Langkah langkah yang dilakukan PKI dalam merebut kekuasaan

Musso atau Paul Mussotte. wikipedia.org

TEMPO.CO, Madiun -Hari ini di tahun 1948–peristiwa Madiun atau pemberontakan Partai Komunis Indonesia atau PKI. Peristiwa ini tanda ketidakpuasan partai politik dan organisasi berhaluan kiri terhadap pemerintahan pusat.

Soe Hok Gie menuliskan dalam Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan yang terbit pada 1997, sejak 27 Februari 1948 Kabinet Hatta I menerapkan kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi alias RERA.

Kebijakan ini sendiri ditetapkan setelah kabinet Amir Sjarifuddin dilengserkan karena dianggap merugikan Republik Indonesia pada Perjanjian Renville. Yakni mengurangi tingkat kekuatan militer Indonesia.

Sekembalinya Musso dari Uni Soviet pada 10 Agustus 1948, ia mengajak Front Demokrasi Rakyat (FDR) untuk bangkit bersama PKI. Rapat pun dilakukan di Yogyakarta yang menyuarakan pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan.

Peristiwa ini, khususnya saat PKI dalam kendali Musso disebut sebagai ilegal karena rencana pemberontakan Madiun tidak disepakati tokoh penting lainnya di PKI.

Ada pula gagasan kerjasama internasional. Khususnya dengan Uni Soviet, untuk menghadapi Belanda.

Rachmat Susatyo dalam buku Pemberontakan PKI-Musso di Madiun mengungkapkan kondisi Madiun saat itu, "Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun. Pada pagi itu pasukan Komunis dengan tanda merah mondar-mandir sepanjang jalan. Madiun dijadikan kubu pertahanan dan titik tolak untuk menguasai seluruh wilayah RI."

Bila ditarik ke belakang, peristiwa ini memang tak lepas dari jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin akibat mosi tidak percaya. Jatuhkan Kabinet Amir membuat kekuatan politik orang-orang kiri masa itu menjadi lemah.

RERA yang diterapkan Hatta juga membuat Amir mendirikan FDR pada 28 Juni 1948 untuk menandingi Kabinet Hatta.

Peran Musso yang baru kembali dari Moskow belajar komunisme cukup besar. Dia datang dengan gagasan dan menawarkan konsep politik. Disebutnya, Jalan Baru.

Dalam konsepnya tersebut, Musso menginginkan partai kelas buruh melebur menjadi satu dan akhirnya semua partai kelas buruh dan partai bermazhab kiri menjadi satu di bawah komando PKI.

Walau demikian, dalam pemberontak Madiun, Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh Indonesia (PBI) , Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) juga terlibat dalam usaha merebut kekuasaan dari pemerintah pusat kala itu.

Disamping, tentunya, Federasi Demokrasi Rakyat yang menjadi cikal-bakal Partai Komunis Indonesia disingkat PKI.

RAHMAT AMIN SIREGAR
Baca juga : Soal Keturunan PKI Jadi Tentara, Komnas HAM Dukung Panglima TNI Andika Perkasa

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Ketiga justifikasi moral itu tidak cukup didukung bukti-bukti namun dihembuskan sebagai wacana yang bersifat spekulatif. Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis atas kebenaran isu yang dibuatnya, elit PKI melancarkan propaganda dengan mengesankan bahwa gelombang besar revolusioner sedang bergerak.

Kepada kader maupun simpatisan yang diberi tugas agar bekerja secara baik tanpa banyak bertanya. Maka dapat dipahami ketika kelak di hadapan Mahmilub, para pelaku gerakan penculikan Jenderal TNI AD tidak bisa menyodorkan bukti otentik kebenaran isu Dewan Jenderal.

Politik Kesan

Skenario ketiga PKI untuk persiapan perebutan kekuasaan pada tahun 1965 adalah penciptaan ‘politik kesan’ bahwa gerakan mendahului Dewan Jenderal merupakan perintah Presiden. PKI, melalui ketua Biro Chusus Central, Sjam, menanamkan pemahaman atau mengesankan bahwa pembersihan (penculikan) para Jenderal TNI AD merupakan bagian dari usaha melindungi Presiden dari coup Dewan Jenderal.

Penciptaan politik kesan dimaksudkan untuk memperoleh dukungan dari satuan-satuan ketentaraan yang dijadikan target untuk menjalankan misi ‘pembersihan’ atau bahasa lugasnya pembunuhan terhadap pimpinan TNI AD.

Pemilihan Letkol Inf. Untung dan penggunaan sebagian pasukan Tjakrabirawa dalam G30S/PKI, yang mana Tjakrabirawa merupakan pasukan pengawal Presiden, merupakan bagian dari upaya mengelabui berbagai pihak untuk secara fanatik termobilisasi dan mendukung gerakan pembersihan pimpinan TNI AD dalam rangka menyelamatkan Presiden.

Test Case Kesiapsiagaan TNI AD

Skenario keempat PKI untuk persiapan perebutan kekuasaan pada tahun 1965 adalah dengan test case kesiapsiagaan pimpinan TNI AD melalui hembusan isu penculikan. Tanggal  18 September 1965 dihembuskan isu akan adanya penculikan para Jenderal, sebagaimana laporan Jenderal S. Parman kepada Jenderal A. Yani.

Isu itu membuat para jenderal TNI AD siap siaga, namun ternyata tidak terbukti. Hal itu menyebabkan informasi rencana penculikan berikutnya (sebagaimana diterima Mayjen MT. Haryono) antara tanggal 29 sampai dengan 30 September, tidak ditanggapi dan diantisipasi secara memadai.

Pada awalnya gerakan pembersihan pimpinan TNI AD akan dilaksanakan tanggal 19 September 1965 untuk secara simbolis “membayar kegagalan” kudeta Madiun. Karena ada kesulitan teknis (rapat-rapat persiapan tidak berlangsung), maka ditetapkan hari H gerakan militer pada HUT ABRI 5 Oktober 1965. Rencana ini mengalami kegagalan karena usulan Letkol. Inf. Untung sebagai salah satu panitia HUT TNI, menyangkut formasi pasukan defile mengundang kecurigaan.

Untung mengusulkan susunan defile pasukan dengan formasi Cakrabirawa pada posisi paling depan, disusul Jon 530, RPKAD, Jon 454, Pasukan Kudjang, Sukwan/Angkatan V dan terakhir “massa”. Namun usulannya agar “semua pasukan tidak diberi peluru tajam” telah mengundang kecurigaan berbagai pihak akan adanya pihak-pihak lain sedang “merencanakan sesuatu”.

Munculnya kecurigaan dari berbagai pihak itu menjadi bahan evaluasi bagi PKI untuk mempercepat gerakan dan ditetapkan ulang pelaksanaannya pada tanggal 29-30 September 1965.

Netralisasi Potensi Penghambat Gerakan

Skenario kelima PKI untuk persiapan perebutan kekuasaan pada tahun 1965 adalah netralisasi potensi penghambat gerakan. Langkah ini dilakukan dengan mengirimkan 600 pejabat negara untuk menghadiri undangan pemerintah RRC dalam peringatan HUT Kemerdekaan RRC 1 Oktober 1965.

Pengiriman pejabat ke RRC itu memiliki dampak di antaranya, pertama, untuk mengurangi potensi kritis terhadap langkah-langkah PKI sehingga perebutan kekuasaan berjalan dengan mulus. Eksodusnya para pejabat tinggi, menjadikan arena pertarungan hanya menyisakan barisan PKI dan sedikit lawan yang tidak mampu menggerakkan kekuatan birokrasi pemerintahan untuk menghadang langkah-langkah PKI.

Dan, kedua, untuk mempermudah pergantian pejabat tinggi dengan calon-calon PKI. Ketika gerakan perebutan kekuasaan di Indonesia berhasil, para delegasi Indonesia yang sedang berada di RRC dapat dengan mudah dihabisi oleh kader-kader Komunis RRC dan posisinya di Indonesia diganti oleh calon-calon PKI. ***

Fahmi, Ami Abdullah (2013) GERAKAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA: STRATEGI PARTAI DALAM MENCAPAI KEKUASAAN POLITIK DI INDONESIA (1920-1966). S1 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

Skripsi ini berjudul “Gerakan Partai Komunis Indonesia : Strategi Partai Dalam Mencapai Kekuasaan Politik Di Indonesia (1920-1966)”. Latar belakang peneliti mengambil permasalahan ini karena peneliti melihat suatu kondisi dimana PKI menjadi partai yang sering bangkit setelah melakukan pemberontakan sehingga menjadi salah satu dari 3 kekuatan besar perpolitikan Indonesia 1960-1965. Masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah “Bagaimana sepak terjang Partai Komunis Indonesia dalam merebut kekuasaan politik di Indonesia (1920-1966)?”. Masalah utama tersebut kemudian dibagi menjadi empat pertanyaan penelitian, yaitu (1) Bagaimana pola strategi PKI dalam merebut kekuasaan politik pada peristiwa pemberontakan 1926? (2) Bagaimana pola strategi PKI dalam merebut kekuasaan politik pada peristiwa pemberontakan 1948? (3) Bagaimana pola strategi PKI dalam merebut kekuasaan politik pada peristiwa pemilihan umum 1955? (4) Bagaimana pola strategi PKI dalam merebut kekuasaan politik pada peristiwa pemberontakan 1965? Metode yang digunakan adalah metode historis dengan melakukan empat langkah penelitian, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sedangkan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data digunakan studi literatur, yaitu mengkaji sumber-sumber literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan interdisipliner dengan menggunakan konsep dari ilmu politik dan konsep pendukung lainnya. Konsep dari ilmu politik yang digunakan adalah partai politik, dan kehidupan politik. Konsep pendukung lainnya adalah konsep kondisi masyarakat dan infiltrasi. Konsep-konsep tersebut digunakan untuk mempertajam analisis penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, didapat beberapa kesimpulan. Pertama, Semaun menjalankan taktik infiltrasi ke dalam tubuh SI namun setelah terjadi perpecahan SI dengan PKI, Semaun mengubah strategi partainya menjadi mereorganisasi buruh dan melakukan propaganda ke daerah-daerah strategi ini menyebabkan PKI melakukan gerakan pemberontakan 1926-1927. Kedua, setelah pemberontakan 1926-1927 yang gagal PKI memiliki pemimpin baru yaitu Musso, strategi yang dilakukan Musso untuk mencapai kekuasaan adalah menggabungkan semua partai yang bersifat komunis dan sosialis dalam satu partai yakni PKI, menentang politik luar negeri yang kompromistis dan membentuk Front Nasional strategi ini untuk mecapai kekuasaan di Indonesia melakukan gerakan di Madiun 1948 yang berakhir dengan kegagalan. Ketiga, setelah PKI gagal lagi mencapai kekuasaannya di Indonesia, muncul pemimpin baru yaitu Aidit yang menerapkan strategi damai untuk partainya. Strategi ini ditujukan untuk memperoleh suara di pemilu. Aidit melakukan strategi Jalan tengah yaitu mengarahkan partai untuk menjadi partai besar dan mendapatkan simpati dari masyarakat luas, tetapi sekaligus membangun struktur partai dengan kuat agar posisi partai tidak mudah goyah, strategi ini menjadi keberhasilan PKI karena PKI berhasil masuk empat besar pemenang pemilu. Keempat setelah memenangkan pemilu di tahun 1955-1957 Aidit menerapkan strategi berbeda pada tahun 1964 yang membuat PKI melakukan pemberontakan 1965 yang menyebabkan di bubarkannya PKI dengan keputusan TAP MPRS 1966.

Actions (login required)

View Item

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA