukum dan peraturan yang berlaku dalam hukum itu sendiri.

Faktor yang mempengaruhi kesadaran hukum selanjutnya adalah tentang ketaatan masyarakat terhadap hukum. Dengan demikian seluruh kepentingan masyarakat akan bergantung pada ketentuan dalam hukum itu sendiri. Namun juga ada anggapan bahwa kepatuhan hukum justru disebabkan dengan adanya takut terhadap hukuman ataupun sanksi yang akan didapatkan ketika melanggar hukum.

Menurut Soerjono Soekanto, indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif kongkrit tentang taraf kesadaran hukum. Dijelaskan lagi secara singkat bahwa indikator pertama adalah pengetahuan hukum. Seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.Indikator kedua adalah pemahaman hukum. Seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan pemahaman yang benar dari masyarakat tentang hakikat dan arti pentingnya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Indikator yang ketiga adalah sikap hukum. Seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum. Indikator yang keempat adalah perilaku hukum, yaitu dimana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku.

Hukum adalah suatu tata aturan kehidupan yang diciptakan untuk mencapai nilai-nilai yang diinginkan masyarakat. Salah satu nilai yang menjadi tujuan hukum adalah ketertiban. Ketertiban artinya ada kepatuhan dan ketaatan perilaku dalam menjalankan apa yang dilarang dan diperintahkan hukum. Konkretnya, dapat kita ambil contoh sederhana dalam tata aturan berlalu lintas. Hukum atau perangkat aturan yang dibuat dalam bidang lalu lintas mempunyai tujuan agar terjadi tertib dalam kegiatan berlalu-lintas. Hal ini juga dalam upaya melindungi kepentingan dan hak-hak orang lain.

Untuk menumbuhkan kebiasaan sadar hukum inilah yang menjadi tantangan dan tanggung jawab semua pihak. Budaya sadar dan taat hukum sejatinya haruslah ditanamkan sejak dini. Maka elemen pendidikanlah menjadi ujung tombak dalam menanamkan sikap dan kebiasaan untuk mematuhi aturan-aturan yang ada. Institusi pendidikan merupakan media sosialisasi primer yang sangat mempengaruhi pembentukan karakter manusia dikemudian hari. Jika sikap dan perilaku taat hukum telah ditanamkan sejak din, maka kedepan, sikap untuk menghargai dan mematuhi aturan akan mendarah daging dan membudaya di masyarakat. Tentunya hal ini dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang benar tentang apa saja yang tidak boleh dilakukan dan boleh dilakukan.

Tingginya kesadaran hukum di suatu wilayah akan memunculkan masyarakat yang beradab. Membangun kesadaran hukum sejak dini, tidak harus menunggu setelah terjadi pelanggaran dan penindakan oleh penegak hukum. Upaya pencegahan dinilai sangat penting dan bisa dimulai dari dalam keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Kesadaran inilah yang mesti kita bangun dimulai dari keluarga.

Dengan adanya kesadaran hukum ini kita akan menyaksikan tidak adanya pelanggaran sehingga kehidupan yang ideal akan ditemui. Lembaga pendidikan formal, informal dan non formal perlu diajak bersama-sama mengembangkankesadaran dan kecerdasan hukum sejak dini.Pendidikan hukum tidak terbatas hanya pendidikan formal di bangku sekolah saja. Namun juga dapat dilakukan di luar bangku sekolah. Pembelajaran mengenai hukum sejak dini harus diajarkan kepada anak-anak. Agar nantinya tertanam dalam diri mereka rasa kebutuhan akan peraturan hukum. Sehingga kesadaran hukum akan terbentuk sejak dini. (ink)

Selasa, 28 Agustus 2018

Pendahuluan

1. Bela Negara merupakan sebuah semangat berani berkorban demi tanah air, baik harta bahkan nyawa sekalipun berani dikorbankan demi keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Menurut Kaelan dam Achmad Zubaidi,1 Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara.

2. Bentuk dari Bela Negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2002. Wujud dari usaha Bela Negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan dan kelautan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yuridiksi nasional, dan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Data dan Fakta

3. Data, Perwujudan usaha Bela Negara dalam konteks perjuangan bangsa merupakan kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah nusantara dan yuridiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kesemuanya itu merupakan kewajiban setiap warga negara yang hidup di bumi Indonesia. Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut

2

serta dalam usaha pembelaan negara” (pasal 27 ayat 3 UUD 1945). Pasal tersebut memiliki dua makna, yakni :

a. Bahwa setiap warga negara memiliki hak sekaligus kewajiban dalam menentukan kebijakan-kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945.

b. Setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

4. Fakta. Fakta menunjukan semangat dan sikap Bela Negara tidak hanya dilakukan melalui peperangan yang menghasilkan kemerdekaan saja, akan tetapi dapat ditunjukan dengan menampilkan perilaku-perilaku dan sikap yang sesuai dengan kerangka ideologis dan konstitusional bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Mengisi kemerdekaan dapat dikatakan sebagai usaha Bela Negara, sebab melalui usaha-usaha positif dalam mengisi kemerdekaan dapat membuat keberlangsungan Indonesia sebagai sebuah negara dapat tetap dipertahankan dan senantiasa mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ditengah kerasnya tantangan globalisasi yang justru mengikis rasa kebangsaan dan kecintaan warga negara terhadap tanah airnya.

Pembahasan   

5. Bentuk dan Wujud Bela Negara.

a. Bela Negara adalah tekad, sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Wujud dari usaha Bela Negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warga negara untuk berkorban demi mempertahankan : kemerdekaan dan kedaulatan negara, Kesatuan dan persatuan bangsa, Keutuhan wilayah dan yuridiksi nasional dan Nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Upaya Bela Negara selain sebagai kewajiban dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian

3

kepada negara dan bangsa. Pembelaan negara bukan semata-mata tugas TNI, tetapi juga segenap warga negara yang sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 27 ayat 3 UUD 1945, bahwa usaha Bela Negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini menunjukkan adanya asas demokrasi dalam pembelaan negara yang mencakup dua arti. Pertama, bahwa setiap warga negara turut serta dalam menentukan kebijakan tentang pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.

b. Keikutsertaan warga negara dalam wujud upaya Bela Negara diselenggarakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan, Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela dan secara wajib.    Pengabdian sesuai profesi (UU No.3 tahun 2002). Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran Bela Negara perlu ditumbuhkan secara terus menerus antara lain melalui proses pendidikan di

sekolah maupun di luar sekolah dengan memberikan motivasi untuk mencintai tanah air dan bangga sebagai bangsa Indonesia. Motivasi setiap warga negara untuk ikut serta membela negara Indonesia juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pengalaman sejarah perjuangan bangsa Indonesia, letak geografis Indonesia yang strategis, kekayaan sumber daya alam, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, keadaan penduduk yang besar, dan kemungkinan timbulnya bencana perang. Disamping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan adanya ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia, baik yang datang dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang masing-masing dapat berdiri sendiri atau saling pengaruh mempengaruhi.

4

c. Dewasa ini ancaman dapat diartikan sebagai kekhawatiran akan jaminan hidup sehari-hari, artinya ancaman telah bergeser bentuknya dari ancaman senjata menjadi ancaman : kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kelaparan, penyakit yang belum ditemukan obatnya, kelangkaan lapangan kerja, tindakan kesewenangan penguasa, kriminalitas, SARA, disintegrasi nasional, terorisme, perdagangan narkotika / obat terlarang, masa depan generasi muda. Untuk itu, diperlukannya upaya pembelaan negara berupa sistem pertahanan negara yang melibatkan berbagai komponen pertahanan negara. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa membela negara tidak hanya dengan memanggul bedil menjadi tentara, tetapi dapat dilakukan dengan berbagai jenis kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh semua warga negara.

Saran.

6. Sesuai tuntutan reformasi untuk menuju masyarakat madani, justru kesadaran Bela Negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman dan gangguan sehingga tidak selalu harus berarti memanggul bedil menghadapi musuh. Tetapi keterlibatan warga negara sipil dalam bentuk Bela Negara secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Bentuk Bela Negara secara fisik yaitu segala upaya untuk mempertahankan kedaulatan negara dengan cara berpartisipasi secara langsung dalam upaya pembelaan negara (TNI Mengangkat senjata, Rakyat Berkarya nyata dalam proses Pembangunan).

Penutup.

7. Bela Negara merupakan sebuah semangat berani berkorban demi tanah air, baik harta bahkan nyawa sekalipun berani dikorbankan demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara” (pasal 27 ayat 3 UUD 1945). Penulis Kolonel Adm Amiruddin Laupe NRP 518374 Analis Madya Bid Lingja Dit. Bela Negara Ditjen Pothan Kemhan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA