Mengapa banyak teori tentang g30s

Jakarta -

G30S PKI atau gerakan 30 September yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu sejarah pahit bagi pemerintah Indonesia pada waktu itu. Peristiwa ini terjadi tepat hari ini (30/9), 56 tahun silam.

PKI merupakan salah satu partai tertua dan terbesar di Indonesia. Partai ini mengakomodir kalangan intelektual, buruh, hingga petani. Pada pemilu tahun 1955, PKI berhasil meraih 16,4 persen suara dan menempati posisi keempat di bawah PNI, Masyumi, dan NU.

Sejarah berdirinya PKI tak lepas dari Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), partai kecil berhaluan kiri yang didirikan oleh tokoh Sosialis Belanda, Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau dikenal dengan Henk Sneevliet.

Dikutip dari buku Sejarah untuk Kelas XII oleh Nana Supriatna, ISDV menyusup ke partai-partai lokal baik besar maupun kecil, seperti Sarekat Islam (SI). Beberapa tokoh SI yang melejit pada saat itu antara lain Semaoen dan Darsono, yang tak lain berperan penting dalam pendirian PKI.

Pada tahun 1920-an, ISDV kemudian mengilhami lahirnya PKI dengan Semaoen sebagai ketua dan Darsono menjadi wakilnya. Dalam buku Tan Malaka: Pergulatan Menuju Republik 1897-1925 yang ditulis oleh Harry A. Poeze, Tan Malaka sempat mengusulkan PKI sebagai Partai Nasional Revolusioner Indonesia. Namun, nama yang diusulkannya ditolak oleh Semaoen.

Sejarah G30S PKI

Peristiwa G30S PKI terjadi pada tahun 1965 dan dimotori oleh Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit, pemimpin terakhir PKI. Di bawah kendali DN Aidit, perkembangan PKI semakin nyata walaupun diperoleh melalui sistem parlementer.

Dikutip dari buku Api Sejarah 2 oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menurut Arnold C. Brackman, DN Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni "If everything depends on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian)."

Pandangan itu disebut bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka menyatakan bahwa komunisme dikembangkan hanya dengan melalui perang.

G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30 September dan masuk 1 Oktober 1965.

Gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan dibawa menuju Lubang Buaya.

Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Tujuan G30S PKI

Tujuan utama G30S PKI adalah menggulingkan pemerintahan era Soekarno dan mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis. Seperti diketahui, PKI disebut memiliki lebih dari 3 juta anggota dan membuatnya menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia, setelah RRC dan Uni Soviet.

Selain itu, dikutip dari buku Sejarah untuk SMK Kelas IX oleh Prawoto, beberapa tujuan G30S PKI adalah sebagai berikut:

1. Menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menjadikannya sebagai negara komunis.

2. Menyingkirkan TNI Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan.

3. Mewujudkan cita-cita PKI, yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis.

4. Mengganti ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis.

5. Kudeta yang dilakukan kepada Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.

Kronologi G30S PKI

Tindakan dan penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan antara elit politik nasional.

Kecurigaan semakin mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat.

Di tengah kecurigaan tersebut, Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan aksi bersenjata di Jakarta.

Pasukan tersebut bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada tengah malam, pergantian hari Kamis, 30 September 1956 menuju hari Jumat, 1 Oktober 1965.

Kudeta yang sebelumnya dinamakan Operasi Takari diubah menjadi gerakan 30 September. Mereka menculik dan membunuh para perwira tinggi Angkatan Darat. Aksi tentara tersebut pada tanggal 30 September berhasil menculik enam orang perwira tinggi Angkatan Darat.

Enam Jenderal yang gugur dalam peristiwa G30S PKI antara lain Letnan Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.

Di samping itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean dan pengawal Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.

Salah satu Jenderal yang berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono.

Kolonel Katamso merupakan Komandan Korem 072/Yogyakarta. Sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono merupakan Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara Yogyakarta.

Latar Belakang G30S PKI

Secara umum, G30S PKI dilatarbelakangi oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (NASAKOM) yang berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di bawah kekuasaan Presiden Soekarno.

Beberapa hal lain yang menyebabkan mencuatkan gerakan yang menewaskan para Jenderal ini adalah ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di antara keduanya. Selain itu, desas desus kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatarbelakangi pemberontakan G30S PKI.

Itulah sejarah G30S PKI. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI.

Simak Video "Megawati Ingin Perbaiki Tendensi Bung Karno Komunis"



(kri/erd)

          Dalam analisis ini teori yang digunakan yaitu teori Cornell paper  Teori ini dikemukakan oleh Benedict Anderson dan Ruth Mcvey.Dalam kajian ini, Anderson dan McVey mengusulkan bahwa baik Presiden Soe karno maupun Partai Komunis Indonesia tidak terlibat dalam merencanakan Gerakan 30 September; malahan, mereka adalah korban.  Dalang sesungguhnya adalah ABRI alias TNI,terutama Angkatan Darat,yang memiliki konflik internal. Menurut Anderson dan McVey, Divisi Diponegoro  atau kubu Sukarnois memiliki jumlah anggota bersuku Jawa yang lebih besar daripada divisi-divisi lain di Angkatan Darat. Mereka bermarkas di Jawa Tengah, dimana kebudayaan tradisional masih lebih kental dibanding provinsi-provinsi tetangga seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Sebagian besar penduduk Jawa Tengah percaya bahwa wilayah mereka, yang merupakan pusat kekuasaan politik di Pulau Jawa selama berabad-abad lamanya, "telah dilangkahi oleh Djakarta kubu kanan ". Kondisi yang senjang ini menyebabkan hubungan yang panas antara para perwira Diponegoro yang masih kental menganut kepercayaan tradisional Jawa dan nilai-nilai nasionalis warisan Revolusi Nasional di satu sisi, dan para perwira di Markas Besar dan Staf Umum yang lebih berorientasi intelektual ala Eropa yang "asing", karena dididik dengan cara-cara dan tradisi Belanda.

Anderson dan McVey memerhatikan bahwa para "perwira penjaga tradisi" percaya bahwa "pekerjaan sebagai seorang tentara tidaklah mengenai teknik dan kemampuan, melainkan lebih kepada pembangunan nilai moral dan spiritual melalui semacam asketisme modern". Para perwira ini memiliki pandangan yang sama dengan para perwira yang bertugas di beberapa divisi dan unit militer yang berada di luar Jakarta, termasuk Letkol Untung Syamsuri yang bertugas di Tjakrabirawa, resimen pengawal Presiden. Mendengar kabar bahwa para perwira Markas Besar sedang bekerja sama dengan CIA,sekelompok perwira Diponegoro merencanakan serangkaian penculikan terhadap beberapa jenderal di struktur pimpinan Angkatan Darat yang kemudian akan disandera atau dibunuh. Mereka percaya bahwa Presiden Soekarno, yang telah diperingtkan oleh Untung sendiri akan sebuah percobaan kudeta oleh pimpinan Angkatan Darat, akan teryakinkan untuk mendukung kelompok mereka sementara Markas Besar akan "terlalu banyak kehilangan pemimpinnya untuk melakukan apapun selain menyerah. Para perwira ini paham bahwa kesempatan mereka akan tiba pada pawai tahunan untuk memperingati ulang tahun Angkatan Bersenjata pada 5 Oktober di Jakarta, dimana peragaan-peragaan militer akan dipertunjukkan oleh para prajurit terjun payung, unit-unit kavaleri, dan pasukan-pasukan lapis baja. Setelah mengamankan dukungan dari beberapa perwira Angkatan Udara, kelompok ini memutuskan untuk menjadikan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma sebagai tempat evakuasi Presiden Soekarno. Selain itu, mereka juga mendapatkan bantuan dari kelompok-kelompok pemuda PKI untuk mengamankan fasilitas-fasilitas militer di sekitar ibu kota. malam Kamis, 30 September dipilih sebagai "hari-H" karena "dalam kepercayaan tradisional Jawa, kekuatan-kekuatan magis sedang jauh, dan kekuata-kekuataan spiritual dapat dengan mudah terkumpul untuk mendukung". Mereka menemukan bukti bahwa setidaknya dua orang pemimpin senior selain Soekarno dievakuasi ke Halim: Marsekal Omar Dani, Panglima Angkatan Udara, dan D.N. Aidit, Ketua Umum CC PKI. Kehadiran Aidit diusulkan oleh Anderson dan McVey sebagai "bukti kepada Presiden bahwa PKI secara langsung terlibat dan tersangkut dalam urusan ini, sehingga jika ia ingin tetap melanjutkan kebijakan-kebijakannya yang "pro-kiri" dan kedekatannya dengan PKI,  ia tak akan punya pilihan lain selain mengumumkan ketidaksetujuannya terhadap Dewan Djenderal".

Seorang lagi pembawa pesan menemui Panglima Cadangan Strategis Mayor Jenderal Soeharto, yang telah mengambil alih kendali atas Angkatan Darat dan orang yang diduga berusaha dihindari oleh Presiden Soekarno karena "pemikirannya yang independen dan kepribadiannya yang mengesankan".Soeharto kemudian memerintahkan baik Pranoto maupun Umar untuk tidak pergi ke Halim, dan para peeliti percaya bahwa Soekarno kemudian menyadari Soeharto akan mencurigainya sebagai dalang di balik peristiwa ini.Setelah mengambil alih kantor pusat RRI dan mengamankan ibu kota Jakarta, Soeharto mengeluarkan ultimatum kepada kelompok Untung di Halim. Soekarno memutuskan untuk menuju Istana Bogor setelah menolak saran Untung untuk mengikuti kelompoknya ke markas Divisi Diponegoro di Semarang; di Bogor, Presiden diletakkan di bawah penjagaan ketat Angkatan Darat. Meskipun ia sendiri tak diperbolehkan untuk melakukan siaran secara langsung, Soeharto mengumumkan bahwa Angkatan Darat bersumpah setia kepada sang Presiden. Soekarno sendiri pada akhirnya sepakat untuk memberikan Soeharto "kewenangan dan tanggung jawab untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan". Menjelang 5 Oktober, Angkatan Darat telah berhasil menumpas seluruh sisa-sisa perlawanan di Jawa TengahMereka memberontak terhadap para jenderal Angkatan Darat. yang bergelimang kemewahan di Jakarta. Pada 2 Oktober, surat kabar Harian Rakjat yang berafiliasi pada PKI menerbitkan sebuah editorial yang kelak akan digunakan sebagai bukti bahwa PKI berada di balik upaya kudeta yang dilakukan oleh Untung dan anak buahnya. Anderson dan McVey menyatakan bahwa Harian Rakjat "membanggakan editorial-editorial mereka yang ditulis dengan baik dan disusun dengan rapi", namun yang satu ini "tidak memiliki gaya maupun sentuhan khas sedikitpun". Para peneliti itu percaya bahwa editorial yang "begitu ragu-ragu sehingga tampak bodoh" itu ditulis dan disediakan langsung oleh Angkatan Darat sebagai wadah untuk menyalahkan PKI atas Gerakan 30 September. Sejak upaya kudeta tersebut, Angkatan Darat cukup berhasil mengambinghitamkan PKI karena "pucuk pimpinan PKI yang benar-benar terlibat, betapapun runyam, dan karena pihak yang berkuasa pada saat itu benar-benar ingin memercayainya, karena pada masa yang lampau, mereka amat menakuti kemungkinan PKI berkuasa".

Pembantaian komunis yang kelak terjadi setelah kudeta Angkatan Darat pada 1 Oktober." Walau begitu, mereka percaya bahwa Gerakan 30 September menjadi dasar dari munculnya "fenomena politik yang terpisah" meskipun "berkelindan erat"..

Istilah yang digunakan oleh Angkatan Darat tentang G30S PKI  yaitu kudeta komunis dimana untuk mengambinghitamkan PKI (dan dalam beberapa kasus, Menteri Luar Negeri Soebandrio) yang dikatakan berusaha untuk membentuk satu pemerintahan boneka yang akan dikendalikan oleh PKI. Meski begitu, Anderson dan McVey meragukan gagasan bahwa PKI akan menggunakan jalan kekerasan untuk mengambil alih kendali kekuasaan, karena akan "mempertembungkan mereka dengan Angkatan Bersenjata yang lebih kuat dan akan menyebabkan Presiden (Soekarno) bersekutu dengan militernya

Alih-alih mendalangi Gerakan 30 September secara langsung, "PKI berperan dalam meyakinkan Presiden Soekarno, langsung maupun tidak, untuk menyingkirkan secara massal musuh-musuhnya (dan mereka) di tubuh angkatan bersenjata". Gerakan itu kemudian akan didalangi oleh sang Presiden secara langsung, berdasarkan motif menyingkirkan para petinggi Angkatan Darat yang menolak gagasannya tentang sebuah negara berdasar Nasakom. dimana ancaman-ancaman yang telah diketahui terhadap kekuasan Soekarno sebelum meletusnya Gerakan 30 September, dan menemukan hawa asumsi utamanya, "bahwa kegagalan Soekarno untuk mengendalikan kepemimpinan angkatan bersenjata secara penuh dalam beberapa tahun terakhir", hanyalah sebuah simpulan yang samar-samar. Mereka kemudian mempertanyakan mengapa sang Presiden akan memutuskan untuk menculik dan membunuh para jenderal "dengan begitu kentara dalam sudut pandang politis" jika ia berwenang memecat mereka secara langsung. "Soekarno menempatkan dirinya dalam posisi luar biasa sulit di Halim dan menghabiskan sehari penuh di sana, kebingungan tanpa arah"

Setelah menyingkirkan gagasan bahwa Soekarno dan/atau PKI terlibat mendalangi Gerakan 30 September, perlu mempertimbangkan pula dua pandangan alternatif lain. Yang pertama menyatakan G30S sebagai pergerakan liar Untung dan anak buahnya untuk mengambil alih kendali atas Angkatan Darat dan menyingkirkan para petinggi yang "beraliran Barat", "bermental Menteng", dan "menghalang-halangi kebijakan Presiden Soekarno" tanpa ingin mendengarkan suara dari bawah hierarki militer. Jika Untung dan anak buahnya tidak ingin untuk melibatkan unsur-unsur sipil dalam menghalangi Angkatan Darat menggagalkan plotnya, dimana Presiden sendiri haruslah menjadi tokoh kuncinya.

OPINI TENTANG  LOGIS / TIDAKNYA TEORI CORNELL PAPER 

Berdasarkan  rangkuman pembahasan mengenai  teori yang dikemukakan oleh Anderson dan Ruth Mcvey  dikenal dengan nama Cornell Paper yang menyatakan bahwa ABRI atau TNI sebagai dalang dari peristiwa G30S/PKI merupakan suatu ungkapan yang logis. Dimana  Soekarno dan  PKI hanya di jadikan kambing hitam oleh ABRI  hal ini berdalih untuk merebut kekuasaan yang pada saat itu dipimpin oleh Soekarno yang merupakan pimpinanan tertinggi TNI. Kubu YNI terbagi menjadi dua yaitu kubu devisi dipenogoro dan kubu  Djakarta yang diamana ada sejumlah kolenel pembangkang yang frustasi dari tubuh devisit di penogoro. Mereka memberontak terhadap para jendral AD yang bergelimang Kemewahan di Jakarta. Namun pada saat – saat terakhir ada pihak yang menmamncing sihingga PKI terseret dan Terlibat penuh. Hal ini ditandai dengan hadirnya ketua umum PKI DN aidit dalam evakuasi di halim sehinga dengan kehadiran DN Aidit  sebagai bukti  kepada Presiden bahwa PKI secara langsung terlibat dan tersangkut dalam urusan ini, sehingga jika ia ingin tetap melanjutkan kebijakan-kebijakannya yang "pro-kiri" dan kedekatannya dengan PKI, ia tak akan punya

Ditandai pula pada pengumuman  1 Oktober pagi, Untung berulang kali menyatakan bahwa Gerakan 30 September hanyalah suatu urusan "rumah tangga" Angkatan Darat, sehingga mereka tidak menemukan alasan yang sahih untuk memberlakukan pengetatan kendali terhadap pers, ataupun mobilisasi besar-besaran. Pada pengumuman itu sendiri, Untung meyakinkan para pendengarnya bahwa "semua partai politik, organisasi massa, surat kabar, dan majalah dapat terus berfungsi seperti biasa" sampai tiba masanya untuk mereka "mengumumkan kesetiaan mereka pada Dewan Revolusi Indonesia"

Sehingga  dengan terlibat PKI dalam pembunuhan Ke enam jendral dapat menjadi alasan bahwa  ABRI tidak ada sangkut pautnya terhadap kasus itu.  Dengan dengan itu presiden Soekarno ikut teribat  dalam Permainan Kubu ABRI yang pada saat itu presiden sangat dekat dengan pimpinan PKI. Dengan dalih pembentukan NASAKOM , sehingga PRESiden di anggap sebagai  pendukung PKI. Dengan ini  Presiden dituntu Mundurn  dari jabatannya. Dan pada saatitu pula Presiden Soekarno Mundur sebagai presiden RI dengan dalih ketenangan Negara.  Dengan konspirasi Abri ini sehingga kursi kekosongan presiden di Isi dari kubu TNI itu sendiri.

OPINI TENTANG TEORI  DARI  DALANG G30S PKI

            Dari berbagai macam teori yang berkembang tentang dalang dari  peristiwa berdarah  G30SPKI   yang dimana Peristiwa Gerakan 30 September PKI atau G30S/PKI merupakan peristiwa sejarah yang tidak mudah diuraikan secara sederhana. Bahkan, sampai detik ini, tiada yang benar-benar mengerti tentang kebenarannya. Jejak sejarah yang tersaji dalam buku, artikel, jurnal, maupun sumber literatur lainnya hanyalah sebuah spekulasi yang tersusun atas kronoligis tak pasti. Bahkan, tak jarang menimbulkan kontradiksi satu sama lainnya. Salah satu faktor kuat tentang mengapa rekonstruksi sejarah tentang G30S tak kunjung tuai konsensus di kalangan akademisi, sejarawan, maupun tokoh intelektual lainnya adalah karena adanya simpul-simpul peristiwa yang hilang atau memang sengaja dihilangkan. Beberapa diantaranya adalah dieksekusinya Aidit tanpa proses, dilengserkannya Soekarno atas dugaan keterlibatannya dalam G30S yang juga tanpa keputusan pengadilan tentang keterlibatan atau ketidakbersalahan Soekarno. Surat Perintah Sebelas Maret, sebuah naskah kontroversi yang dinyatakan hilang, seolah hanya menjadi diksi guna mengkudeta Sang Proklamator Kemerdekaan Indonesia. yang pada intinya tragedi G30S/PKI hanyalah sebuah konspirasi belaka yang dibuat untuk memperoleh kekuasaan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA