Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan

Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan

Kunang-kunang. Foto: wikemedia commons

Selain pemandangan bulan dan kerlap-kerlip bintang di langit, pemandangan malam hari dapat terlihat begitu indah dengan munculnya serangga ini. Kunang-kunang yang dalam bahasa Inggris disebut ‘Fireflies’ atau ‘Lightning Bug’ adalah serangga jenis kumbang yang diklasifikasikan dalam famili Lampyridae dan ordo Coleoptera. Kata Lampyridae berasal dari bahasa Yunani “lampyris” diartikan sebagai “yang bercahaya”.

Kunang-kunang biasanya berwarna kecoklatan atau kehitaman. Serangga ini memiliki tubuh yang lunak dan memanjang. Pada umumnya kunang-kunang jantan berukuran lebih kecil daripada kunang-kunang betina. Kunang-kunang jantan memiliki dua pasang sayap, namun hanya sayap belakang yang digunakan untuk terbang. Kunang-kunang betina ada yang mempunyai sayap dan tidak mempunyai sayap sehingga tidak selalu terbang (Borror dan White (1970), dalam penelitian Anik Wijayanti, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan IPB, 2015).

Berdasarkan beberapa sumber informasi yang didapat mengenai serangga ini, kunang-kunang merupakan sejenis serangga yang aktif pada malam hari. Tidak heran apabila kunang-kunang disebut juga serangga nokturnal.

Keistimewaan dari serangga malam ini adalah dapat mengeluarkan cahaya. Hebatnya lagi, cahaya kunang-kunang mampu bersinar 20 kali lebih terang daripada bola lampu, karena hampir 100 persen dari energi dalam reaksi kimia dipancarkan sebagai cahaya (dikutip pada laman nationalgeographic.co.id.).

Cahaya yang mereka hasilkan banyak dipelajari dalam Nanosains. Berdasarkan buku karya Prof. Dr. Nurul Taufiqu Rochman, dkk yang berjudul “Nano di Alam”, menjelaskan bahwa cahaya dihasilkan oleh ‘sinar dingin’ yang tidak mengandung ultraviolet maupun sinar inframerah. Ia memiliki panjang gelombang 510-670 nanometer, dengan warna pucat, kuning, atau hijau dengan efisiensi sinar sampai 96%. Cahaya yang dihasilkan oleh kunang-kunang berasal dari elektron yang dihasilkan oleh zat/enzim kunang-kunang. Ketika elektron menuju stabil, mereka akan menghasilkan cahaya. Peristiwa tersebut dikenal sebagai “Bioluminescence”.

Bioluminescence adalah kemampuan suatu organisme untuk menghasilkan dan memancarkan cahaya dari tubuhnya. Cahaya yang dihasilkan berasal dari energi direaksikan secara kimia menghasilkan emisi atau pancaran cahaya.

Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan

Kunang-kunang. Foto: wikemedia commons

Luminescence pada tubuh kunang-kunang dihasilkan oleh suatu zat bernama “zat luciferin”, dimana zat ini bereaksi dengan oksigen. Adapun kegunaan cahaya tersebut adalah sebagai alat komunikasi, biasanya digunakan untuk penanda peringatan bahaya. Cahaya tersebut memperingatkan hewan lain yang akan memangsanya, karena pada tubuh kunang-kunang terdapat zat luciferin yang sangat pahit.

Selain itu, cahaya pada kunang-kunang juga digunakan sebagai penanda untuk mencari pasangannya pada musim kawin. Kunang-kunang jantan lebih sedikit bercahaya dibandingkan dengan kunang-kunang betina yang menggunakan cahaya pijarnya untuk menarik dan menstimulasi pejantan (Anik Wijayanti, 2015).

Menyoroti siklus hidupnya, kunang-kunang bermula dari fase telur, larva, pupa, hingga imago (dewasa). Betinanya akan meletakkan telur sekitar seratus butir atau lebih di tanah dan di dasar pohon. Telur tersebut akan menetas dalam waktu 2-4 minggu yang kemudian menjadi larva. Siklus hidup kunang-kunang umumnya memerlukan waktu tiga bulan hingga satu tahun, tergantung pada jenis kunang-kunang dan lingkungannya. Ketika dewasa kunang-kunang hanya bertahan hidup kurang dari dua minggu dengan memakan polen bunga atau bahkan tidak makan sama sekali (Anik Wijayanti, 2015).

Kunang-kunang dibagi ke dalam beberapa genus, antara lain Cortus, Lamprophorus, Lampyris, Luciola, Photinus, Photuris, Pteroptyx, Pyractomena, Pyrocoelia, dan lain-lain. Terdapat lebih dari 2.000 spesies kunang-kunang di dunia yang hidup tersebar di daerah tropis. Di Asia, khususnya Indonesia dan Malaysia, ada empat kelompok besar dari kunang-kunang yang ditemukan, yaitu Pteroptyx, Luciola, Colophotia dan Lychnuris.

Kunang-kunang umumnya sering ditemukan di tempat yang memiliki kelembapan tinggi, cenderung basah dan hangat seperti hutan basah, rawa-rawa, sepanjang tepian sungai, lahan perkebunan dan lahan tanaman padi. Lahan atau tempat tersebut banyak sekali ditemukan makanan untuk larva kunang-kunang, seperti cairan tumbuhan, siput-siput kecil dan keong.

Berdasarkan karakteristik tersebut, kunang-kunang sering dijadikan bio-indikator lingkungan alami dan bersih. Sebab, kunang-kunang merupakan serangga yang sangat sensitif/rentan terhadap degradasi dan pencemaran lingkungan, melihat dari segi ekosistem dan habitat alaminya yang harus bebas dari jenis pupuk ataupun pestisida an-organik. Apalagi ditambah dengan hilangnya lahan suatu tanaman, maka membuat keberadaan kunang-kunang akan semakin terancam dan keindahan pemandangan malam pun tidak dapat lagi kita rasakan.

Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan

Penulis: Sarah R. Megumi

Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan
bioindikator, bioluminesensi, hewan nokturnal, kunang kunang, serangga


Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan
Larva Lamprigera di atas tangan manusia. (InsecthausTV / youtube.com)

Kunang-kunang adalah nama dari serangga yang terkenal akan kemampuannya dalam memancarkan cahaya dari ujung ekornya. Ada begitu banyak jenis kunang-kunang yang diketahui oleh manusia. Dari sekian banyak jenis kunang-kunang yang sudah diketahui oleh manusia, Lamprigera adalah salah satu yang paling menarik.

Lamprigera adalah jenis kunang-kunang yang dalam klasifikasi ilmiah termasuk dalam genus Lamprigera. Kunang-kunang ini dapat ditemukan di Sri Lanka, Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Australia, serta Kepulauan Hawaii. Total, ada 16 spesies Lamprigera yang sudah diketahui oleh manusia.

Apa yang membuat Lamprigera begitu menarik jika dibandingkan dengan jenis kunang-kunang lainnya adalah Lamprigera merupakan salah satu jenis kunang-kunang terbesar di dunia. Pasalnya Lamprigera bisa tumbuh hingga sepanjang 10 cm alias hampir sebesar telapak tangan orang dewasa. Lamprigera betina ukurannya lebih besar dibandingkan pejantan.Keunikan lain dari Lamprigera adalah kunang-kunang jantan & betina memiliki wujud yang amat berbeda jauh. Jika pejantan memiliki sayap & wujudnya terlihat menyerupai kumbang atau kecoa besar, maka betina justru memiliki tubuh berbentuk panjang & beruas-ruas layaknya kelabang berkaki 6.
Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan
Kunang-kunang jantan dari spesies Lamprigera yunnana. (Cheng Te Hsu / inaturalist.org)
Dalam ilmu biologi, perbedaan fisik antara jantan & betina tersebut dikenal dengan sebutan "dimorfisme seksual" (sexual dimorphism). Betina tidak memiliki sayap & berbentuk menyerupai kelabang karena saat waktunya kawin tiba, yang lebih aktif dalam mencari pasangan kawin adalah pejantan.

Karena betina memiliki wujud yang menyerupai cacing, Lamprigera betina kadang-kadang juga dikenal dengan nama "cacing bercahaya" (glowworm). Namun perlu diperhatikan kalau sebutan glowworm juga digunakan untuk menyebut hewan-hewan lain seperti cacing rel & larva serangga Arachnocampa.

MENCARI PASANGAN DENGAN CAHAYA

Saat waktunya kawin tiba, Lamprigera jantan akan terbang sambil mengedip-ngedipkan organ cahaya di ujung ekornya. Jika betina sudah siap untuk kawin, betina yang sedang berada di atas tanah atau pohon akan membalas sinyal cahaya pejantan dengan cara membuat kedipan serupa memakai organ cahaya di ujung ekornya.Begitu pejantan melihat kedipan cahaya yang dipancarkan oleh betina, pejantan akan segera pergi menuju lokasi betina untuk mengawini betina. Sesudah melakukan perkawinan, betina kemudian akan pergi untuk menaruh telur-telurnya di dalam tanah.
Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan
Kunang-kunang betina & jantan dari spesies Lamprigera tenebrosa saat sedang berada di samping telur-telurnya. (Supakor Tangsuan / twitter.com)
Setelah beberapa lama, telur tersebut akan menetas menjadi larva yang bentuknya amat mirip dengan kunang-kunang betina dewasa, namun berwarna gelap. Seperti halnya kunang-kunang dewasa, larva Lamprigera juga memancarkan cahaya.

Larva Lamprigera adalah hewan karnivora yang makanan utamanya terdiri dari siput bekicot & bangkai serangga. Jika merasa terancam oleh musuhnya, larva Lamprigera akan mengedip-ngedipkan cahayanya & mengeluarkan cairan berbau tidak enak yang aslinya adalah darahnya.

Mengapa kunang-kunang betina lebih besar daripada kunang-kunang jantan
Larva kunang-kunang dari spesies Lamprigera taimoshana. (scott_hk / inaturalist.ca)
Jika larva sudah tumbuh hingga mencapai ukuran maksimum, larva akan mencari tempat yang aman untuk berubah menajdi kepompong. Waktu yang dihabiskan Lamprigera dalam fase kepompong berbeda antar jenis kelamin. Jika kepompong jantan membutuhkan waktu hampir 1 bulan sebelum menetas menjadi kunang-kunang dewasa, maka kepompong betina hanya memerlukan waktu 10 hari. Hal yang bisa terjadi karena kunang-kunang betina dewasa wujudnya tidak berbeda jauh dibandingkan fase larva.

Lamprigera dewasa tidak pernah makan karena mereka mengandalkan cadangan makanan yang dikumpulkannya saat masih berwujud larva. Alasan lain kenapa Lamprigera dewasa tidak pernah makan adalah karena tugas dari Lamprigera dewasa hanyalah berkembang biak & meneruskan garis keturunannya. Lamprigera dewasa bisa hidup selama 18 hari sebelum kemudian mati akibat kelaparan. -  © Rep. Eusosialis Tawon

KLASIFIKASI

Kingdom : Animalia


Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Lampyridae
Genus : Lamprigera

REFERENSI

Crew, B.. 2020. "This giant firefly looks even weirder in the light".(www.australiangeographic.com.au/blogs/creatura-blog/2020/11/this-giant-firefly-looks-even-weirder-in-the-light/)ITIS. "Lamprigera tenebrosa  (Walker, 1858)".(www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=954480#null)O. Nobuyoshi & S.S. Huat. 2000. "Biological Notes and Rearing of Lamprigera sp. (Coleoptera: Lampyridae) from West Sumatra".(www.museum.yokosuka.kanagawa.jp/wp/wp-content/uploads/2020/09/s47-2_Ohba_2000.pdf)W.M.C.D. Wijekoon, dkk.. 2016. "Predatory Role of Lampurid Larvae (Lamprigera tenebrosa); Laboratory Experiments to Control Agricultural Molluscan Pests, Achatina fulica & Laevicaulis altae".(www.ijset.net/journal/829.pdf)  

COBA JUGA HINGGAP KE SINI...