Mengapa berdirinya budi utomo disebut sebagai tonggak perjuangan pergerakan nasional

Skip to content

Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei oleh seluruh bangsa Indonesia. Semangat Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk menumbuhkan motivasi bagi generasi penerus bangsa.

Selasa, 18 Mei 2021 01:20:48 WIBSenin, 17 Mei 2021 23:58:39 WIB

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO Pengunjung Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, memperhatikan patung-patung pendiri organisasi Boedi Oetomo, Sabtu (19/5/2018). Tanggal pendirian organisasi tersebut, 20 Mei 1908, diperingati sebagai Hari [...]

This entry was posted in Paparan Topik and tagged 20 Mei, 20 Mei 1908, Boedi Oetomo, Budi Utomo, Dokter Wahidin Sudirohusodo, Hari Kebangkitan Nasional, Harkitnas, hindia belanda, Kebangkitan Nasional, kemerdekaan, kepahlawanan, Kongres 1908, organisasi, organisasi pemuda, organisasi pergerakan, pahlawan, pengajaran, perjuangan kemerdekaan, sejarah, Sekolah Dokter Djawa, Sekolah Dokter Jawa, Soetomo, Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), stovia, Wahidin Sudirohusodo.

Jakarta -

Kebangkitan nasional Indonesia pertama kali ditandai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo. Budi Utomo lahir pada 20 Mei 1908 di Jakarta.

Karena inilah diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya.

Latar Belakang Sejarah


Budi Utomo adalah organisasi yang dibentuk oleh beberapa mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Arsten). Tokoh pendiri Budi Utomo di antaranya Dr Soetomo, Soeraji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan lainnya.

Namun, pendirian Budi Utomo tidak lepas dari peran dr. Wahidin Soedirohusodo. Dilansir situs Kemdikbud, meski bukan pendiri, dr Wahidin-lah yang menginspirasi Soetomo dan kawan-kawannya.

dr. Wahidin sendiri adalah alumni STOVIA yang sering berkeliling kota-kota besar di Jawa untuk mengkampanyekan gagasan mengenai bantuan dana bagi pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu sekolah.

Saat itu, terjadi pertemuan antara pendiri Budi Utomo dengan dr. Wahidin Soedirohoesodo. dr. Wahidin mencetuskan ide untuk mencerdaskan bangsa melalui 'studiefonds' atau dana pendidikan agar tidak mudah diadu oleh penjajah, sementara Soetomo dan kawannya juga memiliki rasa nasionalisme perjuangan yang tinggi. Gagasan mereka pun cocok untuk digabungkan.

Setelah rangkaian diskusi, akhirnya perhimpunan Budi Utomo dibentuk. R. Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soeradji Tirtonegoro, Gondo Soewarno, Soelaiman, Angka Prodjosudirdjo, M. Soewarno, Moehammad Saleh, dan RM. Goembrek adalah sembilan orang yang mendirikan Budi Utomo. Meski kemudian, pengurus besarnya dijabat oleh orang-orang lebih tua yang bergabung.

Sejak awal, Budi Utomo memiliki prinsip untuk mencerdaskan bangsa, maka memang sengaja tidak berkenaan dengan politik. Budi Utomo meyakini banyak hal yang diperlukan dan harus tetap bekerja sama dengan pemerintah.

Terbukti, dari tahun 1908 sampai 1926, Budi Utomo masih bergerak di bidang sosial dan budaya, tidak menyentuh politik. Pergerakan Budi Utomo berakhir pada 1935 saat organisasi ini melebur ke Partai Indonesia Raya (Parindra) yang dipimpin oleh Soetomo.

Tujuan Dibentuk Budi Utomo

Kongres pertama Budi Utomo diadakan di Yogyakarta pada Oktober 1908. Dalam waktu 5 bulan, Budi Utomo berhasil mengumpulkan 1.200 anggota.

Setelah semakin banyak dukungan, para pemuda memberi kesempatan golongan tua untuk menjabat. Di kongres itu, terpilih Raden Adipati Tirtokusumo sebagai ketua, dan dr. Wahidin Soedirohoesodo sebagai wakil ketua.

Dalam kongres, disebutkan tujuan utama Budi Utomo yaitu untuk menjamin kehidupan bangsa yang terhormat. Fokus organisasi ini adalah bidang sosial, pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan.

Awalnya, keanggotaan terbatas hanya pada penduduk Jawa dan Madura, namun pada akhirnya meluas sampai Bali. Hal ini dilakukan dengan tidak melihat keturunan, kelamin, atau agama apapun.

Pada tahun 1928, Budi Utomo menambahkan suatu asas perjuangan yaitu untuk ikut berusaha melaksanakan cita-cita bangsa Indonesia.


Peran Budi Utomo Terhadap Kebangkitan Nasional

Kelahiran Budi Utomo menjadi penanda terjadinya perubahan bentuk perjuangan dalam meraih kemerdekaan, yang tadinya bersifat kedaerahan berubah sifat menjadi nasional dengan tujuan yang satu. Perjuangan mengusir penjajah yang awalnya hanya mengandalkan kekuatan fisik, diganti dengan perjuangan baru yang mengutamakan kekuatan pemikiran.

Maka, Budi Utomo menjadi pelopor perjuangan dengan memanfaatkan kekuatan pemikiran, karena ada organisasi-organisasi yang selanjutnya muncul di berbagai bidang. Seperti Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain yang berkaitan dengan Budi Utomo.

Meski memiliki ideologi berbeda-beda, organisasi di masa pergerakan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan bangsa. Keberagaman organisasi di masa itu dapat mempercepat tercapainya kemerdekaan karena saling melengkapi.

Maka, berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dianggap sebagai awal gerakan yang menjadi tonggak kemerdekaan Indonesia.

(nwy/nwy)

Jakarta -

Hari Kebangkitan Nasional diperingati pada hari ini. Lantas mengapa tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional?

Dikutip dari laman Kemendikbud, peringatan Hari Kebangkitan Nasional sama dengan tanggal lahirnya organisasi Budi Utomo. Budi Utomo menjadi tonggak kebangkitan nasional Indonesia. Inilah yang menjadi alasan mengapa tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Pada 20 Mei 1908, di ruang Kelas Anatomi STOVIA, diselenggarakan pertemuan dan menghasilkan terbentuknya organisasi Boedi Oetomo dengan Ketua R Soetoemo, Wakil Ketua M Soelaiman, Sekretaris I Soewarno, Sekretaris II M Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Bendahara R Angka.

Di antara semua tokoh itu, ada satu sosok yang berperan penting dan menginspirasi, dr Wahidin Soedirohusodo, yang juga alumni STOVIA.

dr Wahidin sering pergi ke kota-kota besar di Jawa untuk mengkampanyekan gagasan mengenai bantuan dana bagi pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu sekolah. Saat itulah ia bertemu dengan pendiri Budi Utomo.

dr Wahidin mencetuskan ide untuk mencerdaskan bangsa melalui 'studiefonds' atau dana pendidikan agar tidak mudah diadu oleh penjajah, sementara Soetomo dan kawannya yang memiliki rasa nasionalisme perjuangan yang tinggi menyepakati pembentukan Budi Utomo, yang menjadi cikal bakal dibentuknya Hari Kebangkitan Nasional.

Ide Penetapan Harkitnas

Ide penetapan Hari Kebangkitan Nasional bermula setelah dua tahun Indonesia merayakan kemerdekaan. Pada 1947, Belanda melakukan agresi militer sehingga membuat gejolak sosial dan politik sehingga ibu kota negara sempat dipindah ke Yogyakarta.

Tak lama, pihak oposisi pemerintah muncul. Oposisi yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin ini diberi nama Front Demokrasi Rakyat, yang menjadi gabungan organisasi 'sayap kiri'.

Tak hanya itu, pasokan beras juga sempat mengguncang sehingga menyebabkan krisis ekonomi. Sukarno pun mencari simbol untuk mempersatukan bangsa di tengah kondisi yang terjadi kala itu.

"Bung Karno mencari jejak sejarah yang bisa menjelaskan asal-usul gerakan bangsa Indonesia. Budi Utomo jelas masih bersifat kedaerahan awalnya, tetapi yang membedakan dengan organisasi lainnya saat itu adalah unsur modernitasnya. Bagaimana ada mekanisme pemilihan ketua dalam organisasi," kata sejarawan Hilmar Farid.

Pada 1948, Sukarno akhirnya menetapkan tanggal kelahiran Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas.

Jadi, demikian alasan mengapa 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Selamat Harkitnas 2021!

Lihat Video: Hari Kebangkitan Nasional, Addie MS: Bangkit untuk Bersatu

[Gambas:Video 20detik]

(rdp/imk)

Jakarta, CNN Indonesia -- Hari ini 112 tahun yang lalu atau 20 Mei 1908 organisasi modern pertama yang digagas putra Indonesia didirikan, yakni Budi Utomo. Tanggal 20 Mei tersebut dianggap sebagai tonggak sejarah kebangkitan pribumi untuk melawan kolonialisme.

Karena itu pada 1948, Presiden Sukarno menetapkan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas).

Budi Utomo berdiri sebagai organisasi tak lepas dari peristiwa dan kebijakan pemerintah kolonial beberapa tahun sebelumnya. Ada peran Novel Max Havelaar di dalamnya


Novel Max Havelaar merupakan karya seorang keturunan Belanda bernama Edward Douwes Dekker dengan nama pena Multatuli. Novel itu pertama kali terbit pada 1860 dan diterjemahkan ke berbagai bahasa.

Douwes Dekker merupakan mantan asisten residen Lebak, Banten. Lewat Max Havelaar, dia menceritakan betapa pemerintah kolonial Belanda menyengsarakan negeri jajahannya.


Max Havelaar membuka mata orang-orang Eropa yang selama ini tidak tahu bagaimana kehidupan di negara jajahan dan tidak tahu bagaimana pemerintahnya memperlakukan orang-orang pribumi yang dijajah. Walhasil, novel tersebut menjadi terkenal di Eropa.Kaum liberal Belanda juga mengutuk pemerintahnya ihwal praktik kolonialisme yang dilakukan selama ini. Mereka lalu mengkampanyekan Politik Etis atau politik balas budi kepada negara jajahan. Terdiri dari tiga program, yakni edukasi, irigasi dan transmigrasi.Kaum liberal lalu memenangkan pemilu. Ratu Belanda, Wilhelmina lalu mengeluarkan kebijakan Politik Etis tersebut untuk diterapkan di Hindia Belanda (Indonesia dulu).Dalam program edukasi Politik Etis, pemerintah kolonial lebih membuka kesempatan kepada pribumi untuk menuntut ilmu di sekolah-sekolah Belanda. Selain sebagai balas budi, Belanda juga ingin menciptakan tenaga kerja dari kalangan pribumi.

Museum Kebangkitan Nasional didirikan di Jakarta untuk memperingati pergerakan nasional, terutama mengenang berdirinya organisasi Budi Utomo (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Budi Utomo BerdiriSeiring berjalannya waktu, semakin banyak sekolah Belanda yang menerima siswa dari kalangan pribumi. Semakin banyak pula golongan terpelajar.Pada 1906, Wahidin Sudirohusodo berkeliling mengumpulkan dana untuk memberikan beasiswa kepada putra-putra Jawa. Wahidin merupakan lulusan sekolah kedokteran STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) di Batavia.Dia melakukan itu karena ingin semakin banyak putra-putra Jawa yang mendapat pendidikan dan melestarikan budaya Jawa. Hingga kemudian dia bertemu dengan Sutomo yang juga siswa STOVIA.

Mengutip Nusantara Sejarah Indonesia karangan Bernard Vlekke, mereka lalu mendirikan Budi Utomo pada 20 Mei 1908 bersama Gunarwan dan Sunarja di Jalan Abdulrahman Saleh No. 26, Jakarta.

Soetomo didapuk sebagai ketua. Bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi organisasi tersebut.Budi Utomo bertekad menyadarkan masyarakat Indonesia, melestarikan budaya dan berupaya meningkatkan taraf hidup lewat pendidikan. Budi Utomo kala itu masih fokus di Jawa dan Madura.Dalam setahun, anggota Budi Utomo mencapai 10 ribu orang di berbagai daerah. Jumlah anggota terus bertambah seiring berjalannya waktu.Kala itu Budi Utomo membatasi kegiatan di aspek pendidikan dan kebudayaan di Jawa dan Madura. Belum memiliki cita-cita politik, misalnya memerdekakan Indonesia. Di kemudian hari, Budi Utomo memiliki cita-cita demikian dan tidak lagi terpatok di Jawa dan Madura saja.Tokoh-tokoh Budi Utomo berperan dalam pergerakan nasional di masa selanjutnya. Misalnya Dr Cipto Mangunkusumo serta Dr. Radjiman Wediodiningrat dan beberapa tokoh lainnya.

Hari Kebangkitan Nasional diperingati oleh pegawai negeri sipil dengan melaksanakan upacara bendera (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Penetapan HarkitnasPada 1948, kondisi politik Indonesia masih semrawut. Kabinet parlementer jatuh bangun tanpa bisa menyelesaikan masa jabatannya hingga tuntas. Banyak tokoh nasional yang bermusuhan satu sama lain.Selain itu, Belanda pun masih kerap melancarkan aktivitas militer lantaran belum mengakui kemerdekaan Indonesia.Dalam kondisi demikian, Ki Hadjar Dewantara dan Radjiman Wediodiningrat mengusulkan agar tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sukarno setuju."Dalam keadaan Republik yang krusial itu, sebuah simbol baru persatuan sangat dibutuhkan," kata Sejarawan Taufik Abdullah dalam Jurnal Masyarakat Indonesia No. 2 tahun 2008.Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam kurang setuju ketika 20 Mei ditetapkan sebagai Harkitnas. Menurutnya, Budi Utomo hanya membatasi kegiatannya di Jawa dan Madura."Memang organisasi itu diakui sebagai organisasi modern pertama di tanah air kita, tetapi ruang lingkup keanggotaannya masih terbatas kepada orang Jawa (priyayi)," kata Asvi dalam bukunya bertajuk Seabad Kontroversi Sejarah (2007).Sejarawan Universitas Padjadjaran Widyonugrahanto berpendapat berbeda. Menurutnya, wajar saja jika saat itu Budi Utomo masih terbatas di Jawa dan Madura. Wajar pula jika saat itu belum memiliki cita-cita politik memerdekakan Indonesia.

"Pada awal abad ke-20 kan mana ada orang pribumi yang berpikir mendirikan negara seluas Hindia Belanda atau Indonesia sekarang," kata Anto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (19/5).

Saat Harkitnas ditetapkan, lanjutnya, Indonesia juga dalam kondisi perang. Oleh karena itu, proses penggalian sejarah tidak berjalan maksimal untuk mengulas kembali pergerakan-pergerakan nasional secara utuh."Lalu mengapa Budi Utomo yang dipilih? Dugaanku pada tahun tersebut para pemimpin kita ingin mewariskan kepada bangsanya bahwa yang membangkitkan nasionalisme Indonesia itu adalah kaum terpelajar dari Stovia yaitu calon-calon dokter," kata Anto.

"Bukan dari pedagang, petani atau elite yang bukan pelajar, tapi nasionalisme Indonesia ini lahir dari para pelajar yaitu pelajar calon dokter dari STOVIA," kata Anto. (bmw/bmw)

[Gambas:Video CNN]

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA