Mengapa kita tidak boleh mengejek bentuk teman

Ketika seseorang menghargai,  menghormati, berkata dan betindak baik terhadap orang lain, dan mampu memposisikan orang lain sama pentingnya dengan dirinya sendiri, maka perlakuan seperti ini akan meningkatkan harkat dan martabat orang itu sendiri.

Perbuatan penghinaan terhadap orang lain yang saat ini banyak dilakukan seperti dengan cara mengejek, mengolok-olok, atau menghina fisik orang lain, membuktikan bahwa pelaku penghinaan tidak mempunyai kemampuan untuk menghargai orang lain, ketika pelaku penghinaan tidak mempunyai kemampuan untuk menghargai orang lain, maka dapat dipastikan ada yang salah dengan hatinya, hatinya dipenuhi rasa iri dan dengki, tidak bermoral atau rusak ahkhlaknya

Dalam islam Allah SWT melarang seorang muslim untuk mengejek, mengolok-olok, mencela, atau menghina orang lain, hal ini tercantum dalam Surat Al Hujurat ayat 11 ;

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.

Rosulullah saw bersabda, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam (HR. Bukhori dan Muslim).

Dalam hukum negara orang yang melakukan penghinaan terhadap orang lain, seperti mengejek, mengolok-olok, mencela atau menghina fisik orang lain, baik dilakukan secara langsung maupun melalui media elektronik, atau melalui media sosial, maka pelaku penghinaan tersebut bisa dikenakan sanksi pidana, dengan syarat ada pengaduan dari korban bahwa telah terjadi penghinaan terhadap dirinya atau termasuk dalam delik aduan. Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan.

Jika penghinaan tersebut dilakukan secara langsung diucapkan atau menista dengan lisan, dan dilakukan dengan cara sengaja melanggar kehormatan atau menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, maka pelaku dapat tuntut berdasarkan Pasal 310 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penghinaan, dengan ancaman pidana berupa pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus ribu rupiah), yang jika dikonversi menjadi Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah)

Dalam Pasal 310 ayat (1) dikatakan “barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya di ketahui umum karena bersalah menista orang dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 (Sembilan) bulan atau denda sebanyak banyaknya Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) atau Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah). Menurut pengertian secara umum kata menghina dalam pasal ini adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga akibat perbuatan tersebut seseorang menjadi malu, hilang martabat atau hilang harga dirinya.

Kemudian jika penghinaan tersebut dilakukan secara tertulis misalnya dengan surat atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 310 ayat (2) dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda sebanyak-banyak Rp. 4.500,- (empat ribu lima ratus rupiah) yang jika di konversi berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Denda sebesar Rp. 4.500 (empat ribu lima ratus rupiah) dibaca menjadi 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah).

Jika penghinaan fisik seseorang dilakukan melalui media elektornik atau media sosial, maka pelaku penghinaan bisa dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana, berupa pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Sahabatku sekalian perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 74 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.

Dan apabila dikemudian hari korban penghinaan berubah pikiran dan hendak memaafkan pelaku, kemudian ingin menarik pengaduannya, maka berdasarkan Pasal 75 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, penarikan kembali pengaduan atas suatu delik hanya dapat dilakukan paling lambat tiga bulan setelah diajukan, apabila waktu tersebut telah lewat maka pencabutan aduan tidak lagi dapat dilakukan. Artinya proses hukum tetap dilanjutkan, akan tetapi apabila dalam proses peradilan hakim memutus lain, seperti mengabulkan perdamaian antara kedua pihak, dan menghentikan perkara, maka itu menjadi kewenangan hakim.

//youtu.be/D-oW_xhyDsQ

Home Learning SDIT Al KahfiOctober 13, 2020Home Learning SDIT Al KahfiOctober 14, 2020

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَومٌ مِّن قَوْمٍ عَسَى أَن يَكُونُوا خَيْراً مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاء مِّن نِّسَاء عَسَى أَن يَكُنَّ خَيْراً مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)

Haramnya Menghina Orang Lain

Dalam ayat ini Allah memanggil hambanya yang beriman dengan panggilan (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ), yang merupakan sebaik-baik panggilan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Setiap ayat Allah yang didahului dengan panggilan kepada hamba-Nya(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ) menunjukkan bahwa sesudahnya Allah Ta’ala akan menyampaikan sesuatu yang penting. Sebagaimana ucapan sahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “ Jika engkau mendengar Allah berfirman     (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ) maka dengarkanlah dengan baik-baik. Karena di situ terdapat kebaikan yang Allah perintahkan atau kejelekan yang dilarang oleh Allah” (Dinukil dari Nidaa-atu Ar Rahman li Ahlil Iman)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala melarang dari perbuatan sikhriyyah terhadap manusia, yaitu sikap merendahkan orang lain dan menghina mereka. Hal ini sebagaimana terdapat pula dalam hadits Nabi tatkala beliau bersabda, ‘Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain’, maksudnya adalah menghina dan menganggap orang lain lebih rendah, dan ini adalah perbuatan haram. Boleh jadi orang yang dihina lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih Allah cintai. Oleh karena itu Allah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang sebagian hak seorang mukmin dengan mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mencela sekelompok yang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama muslim. Perbuatan ini terlarang dan hukumnya haram. Perbuatan ini menunjukkan bahwa orang yang mencela itu merasa kagum dengan dirinya sendiri” (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman).

Larangan ini bersifat umum, mencakup celaan terhadap segala hal. Imam At Thabari rahimahullah menjelaskan, “ Allah menyebutkan secara umum larangan untuk mencela orang lain, sehngga larangan ini mencakup seluruh bentuk celaan. Tidak boleh seorang mukmin mencela mukmin yang lain karena kemiskinannya, karena perbuatan dosa yang telah dilakukannya, dan yang lainnya” (Lihat Jaami’ul Bayan).

Jelaslah dalam ayat ini Allah mengharamkan perbuatan mencela orang lain, dan ini juga merupakan kesepakatan para ulama. Perbuatan ini termasuk dosa besar, wajib seorang muslim untuk menjauhinya dan mengingatkan orang lain dari dosa ini. Dan sifat ini merupakan di antara sifat orang munafik dan orang kafir. (Lihat Al Manhiyaat fii Suurati Al Hujuraat).

Boleh Jadi Orang Yang Dihina Itu Lebih Baik

Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan: “Padahal boleh jadi pihak yang dicela itu justru lebih baik daripada pihak yang mencela. Bahkan inilah realita yang sering terjadi. Mencela hanyalah dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan akhlak yang tercela dan hina serta kosong dari akhlak mulia. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim) “ (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman).

Saudarakau, kita tidak mengetahui hakekat seseorang. Boleh jadi orang yang dicela itu lebih mulia di sisi Allah, boleh jadi dia lebih banyak amal kebaikannya, boleh jadi dia lebih bertakwa. Dan tidak ada yang menjamin seseorang akan selalu lebih baik kondisinya dari orang lain. Orang yang tadinya kaya bisa jadi mendadak hilang hartanya. Orang yang punya jabatan tinggi, bisa lengser seketika. Orang yang tadinya mulia kedudukannya, bisa jadi nanti masyarakat merendahkannya. Sehingaa, tidaklah pantas seseorang merasa jumawa, merasa dirinya lebih baik dari orang lain sehingga mencela dan merendahkannya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA