Pendapatan asli daerah pad kabupaten yang bersumber dari Pajak adalah

Nama Diklat :
Tahun :
Ruang lingkup inovasi :
Cluster inovasi :
Inovator :
Jabatan :
Instansi pengirim :
Pemda :
Latar Belakang: Manfaat: Milestone:

Parik Malintang, Tinta Rakyat – Sebagaimana diketahui, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Padang Pariaman berasal dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan serta pendapatan lain-lain yang sah. Secara keseluruhan, total target PAD Kabupaten Padang Pariaman pada Tahun Anggaran 2021 adalah sebesar Rp. 131.417.232.000.- dengan rincian sebagai berikut.

Target pemungutan Pajak Daerah adalah sebesar Rp. 55.150.000.000,-, target dari Retribusi Daerah adalah sebesar Rp. 5.515.000.000,-, target penerimaan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan adalah sebesar Rp. 6.450.000.000,- dan target penerimaan dari lain-lain pendapatan yang sah adalah sebesar Rp. 64.302.232.000,-

Menurut Plt. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Padang Pariaman Taslim, SE. Akt. kepada media di kantornya, pada Selasa (18/5). Bahwa penyumbang terbesar PAD Kabupaten Padang Pariaman adalah berasal dari Pajak Daerah. Saat ini, ada 10 jenis Pajak Daerah yang dipungut Pemerintah Kabupaten, melalui Bidang Pendapatan BPKD Kabupaten Padang Pariaman. Yaitu, Pajak Hotel/Losmen/Penginapan, Pajak Rumah Makan/Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol C, Pajak Parkir, Pajah Air Bawah Tanah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak BPHTB.

“Sebagaimana Pajak Daerah, sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda). Masing-masing Retribusi Daerah dikelola dan dipungut oleh Perangkat Daerah (PD) teknis, yang pelaksanaan pemungutan dan pengelolaannya setiap tahun tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Padang Pariaman”. ujar Taslim yang akrab disapa Tale itu.

Adapun jenis Retribusi Daerah yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, dibagi dalam tiga kategori. Yaitu Jasa Umum, Jasa Usaha dan Perizinan Tertentu.

Retribusi Jasa Umum yaitu :

1.Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan, dikelola oleh DLHPKPP.

2. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum, dikelola oleh Dinas Perhubungan.

3. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran, dikelola oleh Dinas Pol. PP dan Pemadam Kebakaran.

4. Retribusi Pengawasan Menara Telekomunikasi, dikelola oleh Dinas Kominfo.

5. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor, dikelola oleh Dinas Perhubungan.

Retribusi Jasa Usaha yaitu :

1. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Penyewaan Tanah dan Bangunan), dikelola oleh Bagian Umum Sekretariat Daerah.

2. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Laboratorium), dikelola oleh Dinas PUPR.

3. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Kendaraan Bermotor), dikelola oleh Dinas PUPR.

4. Retribusi Terminal, dikelola oleh Dinas Perhubungan.

5. Retribusi Pemeriksaan Kesehatan Hewan Sebelum Dipotong dikelola oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.

6. Retribusi Penjualan Produksi Benih Ikan, dikelola oleh Dinas Perikanan.

Retribusi Perizinan Tertentu terdiri dari :

1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dikelola oleh Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu dan Perindustrian.

2. Retribusi Izin Trayek kepada Orang Pribadi, dikelola oleh Dinas Perhubungan.

Selain Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PAD juga bersumber dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan Lain-lain PAD yang sah. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan yaitu Bagian Laba atas Penyertaan Modal Pada Perusda/BUMD dan Bagian Laba Bank Nagari Cabang Pariaman. Kemudian, Lain-lain PAD yang sah terdiri dari ; Hasil Penjualan Aset Daerah yang tidak dipisahkan (penjualan kendaraan dinas roda dua dan empat), Penerimaan Jasa Giro, Pendapatan Jasa Layanan Umum BLUD dan lain-lain PAD yang sah (LHP, Taspen, Setoran Jaminan pekerjaan, Denda, Pokok Dana Bergulir, Bunga Dana Bergulir, Pembayaran Piutang dan pendapatan lain-lain).

Ditambahkan oleh Kabid Pendataan dan Penetapan Pendapatan BPKD, Nofriyanti, SP. MSi. Bahwa kita sedang mengajukan Peraturan Daerah (Perda) terkait dengan pendapatan daerah. Dalam Perda terbaru itu, yang saat ini dalam tahap finalisasi bersama Kemenkumham. Terdapat 1 objek pajak baru yang akan dipungut di Padang Pariaman, yaitu Pajak Sarang Burung Walet. Diperkirakan, cukup banyak potensi sarang burung walet dalam peningkatan PAD di Kabupaten Padang Pariaman.

“Saat ini, disamping Perda tentang Pajak Daerah yang memuat objek pajak baru yaitu Pajak Sarang Burung Walet, juga sedang direvisi beberapa Perda tentang retribusi. Salah satu bagian yang direvisi adalah mengenai tarif dan penambahan objek retribusi baru. Semoga ini juga bisa meningkatkan PAD kita di Kabupaten Padang Pariaman”. tutup Nofriyanti. (AS)

Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu pilar kemandirian suatu daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Menurut Yani, pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (2009). Secara umum dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari aktivitas pengelolaan potensi asli daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Citra keuangan pemerintah daerah akan tercermin dari besarnya PAD yang diperoleh, dan bagaimana alokasi keuangan pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan Pemda untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Untuk meningkatkan penerimaan PAD, pemerintah daerah perlu melakukan analisis potensi-potensi yang ada di daerah dan mengembangkan potensi tersebut sebagai pemasukan daerah.

Pengembangan potensi akan menciptakan pendapatan asli daerah bagi yang berguna untuk melaksanakan tujuan pembangunan. Pengelolaan pendapatan asli daerah yang efektif dan efisien perlu dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi daerah maupun perekonomian nasional. Kontribusi yang dicapai dari pendapatan asli daerah dapat terlihat dari seberapa besar pendapatan tersebut disalurkan untuk membangun daerah agar lebih berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah secara bersama-sama menjadi komponen PAD. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang utama dan sangat penting bagi pemerintah daerah. Pajak daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah terdiri dari Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota.

Menurut ketentuan umum Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Yani, pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (2009).

Selain pajak daerah, terdapat pula retribusi daerah yaitu pungutan daerah (otonom) sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pajak dan Retribusi merupakan sumber yang harus dimanfaatkan keberadaannya oleh pemerintah daerah.

Pajak daerah dan retribusi daerah dianggap sebagai sumber PAD yang terbesar sehingga pelaksanaannya haruslah jelas dan tidak menyimpang dari yang ditetapkan Undang-Undang. Pemerintah daerah dapat menentukan tarif berdasarkan Undang-Undang dan tidak bisa melebihi batas yang sudah ditetapkan sehingga kemampuan masyarakat untuk membayar pajak serta retribusi tidaklah berat.

Ketika suatu daerah memiliki pendapatan asli daerah yang besar dan selalu meningkat setiap tahunnya, maka daerah tersebut sudah dapat memaksimalkan kemampuan daerahnya dan mencerminkan keadaan atau kemampuan ekonomi yang baik dan stabil. Namun, ketika suatu daerah mengalami kesulitan dalam memaksimalkan sumber-sumber PAD maka akan timbul masalah dan gejolak ekonomi yang tidak stabil didaerah tersebut.

Jadi, pemerintah daerah dalam hal meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) haruslah dapat dengan bijak menyaring apa saja yang dapat dimasukkan kedalam penerimaan PAD, dan ditentukan dalam Peraturan Daerah dan dibutuhkan sosialisasi dari pemda untuk memberikan informasi dan pemahaman yang seluas-luasnya mengenai PAD dan pentingnya bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan kepada masyarakat. Transparansi anggaran harus dilaksanakan guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah yang bersangkutan.

Sumber : //dhiasitsme.wordpress.com/2013/06/30/pendapatan-asli-daerah-sebagai-cerminan-ekonomi-daerah/

Page 2

Luwu, Rabu (3 September 2014) – Dalam rangka mendorong optimalisasi pengawasan pengelolaan keuangan negara (termasuk keuangan daerah), Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyelenggarakan Sosialisasi dengan tema “Optimalisasi Pengawasan Atas Keuangan Negara dan Keuangan Daerah” pada hari ini (3/9) di Ruang Pola Andi Kambo, Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Luwu, Jalan Jenderal Sudirman, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan dengan Narasumber Auditor Utama Keuangan Negara BPK, Dr. Abdul Latief, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Ir. Hj. A. P. A. Timo Pangerang, dan Inspektur Provinsi Sulawesi Selatan, Drs. H. Muh. Yusuf Sommeng, M.Si. Kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Luwu, Ir. H. Mudzakkar, Wakil Ketua Bupati, Pimpinan dan Anggota DPRD Kabupaten Luwu, dan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Selatan, Tri Heriadi, S.H., M.M. Kegiatan ini diikuti oleh para Sekretaris Daerah, Inspektur, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD), Camat, Lurah, dan Kepala Desa di wilayah Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, dan Kota Palopo.

Kegiatan ini diselenggarakan dengan tujuan : 1) memberikan pemahaman mengenai tugas, fungsi dan kewenangan BPK dalam pengelolaan keuangan negara; 2) membangun kesamaan pandangan mengenai hakikat dan ruang lingkup keuangan negara/daerah; 3) Menyerap berbagai permasalahan dalam pengelolaan keuangan Negara/daerah.

Pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dinyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kekayaan negara yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (1) tersebut adalah kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah.

Pengelolaan keuangan negara secara jelas diatur dalam pasal 3 dan pasal 7 Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara. Dari uraian tersebut maka pengawasan pengelolaan keuangan negara menjadi suatu keharusan.

Praktek pengawasan pengelolaan keuangan negara secara internal dilakukan oleh Inspektorat dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. Pengawasan keuangan negara oleh BPK dilakukan melalui pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 23 E UUD 1945. Adapun pengawasan yang dilakukan oleh DPR antara lain dilakukan melalui pengawasan pelaksanaan APBN dan pembahasan laporan keuangan Pemerintah Pusat yang telah diaudit oleh BPK.

Banyaknya pejabat daerah mulai dari gubernur, walikota, dan bupati yang terlibat kasus korupsi bukan tidak mungkin akan terus menjalar kepada pejabat di bawahnya, termasuk para kepala desa, khususnya dengan terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang antara lain mengatur bahwa setiap desa di seluruh Indonesia akan memperoleh anggaran.

Terkait dengan terbitnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Abdul Latief berharap agar para kepala desa dan perangkat desa benar-benar dapat memahami peraturannya dan melaksanakan pengelolaan keuangan desa secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Adapun A. P. A. Timo Pangerang menjelaskan bahwa anggaran penyelenggaraan pemerintah desa bersumber dari APBN dan APBD dan merupakan obyek pemeriksaan BPK. Untuk itu, A.P.A. Timo Pangerang berharap para kepala desa dapat mengelola keuangan desa dengan baik agar terhindar dari jeratan hukum. Sedangkan Muh. Yusuf Sommeng yang menjelaskan mengenai tata kelola keuangan desa menyampaikan bahwa pengelolaan keuangan desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatusahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban harus dilaksanakan dengan baik.

Sumber : //www.bpk.go.id/news/pengawasan-atas-pengelolaan-keuangan-negaradaerah-perlu-dilakukan-secara-optimal

Page 3

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) merupakan aplikasi yang  dibangun oleh Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri dalam rangka percepatan transfer data dan efisiensi dalam penghimpunan data keuangan daerah. Aplikasi SIPKD diolah oleh Subdit Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah pada Direktorat Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, Apa itu aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)?

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah SIPKD adalah aplikasi terpadu yang dipergunakan sebagai alat bantu pemerintah daerah yang digunakan meningkatkan efektifitas implementasi dari berbagai regulasi bidang pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan pada asas efesiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel dan auditabel.

Aplikasi ini juga merupakan salah satu manifestasi aksi nyata fasilitasi dari Kementerian Dalam Negeri kepada pemerintah daerah dalam bidang pengelolaan keuangan daerah, dalam rangka penguatan persamaan persepsi sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah dalam penginterpretasian dan pengimplementasian berbagai peraturan perundang-undangan.

Siapa pengguna aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)?

Sesuai dengan tujuan dibangunnya aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), maka penggunaannya ditujukan kepada seluruh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Lebih jauh, pada Surat Edaran No. SE.900/122/BAKD diamanatkan 6 (enam) regional sebagai basis pengembangan dan koordinasi, yaitu:

Wilayah I,     yang meliputi Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau dengan kantor regional di Provinsi Sumatera Barat;

Wilayah II,    yang meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung dengan kantor regional di Provinsi Sumatera Selatan;

Wilayah III,  yang meliputi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten dengan kantor regional di Provinsi Jawa Barat;

Wilayah IV,  yang meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dengan kantor regional di Provinsi Jawa Timur;

Wilayah V,   yang meliputi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur dengan kantor regional di Provinsi Kalimantan Selatan;

Wilayah VI,   yang meliputi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat dengan kantor regional di Provinsi Sulawesi Selatan.

Strategi implementasi aplikasi Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD)?

Bagi pemerintah daerah yang telah ditetapkan sebagai daerah berbasis implementasi (DBI) atau berminat mengimplementasikan aplikasi Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) akan diberikan pelatihan intensif mengenai cara menggunakan, baik secara penggunaan maupun pemeliharaan. Dan bagi pemerintah daerah yang telah menggunakan aplikasi lain selain aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), akan dibantu untuk melakukan semua tahapan terkait dengan proses migrasi tersebut.

Sumber : //www.kemendagri.go.id/pages/sipkd/sistem-informasi-pengelolaan-keuangan-daerah-sipkd

Page 4

ABSTRAK

Barang milik negara/daerah (BMN/BMD) dapat diperoleh dari APBN/APBD atau perolehan lainnya yang sah dan menjadi kekayaan negara/daerah. Kekayaaan negara yang ada di kementerian/lembaga/ pemerintah daerah menjadi wewenang dan tanggung jawab kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Menteri/Ketua lembaga dan kepala dinas pada pemda adalah pengguna barang dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan menggunaan barang milik negara/daerah dimaksud. Pengguna barang dapat menunjuk kuasa pengguna barang dan pejabat yang mengurus dan menyimpan BMN/D.

Dalam pengelolaan BMN/BMD rawan terhadap kasus yang dapat merugikan keuangan negara/ daerah, dan dapat lepas kepemilikannya dari negara/daerah karena kesalahan administrasi, dialihkan kepemilikannya dan tidak sesuai dengan prosedur. Pejabat pengelola kekayaan negara/daerah harus melakukan tindak lanjut terhadap tanah-tanah yang belum bersertifikat, pengamanan dan pemeliharaan BMN/D yang berada di bawah kewenangannya.

Kata kunci: Aset milik negara/daerah dan kewenangan

I. Latar Belakang

Setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

selalu ada belanja modalnya. Belanja modal dimaksud adalah belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Belanja modal tersebut terus bertambah dari tahun ke tahun dan menjadi kekayaan negara/daerah atau aset negara/daerah. Dengan dana yang tersedia setiap tahun, Pemerintah telah banyak membangun berbagai sarana dan prasarana fisik untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sarana dan prasarana fisik tersebut antara lain berupa pengadaan tanah, pembangunan jalan, jembatan, gedung, pelabuhan, bandar udara, saluran irigasi, pembangkit tenaga listrik, alat angkut baik angkutan darat maupun angkutan udara, teknologi informasi dan lain-lain disediakan oleh pemerintah dengan menggunakan dana yang diperoleh dari masyarakat dan disalurkan melalui APBN/APBD. Semua barang-barang yang dibeli dengan menggunakan APBN atau perolehan lainnya yang sah menjadi kekayaan negara atau barang milik negara.

Barang milik negara yang berasal dari APBN atau perolehan lainnya yang sah berada di bawah pengurusan atau penguasaan kementerian/lembaga negara, lembaga pemerintah non kementerian, serta unit-unit dalam lingkungannya yang terdapat baik di dalam maupun di luar negeri. Dengan jangkauan yang tersebar dan luas serta jumlah yang sangat banyak maka kekayaan negara harus dikelola/dilaksanakan dengan memperhatikan asas-asas sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D) dengan menganut asas fungsional, kepastian hukum, transparansi (keterbukaan), efisiensi akuntabilitas publik, dan kepastian nilai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006, dan Peraturan Menteri Keuangan RI No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan pemindahtanganan Barang Milik Negara, dikatakan bahwa proses pengelolaan BMN seperti halnya siklus logistik diawali dari Perencanaan kebutuhan dan penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan Pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, Pengawasan dan pengendalian BMN, dimana dalam pengelolaannya harus terorganisir dengan baik sejak dari perencanaan kebutuhan sampai pengawasan dan pengendalian sehingga dapat terlihat dengan jelas siapa-siapa yang bertanggung jawab atas keberadaan dan penggunaan kekayaan negara tersebut.

Berdasarkan PP No. 6 Tahun 2006 akan terlihat juga tugas dan tanggungjawab pengelola/pengguna BMN, Pejabat pengelolaan barang milik negara, Penyelenggara kegiatan, kewenangan dan tanggung jawab pejabat pengelola BMN serta ruang lingkup pengelolaan BMN. Dalam prakteknya, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih ditemukan bahwa pengelolaan kekayaan negara belum sesuai dengan yang diharapkan, banyaknya permasalahan yang dihadapi karena pengelolaannya atau administrasinya yang tidak tertib, yaitu dengan banyaknya kejadian dimana aset/milik negara/daerah tidak dapat dikuasai negara/pemerintah daerah dan bisa lepas dari kepemilikan negara/daerah, seperti terjadinya penyerobotan BMN, aset-aset yang tidak memiliki bukti kepemilikan lengkap sehingga berpotensi menyebabkan sengketa, terungkapnya dugaan korupsi penjualan lahan milik negara oleh pegawai bersangkutan.

Dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi dalam pengelolaan BMN seperti tersebut di atas membuktikan tidak becusnya pengelolaan BMN oleh pejabat/pengguna BMN, sehingga perlu adanya pemahaman tentang penatausahaan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMN dengan tujuan agar terwujud tertib administrasi dan sekaligus akan mendukung tertib pengelolaan BMN.

II. Pembahasan

1. Pejabat-Pejabat Penanggung jawab Barang Milik Negara

a. Pengelola dan Pengguna BMN

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dalam Pasal 42 Hal Pengelolaan Barang Milik Negara dinyatakan bahwa:

1) Menteri Keuangan mengatur Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN);

2) Menteri Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Barang bagi Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya;

3) Kepala Kantor dalam lingkungan kementerian negara/lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan.

Menteri Keuangan adalah Pengelola Barang, selaku pejabat yang berwenang menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara. Secara fungsional pengelolaan barang milik negara dalam pelaksanaannya, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang.

Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Para Pengguna Barang yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan penggunaan Barang Milik Negara di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Menteri/Pimpinan lembaga dalam melaksanakan tugasnya selaku Pengguna Barang secara fungsional dilaksanakan oleh:

a. Sekretaris Jenderal Kementerian Negara/Lembaga

b. Kepala LPND yang bertanggung jawab pada Mensekneg

c. Pimpinan Kesekretariatan/Kepaniteraan meliputi Lembaga Tinggi Negara/Mahkamah Agung;

d. Sekretaris Menteri meliputi Kantor Menko/Kantor Meneg

e. Jaksa Agung Muda Pembinaan yang bertanggungjawab pada Jaksa Agung.

Pengguna Barang menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan BMN. Kepala Kantor/Satuan Kerja Unit Pusat dan Unit Vertikal di daerah adalah Kuasa Pengguna Barang pada Kementerian Negara/Lembaga. Kuasa Pengguna Barang pada Unit Pusat dijabat oleh (1) Kepala Biro yang menangani BMN pada Sekretariat Jenderal/Sekretariat Menteri Koordinator/Menteri Negara, (2) Kepala Biro yang menangani pengelolaan barang milik negara pada sekretariatan Lembaga Negara dan Kepaniteraan Mahkamah Agung, (3) Sekretaris Direktorat Jenderal/Sekretaris Badan/Sekretaris Inspektorat Jenderal, dan (4) pejabat lain dalam jabatan struktural yang ditunjuk Pengguna Barang.

Kepala Kantor/Satuan Kerja adalah Kuasa Pengguna Barang, dan bertanggung jawab atas pengelolaan dan penggunaan Barang Milik Negara di lingkungan kantor/satker yang dipimpinnya.

b. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengguna Barang Milik Negara

Kewenangan dan tanggung jawab Pengguna barang milik negara telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 BAB II Bagian Kedua Hal Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengguna Barang antara lain:

1) menetapkan kuasa pengguna barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik negara;

2) mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik negara untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.

3) melaksanakan pengadaan barang milik negara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku;

4) mengajukan permohonan penetapan status tanah dan bangunan untuk penguasaan dan penggunaan barang milik negara yang diperoleh dari beban APBN/APBD dan perolehan lainnya yang sah; kecuali untuk:

a) barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai perolehan sampai dengan Rp 25.000.000,00 per unit/satuan tidak termasuk barang-barang yang mempunyai bukti kepemilikan seperti sepeda motor, mobil, kapal, pesawat terbang;

b) barang milik negara selain tanah/atau banguan milik TNI dan POLRI berupa alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan alat material khusus (almatsus);

5) melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya;

6) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;

7) menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT).

c. Kewenangan dan Tanggung Jawab Kuasa Pengguna Barang

Kewenangan dan tanggung jawab kuasa pengguna barang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dalam Pasal 7, bahwa kuasa pengguna barang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk:

1) mengajukan rencana kebutuhan barang milik negara untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada pengguna barang;

2) mengajukan permohonan penetapan status untuk penguasaan dan penggunaan barang milik negara yang diperoleh dari beban APBN/APBD dan perolehan lainnya yang sah kepada pengguna barang;

3) melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya;

4) menggunakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kantor yang dipimpinnya;

5) melakukan pengawasan dan pengendalian atas penggunaan barang milik negara yang ada dalam penguasaannya;

6) menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengguna barang.

Kuasa Pengguna Barang berhubungan langsung dengan barang milik negara harus melakukan penertiban dan eksekusi/penarikan aset yang masih dikuasai mantan pejabat baik aset bergerak maupun tidak bergerak, misalnya rumah dinas, mobil, infocus, laptop dan printer.

2. Kasus-kasus yang berpotensi merugikan keuangan negara

Sebagaimana diketahui bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Para Pengguna Barang yang bertanggung jawab atas pengelolaan dan penggunaan Barang Milik Negara di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. Oleh karena itu dalam rangka menjamin tertibnya administrasi dan tertib pengelolaan BMN harus berpegang teguh kepada peraturan perundang-undang yang berlaku. Beberapa fakta menunjukkan berdasarkan informasi dari media massa bahwa masih ada instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pengelolaan BMN/BMD, walaupun sebagian terjadi beberapa tahun yang lalu merupakan bukti bahwa terjadi kerugian negara/daerah, atau berpotensi merugikan keuangan negara/daerah seperti kasus-kasus yang terjadi di bawah ini:

a. Aset negara rawan lepas dari kekayaan negara.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pertanahan Nasional, 60 persen dari total aset negara berupa tanah belum terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN). dari target 2.000 bidang tersertifikat pada 2013, terealisasi kurang dari 40 persen. Aset yang sudah terdaftar di BPN tidak lebih dari 40 persen dari total aset yang ada. Sisanya tidak ada kepastian, tidak jelas.

Banyaknya aset negara yang tidak tercatat di BPN disebabkan oleh pengelola aset tidak mendaftarkan ke BPN, atau terjadi pencatatan ganda antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat, atau lahan masih bermasalah. Lahan bermasalah yang dimaksud, misalnya, riwayat kepemilikan tidak jelas, dokumen-dokumen perolehan/pembelian seperti kuitansi tidak ada, kalaupun ada acap kali hanya foto kopi, atau dalam hal tanah masih dalam kondisi sengketa atau diduduki pihak lain, termasuk aset-aset eks (pemerintah kolonial) Belanda. Semua administrasinya tidak tertib (kacau). Sudah begitu, sangat banyak mafia tanah. Bagaimana aset yang jelas-jelas milik PT Kereta Api, misalnya bisa menjadi hotel (Kompas, Kamis, 09-01-2014 “Aset Negara Rawan Lepas” hlm. 19), masih lemahnya dalam mendata ulang nilai aset yang tidak diketahui nilainya, bahkan ada yang bernilai Rp 1. Hal ini menyebabkan penatausahaan/pencatatan aset tetap berupa gedung dan bangunan, serta aset tetap lainnya berupa peralatan dan mesin belum baik.

b. Status administrasi kepemilikan yang tidak pasti

Kasus kepemilikan kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, walaupun keputusan hukum berkekuatan tetap dimenangkan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, namun kejaksaan tetap harus bayar denda Rp9 miliar, karena tanah seluas 2000m2 di Jalan S. Parman No. 6 Jakarta Barat bukan miliknya. Selanjutnya bahwa uang Rp9 miliar tersebut sebagai ganti rugi (denda) yang oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat telah memanfaatkan lahan Yayasan Sawerigading sejak 1980-an.

Di samping itu, dalam kasus yang lain, lewat pengadilan, Yayasan Sawerigading dengan mudah menguasai lahan Kodim 0503 maupun Kantor Walikota Jakarta barat seluas 11.765m2, Mahkamah Agung memenangkan Sawerigading, bahkan menjatuhkan denda sebesar Rp40 miliar kepada Pemprov DKI Jakarta.

Terkait rawannya aset DKI diambil orang lain, menurut Gubernur DKI Fauzi Bowo waktu itu, disebabkan ketidakjelasan status administrasi sesuai kriteria akuntabilitas pemerintah. Karena itu, tidak jarang pemerintah dikalahkan (Media Indonesia, Rabu 5 Januari 2011 hlm. 7 “Kejaksaan Menang tapi Bayar Rp9 Miliar”).

c. Dugaan korupsi penjualan lahan milik negara oleh pegawai

Diduga (belum tentu bersalah) empat dosen Universitas Gajah Mada (UGM) menjual lahan milik UGM seluas 4.000 meter persegi yang merupakan aset negara. Namun dari informasi yang ada lahan itu bukan aset UGM, tetapi aset Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM. Ini menunjukkan penatausahaan Barang Milik Negara belum tertib sehingga kepastian hukumnya belum jelas, apakah milik yayasan UGM atau milik UGM sendiri. Kalau milik yayasan berdasar Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, pembelian, penjualan, pengalihan dilakukan oleh pengurus yayasan dengan persetujuan pembina yayasan. dan sebaliknya kalau lahan itu aset UGM dan dibeli dengan uang negara, tergolong sebagai milik negara, sehingga pengalihan milik negara/kekayaan negara merupakan wewenang menteri keuangan. Dalam pelaksanaannya, menteri keuangan dapat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara kementerian keuangan.

d. Kurangnya kesadaran terhadap BMN

Ditemukan beberapa rumah dinas ditempati pensiunan atau keluarganya. Belum beresnya status rumah dinas milik pemerintah yang masih dihuni pensiunan atau pejabat, hal ini dapat menghambat peningkatan peringkat auditLaporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

III. Tindak lanjut

Hal yang perlu dipahami oleh pejabat-pejabat pengelolaan BMN antara lain adalah Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 1961 mengamanatkan bahwa setiap pengelola (pengguna) aset negara wajib mendaftarkan asetnya ke Badan Pertanahan Nasional.

Berdasarkan beberapa kasus tersebut di atas, dan kasus-kasus lainnya yang sejenis, diduga terdapat status ganda kepemilikan aset. Artinya kepemilikan diklaim oleh pihak lain. Hal ini terjadi karena tidak memiliki bukti kepemilikan lengkap oleh instansi pemilik BMN, sehingga berpotensi menyebabkan sengketa. Kalau hal ini terjadi, siapa yang bertanggung jawab?

Persoalan terkait aset, adalah persoalan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) instansi. Apabila ada indikasi lalai mengurus aset-aset negara yang mengakibatkan aset-aset negara tersebut hilang atau tidak diketahui keberadaannya tanpa dukungan bukti-bukti memadai, diselewengkan atau digelapkan. Pejabat yang berwenang mengelola BMN/BMD bertanggung jawab atas kerugian negara/daerah sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya. Oleh karena itu untuk menghindari hal-hal yang berpotensi terjadinya kerugian negara maka perlu dilakukan pencegahan melalui:

a. Kerjasama dengan instansi lain

Terhadap BMN/BMD yang tidak diketahui nilainya perlu kerjasama dengan instansi lain yang terkait, misalnya yang berkaitan dengan nilai aset dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang setempat dengan maksud manaksir nilai aset pemerintah yang tidak wajar dan demi tata tertib administrasi kekayaan negara/daerah, dan apabila berkaitan dengan status kepemilikan khususnya tanah bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional setempat demi untuk kepastian hukum, dan tertib administrasi.

b. Pengamanan

Ruang lingkup pengamanan Barang Milik Negara meliputi pengaman fisik, pengamanan administrasi, dan pengamanan hukum, pengamanan administrasi ditunjang oleh pengamanan fisik dan pengamanan hukum atas barang milik negara merupakan bagian penting dari pengelolaan barang milik negara/daerah.

Kuasa Pengguna Barang, Pengguna Barang dan Pengelola Barang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam menjamin keamanan barang milik negara yang berada di bawah penguasaannya dalam rangka menjamin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintah.

Pengelola barang, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib melakukan pengamanan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya. Pengamanan barang milik negara meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.

Barang milik negara berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Barang milik negara berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikian atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Barang milik negara selain tanah dan/bangunan harus dilengakapi dengan bukti kepemilikan atas nama pengguna barang.

Bukti kepemilikan barang milik negara wajib disimpan dengan tertib dan aman. Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengelola barang milik negara. Penyimpanan bukti kepemilikan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh pengguna barang/kuasa pengguna barang.

c. Pemeliharaan

Ruang lingkup pemeliharaan Barang Milik Negara meliputi pemeliharaan ringan, pemeliharaan sedang, dan pemeliharaan berat. Pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pemeliharaan barang milik negara yang ada di bawah penguasaannya. Pemeliharaan berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB). Biaya pemeliharaan barang milik negara dibebankan pada APBN/APBD.

Kuasa pengguna barang wajib membuat daftar hasil pemeliharaan barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan/meyampaikan daftar hasil pemeliharaan barang tersebut kepada pengguna barang secara berkala. Pengguna barang atau pejabat yang ditunjuk, meneliti laporan dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam satu tahun anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan barang milik negara.

IV. Simpulan

Harta kekayaan negara adalah titipan negara kepada para pejabat yang melaksanakan tugas negara pada instansi-instansi pemerintah. Negara merupakan milik rakyat, harta kekayaan negara pada dasarnya adalah kepunyaan rakyat sebagai pemegang kedaulatan dari negara. Dengan demikian pejabat-pejabat bertanggung jawab atas pengelolaan kekayaan negara yang merupakan milik rakyat. Atas dasar tersebut, Para pejabat berkewajiban menyimpan, memelihara dan memanfaatkan BMN/BMD sesuai dengan fungsinya dan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya, Para pengguna BMN/BMD mendata kembali aset-asetnya untuk menghindari kasus/upaya pengalihan aset secara tidak wajar atau tidak benar. serta berkewajiban melakukan monitoring dan evaluasi, serta pelaporan BMN/BMD secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 jo Peraturan pemerintah No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 trntang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindatanganan Barang Milik Negara.

Darise Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah. Indieks: Jakarta.

Media Indonesia. 2011. “Kejaksaan Menang tapi Bayar Rp9 Miliar”. 5 Januari, Jakarta.

Pikiran Rakyat. 2013. “Tim Aset PT KAI Gagal Eksekusi Sari Raos”. 24 Mei, Bandung.

Kompas. 2014. “Aset Negara Rawan Lepas”. 09 Januari, Jakarta.

Kompas. 2014. “4 Dosen Jadi Tersangka”. 18 Juni , Jakarta.

Sumber : //www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/149-artikel-kekayaan-negara-dan-perimbangan-keuangan/19695-upaya-penertiban-aset-aset-milik-negara-daerah-tanggung-jawab-siapa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA