Pada tahun ini terjadi kenaikan pendapatan perkapita sebesar 8 dibanding tahun sebelumnya

Jadwal Rilis : 2021-02-05
Ukuran File : 1.01 MB
Hit : 272780

  • Perekonomian Indonesia 2020 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 Juta atau US$3.911,7.
  • Ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen (c-to-c) dibandingkan tahun 2019. Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen. Sementara itu, dari sisi pengeluaran hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.
  • Ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan IV-2019 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,19 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,42 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 7,21 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 13,52 persen.
  • Ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,42 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 20,15 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) yang tumbuh sebesar 27,15 persen.
  • Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada 2020 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa sebesar 58,75 persen, dengan kinerja ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,51 persen.

Jakarta, 7 Juli 2021 – Bank Dunia dalam laporan “World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022” menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan penurunan pendapatan per kapita hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Pendapatan per kapita Indonesia turun dari US$4.050 di tahun 2019 menjadi US$3.870 di tahun 2020. Penurunan pendapatan per kapita ini membuat Indonesia kembali masuk pada kategori negara berpendapatan menengah bawah (Lower Middle-Income Country). Penurunan tingkat pendapatan per kapita selama masa pandemi ini tidak terelakkan. Pada tahun 2020, perekonomian Indonesia tumbuh -2,1%. Ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan beberapa negara peers G-20 dan ASEAN, antara lain: India -8,0%, Afrika Selatan -7,0%, Brazil -4,1%, Thailand -6,1%, Filipina -9,5% dan Malaysia -5,6%. Hanya beberapa negara yang masih dapat tumbuh positif di tahun 2020, yaitu: Tiongkok 2,3%, Turki 1,8% dan Vietnam 2,9%.

Sebelum pandemi, Indonesia tengah berada dalam tren yang kuat dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Langkah Indonesia untuk menempuh taraf kesejahteraan masyarakat yang lebih baik tersebut dibangun melalui kerja keras melaksanakan pembangunan untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi secara konsisten rata-rata 5,4% dalam beberapa tahun terakhir sebelum pandemi. Hal tersebut membawa Indonesia masuk ke dalam kategori negara Upper Middle-Income Country (UMIC), dengan pendapatan per kapita mencapai US$4.050 di tahun 2019, sedikit di atas ambang batas minimal yakni US$4.046.

Sebagai catatan, berdasarkan estimasi Bank Dunia, ambang batas minimal untuk sebuah negara masuk menjadi UMIC tahun ini naik menjadi US$4.096. Kontraksi pertumbuhan ekonomi yang relatif moderat di 2020 bagi Indonesia didukung oleh kerja keras APBN dan kebijakan fiskal yang akomodatif. Capaian tingkat pendapatan per kapita Indonesia sebelum pandemi yang telah sedikit di atas ambang batas minimal negara berpendapatan menengah ke atas (UMIC) terpaksa harus kembali turun menjadi LMIC. Ini dampak tidak terhindarkan dengan adanya dampak dari pandemi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengungkapkan bahwa pandemi Covid-19 merupakan sebuah tantangan yang besar. Krisis kesehatan telah memberi dampak sangat mendalam pada kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi global. “Pandemi telah menciptakan pertumbuhan ekonomi negatif di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia, di tahun 2020. Dengan demikian maka penurunan pendapatan per kapita Indonesia merupakan sebuah konsekuensi yang tidak terhindarkan. Meskipun demikian melalui respon kebijakan fiskal yang adaptif dan kredibel, Pemerintah mampu menahan terjadinya kontraksi ekonomi yang lebih dalam.” ujar Febrio.

Di tengah tekanan dari pandemi, Pemerintah terus konsisten menggulirkan kebijakan yang difokuskan pada upaya penanganan pandemi, penguatan perlindungan sosial, serta dukungan bagi dunia usaha, termasuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Melalui kerja keras APBN dan program PEN, berbagai manfaat besar telah dirasakan oleh masyarakat. Program perlindungan sosial PEN telah efektif dalam menjaga konsumsi kelompok masyarakat termiskin di saat pandemi. Sehingga di tengah penurunan tingkat pendapatan per kapita secara agregat, masyarakat miskin dan rentan tetap mendapatkan perlindungan yang layak. Tingkat kemiskinan mampu dikendalikan menjadi 10,19 persen pada September 2020. Tanpa adanya program SP – 13 /BKF/2021 Hal 2/2 PEN, Bank Dunia mengestimasi angka kemiskinan Indonesia tahun 2020 dapat mencapai 11,8 persen. Artinya program PEN di tahun 2020 telah mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang dari kemiskinan. Bahkan lebih jauh, program PEN juga mampu menjadi motor pemulihan ekonomi sehingga mampu menciptakan 2,61 juta lapangan kerja baru dalam kurun September 2020 hingga Februari 2021.

Hingga saat ini, pandemi masih belum usai. Pemerintah Indonesia terus bekerja keras menghadapi kondisi ini. Peningkatan kasus harian Covid-19 sejak akhir Juni direspons cepat oleh Pemerintah dengan pembatasan aktivitas yang lebih ketat. Presiden pada 1 Juli 2021 telah memerintahkan untuk pemberlakuan PPKM Darurat di Jawa dan Bali selama periode 3-20 Juli 2021. Hal ini dilakukan untuk mengerem laju penularan dan agar tambahan kasus harian dapat segera kembali menurun. Protokol kesehatan 5M diperkuat, kesiapan layanan kesehatan dan 3T ditingkatkan. Target vaksinasi per hari terus dinaikkan secara bertahap mencapai level 1,5- 3 juta vaksinasi per hari. Pemerintah juga mengantisipasi dengan penguatan program perlinsos sebagai bantalan yang dibutuhkan untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan.

“Pandemi masih memberikan ketidakpastian yang tinggi terhadap ekonomi. Oleh karena itu, saat ini pemerintah akan fokus melakukan berbagai langkah yang responsif agar pandemi dapat semakin terkendali dan langkah pemulihan ekonomi dapat terus berjalan. Percepatan vaksin, penguatan 3T, disiplin protokol kesehatan hingga pemberian perlindungan sosial akan terus dilakukan hingga kasus terkendali”, ungkap Febrio. Pemerintah juga tetap berkomitmen melakukan reformasi struktural untuk meraih potensi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tujuannya agar pendapatan per kapita dapat terus ditingkatkan, kesejahteraan masyarakat menjadi semakin baik.

Narahubung Media:

Endang LarasatiKepala Bagian Informasi dan Komunikasi PublikBadan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

Baca

Pendapatan per kapita penduduk Indonesia kembali naik pada tahun 2021 menjadi Rp 62,2 juta per tahun. Kenaikan ini dinilai akan membawa Indonesia kembali naik kelas menjadi negara berpendapatan menengah atas berdasarkan klasifikasi Bank Dunia.

"Dengan pencapaian ini dan klasifikasi Bank Dunia terakhir (2020), Indonesia diperkirakan kembali masuk ke kelompok Upper-Middle Income Countries pada tahun 2021," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/2).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita penduduk Indonesia pada tahun lalu mencapai Rp 62,2 juta, meningkat dibandingkan tahun 2020 sebesar Rp 57,73 juta. Pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada tahun lalu setara dengan US$ 4.349,5.

Berdasarkan data BPS, angka PDB per kapita pada tahun lalu juga telah melampaui level sebelum pandemi pada 2019 yang mencapai Rp 59,3 juta. Pertumbuhan pendapatan per kapita penduduk Indonesia berdasarkan catatan BPS, menunjukkan tren kenaikan secara konsisten dalam 10 tahun terakhir, kecuali pada 2020. Saat itu, PDB per kapita Indonesia  turun dari Rp 59,3 juta menjadi Rp 57,3 juta. 

Meski demikian, klasifikasi bank dunia dalam menetapkan kategori negara menggunakan data pendapatan nasional bruto (PNB) per kapita, bukan angka PDB per kapita yang sudah dirilis BPS.

Ekonom Faisal Basri sebelumnya pernah menjelaskan bahwa PDB per kapita memperhitungkan seluruh pendapatan yang diperoleh penduduk yang tinggal di Indonesia, termasuk warga negara asing tetapi tak mencakup warga negara Indonesia yang tinggal di luar negeri. Sementara PNB per kapita memperhitungkan pendapatan seluruh warga negara Indonesia, termasuk yang tinggal di luar negeri tetapi tak menghitung warga negara asing yang tinggal di Indonesia. 

Advertising

Advertising

Baca Juga

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Suharso Monoarfa sebelumnya juga menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia berpotensi kembali naik kelas tahun ini. Ia menargetkan pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia bisa kembali ke US$ 4.100 pada tahun 2021, dengan demikian bisa memenuhi ketentuan Bank Dunia.

Indonesia pada tahun lalu terlempar dari daftar negara berpendapatan menengah atas dalam klasifikasi Bank Dunia. Padahal, Indonesia baru satu tahun masuk dalam kategori negara pendapatan menengah atas setelah selama ini tertahan dengan status negara pendapatan menengah bawah.

Resesi ekonomi pada 2020 menjadi penyebab Indonesia turun kelas. Pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia turun menjadi US$ 3.870 dari tahun 2019 sebesar US$ 4.050. Penyebab Indonesia turun kelas juga bukan hanya karena penurunan pada pendapatan per kapita, melainkan juga Bank Dunia yang menaikkan batas klasifikasi di masing-masing kelas.

Pada laporan tahun 2020, klasifikasi negara beprendapatan menengah bawah yakni yang memiliki PDB per kapita antara US$ 1.046-US$ 4.095. Batas atas dan bawahnya berubah dari klasifikasi tahun sebelumnya antara US$ 1.035-US$ 4.045. Klasifikasi negara pendapatan menengah atas juga dinaikkan, yakni yang memiliki pendapatan antara US$ 4.096-US$ 12.695.  Ketentuan ini berubah dari tahun 2019 yang berada di rentang US$ 4.046-US$ 12.535.

Indonesia bukan satu-satunya negara yang turun kelas dari kelompok negara pendapatan menengah atas ke negara menengah bawah. Kondisi serupa juga dialami Iran yang mengalami penurunan GNI per kapita dari US$ 5.240 menjadi US$ 2.870, Belize dari US$ 4.450 menjadi US% 3.970, dan Samoa dari US$ 4.180 menjadi US$ 4.070. 

Baca Juga

Febrio menilai, PDB per kapita penduduk Indonesia yang meningkat pada tahun lalu tidak bisa lepas dari kinerja positif pertumbuhan ekonomi. BPS mencatat, ekonomi Indonesia tahun lalu berhasil tumbuh sebesar 3,69%, setelah terkontraksi 2,07% pada tahun sebelumnya.

"Dengan pertumbuhan ekonomi ini juga, tingkat PDB per kapita Indonesia berhasil naik dari Rp 57,3 juta di tahun 2020 ke Rp 62,2 juta setara US$ 4.349,5 di tahun 2021 atau kenaikan 8,6%," kata Febrio.

Dia mengatakan, PDB Indonesia tahun 2021 juga sudah berhasil melampaui level sebelum pandemi. Pencapaian ini menurutnya patut diapresiasi mengingat masih banyak negara yang perekonomiannya belum mampu kembali ke kapasitas sebelum pandemi, seperti Filipina, Meksiko, Jerman, Perancis, dan Italia. 

Dengan pencapaian tersebut, ia  pun optimistis bahwa kinerja perekonomian akan semakin kuat dan diproyeksikan tumbuh hingga 5,2% pada tahun ini. Kinerja tersebut akan ditopang oleh menguatnya investasi dan ekspor serta keberlanjutan pemulihan konsumsi masyarakat. 

Namun, Febrio juga mengakui bahwa pemulihan tahun ini bukan tanpa tantangan. Terdapat sejumlah risiko yang harus tetap diwaspadai, khususnya terkait penyebaran Covid-19 varian Omicron. Kasus positif harian di dalam negeri terus meningkat, meski demikian tingkat keterisian rumah sakit (BOR) dan kematian dinilai relatif masih lebih rendah dibandingkan gelombang Delta.

Di samping itu, pihaknya juga terus mengantisipasi berbagai risiko eksternal seperti tekanan inflasi tinggi, percepatan pengetatan moneter di Amerika Serikat serta potensi dampak dari isu geopolitik yang tengah terjadi.

Reporter: Abdul Azis Said

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA