Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Anda perlu tahu apa itu Subclass Dalam Kereta Api. Pengertian subclass pada kereta api pada awalnya adalah sistem klasifikasi dalam satu kereta dimana penumpang kereta api berhak mendapatkan kenyamanan didalam satu rangkaian kereta api. Contoh kasus, subclass termahal menjauhi lokomotif, tidak dekat dengan toilet, bukan berada pas ditengah roda kereta api. Seiring perkembangan pelayanan perkeretaapian, maksud subclass pada kereta api itu sendiri berubah. Subclass merupakan penghargaan PT. KAI kepada pelanggan yang telah melakukan pemesanan tiket kereta api jauh – jauh hari dalam hal ini H-90. Pelanggan dapat memilih sendiri tingkat tarif yang lebih rendah – lebih tinggi. Karena soal kenyamanan semua sama rata, mau duduk di yang dekat toilet, mau ditengah-tengah juga kenyamanan tetap sama, keretanya dekat pembangkit, lokomotif, atau ditengah rangkaian kenyamanan semua sama rata. Perbedaan pada setiap subclass yaitu pada posisi tempat duduk.

Subclass dalam kereta api Eksekutif adalah A, H, I, J dimana subclass A paling mahal harganya, berurutan H, I, J.

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Untuk Subclass pada KA Bisnis adalah B, K, N, O. Urutan paling mahal adalah subclass B.

Subclass pada KA Ekonomi AC Komersil adalah C, P, Q, S dimana harga paling mahal di subclass C.

Pada kelas eksekutif, subclass J, I dan H biasanya terletak di kereta paling depan dengan harga yang lebih rendah, sedangkan sub class A posisinya di tengah – belakang dan harganya lebih tinggi.
Pada kelas bisnis, sub class K, N, dan O biasanya terletak di kereta paling depan dengan harga yang lebih rendah, sedangkan sub class B posisinya di tengah – belakang dan harganya lebih tinggi.
Pada kelas ekonomi AC, sub class S, Q,dan P biasanya terletak di kereta paling depan dengan harga yang lebih rendah, sedangkan sub class C posisinya di tengah – belakang dan harganya lebih tinggi.

Kesimpulan

Calon penumpang diberikan hak memilih bagi yang memesan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan. Sola kenyamanan dan selera di dalam kereta itu tergantung penumpangnya. Ada yang suka dekat borders kalau ke kamar mandi lebih dekat, ada yang suka dekat lokomotif, ada yang suka di tengah-tengah dan sebagainya. Pelayanan tetap sama-sama nyaman di dalam satu rangkaian kereta api.

Cukup sekian mengenai Subclass Dalam Kereta Api, pengertian dan maksud subclass yang ada pada rangkaian kereta api. Tarif KA Bisnis dan Eksekutif Jarak Tertentu

35 Contoh Cerpen – Singkat, Persahabatan, Pendidikan, Terbaik, Cinta, Lucu & Kehidupan Sehari-Hari – Untuk pembahasan kali ini kami akan mengulas mengenai Contoh Cerpen yang dimana dalam hal ini meliputi pengertian, cara membuat, determinasi tumbuhan dan contoh, nah agar lebih dapat memahami dan mengerti simak ulasan selengkapnya dibawah ini.

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Oleh karena itu untuk pertama-tama kita membahas pengertian cerpen, cerpen adalah cerita yang wujudnya fisiknya berbentuk pendek. Untuk dapat kita mengetahui lebih jelas mari kita lihat penjelasan cerpen karna dalam pengertian cerpen serasa masih belum begitu jelas, nah untuk lebih jelasnya simak dibawah ini.


Untuk penjelasan cerpen yakni ukuran panjang-pendeknya suatu cerita memang relative, akan tetapi pada umumnya, cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepeuluh menit atau setengah jam. Untuk jumlah katanya sekitar 500-5.000 kata.


Olah karena itu, cerita pendek sering diungkapkan sebagai cerita yang dapat dibaca dalam sekali duduk. Cerita pendek pada umumnya bertema sederhana, jumlah tokohnya pun terbatas. Untuk jalan ceritanya pun sederhana dan latarnya meliputi ruang lingkup yang terbatas.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Cerpen Adalah


Contoh Cerpen

Baca Cepat tampilkan

1. Contoh Cerpen

1.1. 1. Contoh Cerpen Terbaik

1.1.1. Piknik

1.1.2. Mata Mungil yang Menyimpan Dunia

1.1.3. Potongan-Potongan Cerita di Kartu Pos

1.1.4. Sirkus

1.1.5. Cekokiah

1.2. 2. Contoh Cerpen Pendidikan

1.2.1. Semua Berawal Dari Mimpi

1.2.2. “AYO BERANGKAT SEKOLAH”

1.2.3. Si Miskin Bersekolah

1.2.4. Mendulang Harta

1.2.5. Kenangan Di Sudut Kelas Kita

1.3. 3. Contoh Cerpen Singkat dan Menarik

1.3.1. Gadis Penjaja Tikar

1.3.2. Kisah Seorang Penjual Koran

1.3.3. Tangan-Tangan Buntung

1.3.4. Gulistan

1.3.5. Otak yang Hilang

1.4. 4. Contoh Cerpen Persahabatan

1.4.1. Persahabatan Terlarang

1.4.2. Persahabatan

1.4.3. Temanmu Temanku

1.4.4. Arti Persahabatan

1.4.5. Persahabatan Sejati

1.5. 5. Contoh Cerpen Cinta

1.5.1. Cinta Buta

1.5.2. Cinta Patok Tenda

1.5.3. Cinta Bukan Drama

1.5.4. Campur Aduk Rasa

1.5.5. Penyesalan

1.6. 6. Contoh Cerpen Lucu

1.6.1. SALAH NURUNIN RESLETING

1.6.2. Telpon Iseng

1.6.3. Si Jono

1.6.4. Seorang Profesor

1.6.5. NAIK LIFT

1.7. 7. Contoh Cerpen Kehidupan Sehari-Hari

1.7.1. REMEDIAL = GAGALNYA RENCANA INDAH

1.7.2. D E N D A M

1.7.3. PADAMNYA SEBUAH KECERIAAN

1.7.4. Tragedi = Berkah

1.7.5. YA UDAH DEH….

1.8. Sebarkan ini:

Berikut ini terdapat beberapa contoh cerpen, terdiri atas:


1. Contoh Cerpen Terbaik

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


Piknik

Cerpen Agus Noor

Para pelancong mengunjungi kota kami untuk menyaksikan kepedihan. Mereka datang untuk menonton kota kami yang hancur. Kemunculan para pelancong itu membuat kesibukan tersendiri di kota kami. Biasanya kami duduk-duduk di gerbang kota menandangi para pelancong yang selalu muncul berombongan mengendarai kuda, keledai, unta, atau permadani terbang dan juga kuda sembrani. Mereka datang dari segala penjuru dunia. Dari negeri-negeri jauh yang gemerlapan.


Di bawah langit senja yang kemerahan kedatangan mereka selalu terlihat bagaikan siluet iring-iringan kafilah melintasi gurun perbatasan, membawa bermacam perbekalan piknik. Berkarung-karung gandum yang diangkut gerobak pedati, daging asap yang digantungkan di punuk unta terlihat bergoyang-goyang, roti kering yang disimpan dalam kaleng, botol-botol cuka dan saus, biskuit dan telor asin, rendang dalam rantang—juga berdus-dus mi instan yang kadang mereka bagikan pada kami.


Penampilan para pelancong yang selalu riang membuat kami sedikit merasa terhibur. Kami menduga, para pelancong itu sepertinya telah bosan dengan hidup mereka yang sudah terlampau bahagia. Hidup yang selalu dipenuhi kebahagiaan ternyata bisa membosankan juga. Mungkin para pelancong itu tak tahu lagi bagaimana caranya menikmati hidup yang nyaman tenteram tanpa kecemasan di tempat asal mereka. Karena itulah mereka ramai-ramai piknik ke kota kami: menyaksikan bagaimana perlahan-lahan kota kami menjadi debu. Kami menyukai cara mereka tertawa, saat mereka begitu gembira membangun tenda-tenda dan mengeluarkan perbekalan, lalu berfoto ramai-ramai di antara reruntuhan puing-puing kota kami. Kami seperti menyaksikan rombongan sirkus yang datang untuk menghibur kami.


Kadang mereka mengajak kami berfoto. Dan kami harus tampak menyedihkan dalam foto-foto mereka. Karena memang untuk itulah mereka mengajak kami berfoto bersama. Mereka tak suka bila kami terlihat tak menderita. Mereka menyukai wajah kami yang keruh dengan kesedihan. Mata kami yang murung dan sayu. Sementara mereka sembari berdiri dengan latar belakang puing-puing reruntuhan kota— berpose penuh gaya tersenyum saling peluk atau merentangkan tangan lebar-lebar. Mereka segera mencetak foto-foto itu, dan mengirimkannya dengan merpati-merpati pos ke alamat kerabat mereka yang belum sempat mengunjungi kota kami.


Belakangan kami pun tahu, kalau foto-foto itu kemudian dibuat kartu pos dan diperjualbelikan hingga ke negeri-negeri dongeng terjauh yang ada di balik pelangi. Pada kartu pos yang dikirimkannya itu, para pelancong yang sudah mengunjungi kota kami selalu menuliskan kalimat-kalimat penuh ketakjuban yang menyatakan betapa terpesonanya mereka saat menyaksikan kota kami perlahan-lahan runtuh dan lenyap. Mereka begitu gembira ketika melihat tanah yang tiba-tiba bergetar. Bagai ada naga menggeliat di ceruk bumi—atau seperti ketika kau merasakan kereta bawah tanah melintas menggemuruh di bawah kakimu. Betapa menggetarkan melihat pohon- pohon bertumbangan dan rumah-rumah rubuh menjadi abu. Membuat hidup para pelancong yang selalu bahagia itu menjadi lengkap, karena bisa menyaksikan segala sesuatu sirna begitu saja.


Bagi para pelancong itu, kota kami adalah kota paling menakjubkan yang pernah mereka saksikan. Mereka telah berkelana ke sudut-sudut dunia, menyaksikan beragam keajaiban di tiap kota. Mereka telah menyaksikan menara-menara gantung yang dibuat dari balok-balok es abadi, candi-candi megah yang disusun serupa tiara; menyaksikan seekor ayam emas bertengger di atas katedral tua sebuah kota yang selalu berkokok setiap pagi. Mereka juga telah melihat kota dengan kanal-kanal yang dialiri cahaya kebiru-biruan. Kepada kami para pelancong itu juga bercerita perihal kota kuno yang berdiri di atas danau bening, dengan rumah-rumah yang beranda- berandanya saling bertumpukan, dan jalan-jalannya yang menyusur dinding-dinding menghadap air, hingga menyerupai kota yang dibangun di atas cermin; kota dengan jalan layang menyerupai jejalin benang laba-laba; sebuah kota yang menyerupai benteng di ujung sebuah teluk, dengan jendela-jendela dan pintu-pintu yang selalu tertutup menyerupai gelapanggur dan hanya bisadilihat ketika senja kala. Bahkan mereka bersumpah telah mendatangi kota yang hanya bisa ditemui dalam imajinasi seorang penyair. Tapi kota kami, menurut mereka, adalah kota paling ajaib yang pernah mereka kunjungi.


Para pelancong menyukai kota kami karena kota kami dibangun untuk menanti keruntuhan. Banyak kota dibangun dengan gagasan untuk sebuah keabadian, tetapi tidak dengan kota kami. Kota kami berdiri di atas lempengan bumi yang selalu bergeser. Kau bisa membayangkan gerumbul awan yang selalu bergerak dan bertabrakan, seperti itulah tanah di mana kota kami berdiri. Membuat semua bangunan di kota kami jadi terlihat selalu berubah letaknya. Barisan pepohonan seakan berjalan pelan. Lorong-lorong, jalanan, dan sungai selalu meliuk-liuk. Dan ketika sewaktu-waktu tanah terguncang, bangunan dan pepohonan di kota kami saling bertubrukan, rubuh dan runtuh menjadi debu serupa istana pasir yang sering kau buat di pinggir pantai ketika kau berlibur menikmati laut.


Rupanya itulah pemandangan paling menakjubkan yang membuat para pelancong itu terpesona. Para pelancong itu segera menghambur berlarian menuju bagian kota kami yang runtuh, begitu mendengar kabar ada bagian kota kami yang tergoncang porak- poranda. Dengan handycam mereka merekam detik-detik keruntuhan itu. Mereka terpesona mendengar jerit ketakutan orang-orang yang berlarian menyelamatkan diri, gemeretak tembok-tembok retak, suara menggemuruh yang merayap dalam tanah. Itulah detik-detik paling menakjubkan bagi para pelancong yang berkunjung ke kota kami; seolah semua itu atraksi paling spektakuler yang beruntung bisa mereka saksikan dalam hidup mereka yang terlampau bahagia. Lalu mereka memotret mayat- mayat yang tertimbun balok-balok dan batu bata. Mengais reruntuhan untuk menemukan barang-barang berharga yang bisa mereka simpan sebagai kenangan.


Saat malam tiba, dan bintang- bintang terasa lebih jauh di langit hitam, para pelancong itu bergerombol berdiang di seputar api unggun sembari berbagi cerita. Memetik kecapi dan bernyanyi. Atau rebahan di dalam tenda sembari memainkan harmonika. Dari kejauhan kami menyaksikan mereka, merasa sedikit terhibur dan tak terlalu merasa kesepian. Bagaimanapun kami mesti berterima kasih karena para pelancong itu mau berkunjung ke kota kami. Mereka membuat kami semakin mencintai kota kami. Membuat kami tak hendak pergi mengungsi dari kota kami. Karena bila para pelancong itu menganggap kota kami adalah kota yang penuh keajaiban, kenapa kami mesti menganggap apa yang terjadi di kota kami ini sebagai malapetaka atau bencana?


Seperti yang sering dikatakan para pelancong itu pada kami, setiap kota memang memiliki jiwa. Itulah yang membuat setiap kota tumbuh dengan keunikannya sendiri- sendiri. Membuat setiap kota memiliki kisahnya sendiri-sendiri. Keajaiban tersendiri. Setiap kota terdiri dari gedung- gedung, sungai-sungai, kabut dan cahaya serta jiwa para penghuninya; yang mencintai dan mau menerima kota itu menjadi bagian dirinya. Kami sering mendengar kota-kota yang lenyap dari peradaban, runtuh tertimbun waktu. Semua itu terjadi bukan karena semata-mata seluruh bangunan kota itu hancur, tetapi lebih karena kota itu tak lagi hidup dalam jiwa penghuninya. Kami tak ingin kota kami lenyap, meski sebagian demi sebagian dari kota kami perlahan- lahan runtuh menjadi debu. Karena itulah kami selalu membangun kembali bagian- bagian kota kami yang runtuh. Kami mendirikan kembali rumah-rumah, jembatan, sekolah, tower dan menara, rumah sakit-rumah sakit, menanam kembali pohon- pohon, hingga di bekas reruntuhan itu kembali berdiri bagian kota kami yang hancur. Kota kami bagaikan selalu muncul kembali dari reruntuhan, seperti burung phoenix yang hidup kembali dari tumpukan abu tubuhnya.


Kesibukan kami membangun kembali bagian kota yang runtuh menjadi tontonan juga bagi para pelancong itu. Sembari menaiki pedati, para pelancong itu berkeliling kota menyaksikan kami yang tengah sibuk menata reruntuhan. Mereka tersenyum dan melambai ke arah kami, seakan dengan begitu mereka telah menunjukkan simpati pada kami. Sesekali para pelancong itu berhenti, membagikan sekerat biskuit, sepotong dendeng, sebotol minuman, atau sesendok madu, kemudian kembali pergi untuk melihat-lihat bagian lain kota kami yang masih bergerak bertabrakan dan hancur. Kemudian para pelancong itu pergi dengan bermacam cerita ajaib yang akan mereka kisahkan pada kebarat dan kenalan mereka yang belum sempat mengunjungi kota kami. Mereka akan bercerita bagaimana sebuah kota perlahan- lahan hancur dan tumbuh kembali. Sebuah kota yang akan mengingatkanmu pada yang rapuh, sementara, dan fana. Sebuah kota yang membuat para pelancong berdatangan ingin menyaksikannya.


Bila kau merencanakan liburan akhir pekan dan kau sudah bosan piknik ke kota-kota besar dunia yang megah dan gemerlap—ada baiknya kau berkunjung ke kota kami. Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan penderitaan kami. Mungkin itu bisa membuatmu sedikit terhibur dan gembira. Berwisatalah ke kota kami. Jangan khawatir, kami pasti akan menyambut kedatanganmu dengan kalungan bunga-air mata…


Yogyakarta, 2006


Mata Mungil yang Menyimpan Dunia

Cerpen Agus Noor


Selalu. Setiap pagi. Setiap Gustaf berangkat kerja dan terjebak rutin kemacetan perempatan jalan menjelang kantornya, ia selalu melihat bocah itu tengah bermain- main di kolong jalan layang. Kadang berloncatan, seperti menjolok sesuatu. Kadang hanya merunduk jongkok memandangi trotoar, seolah ada yang perlahan tumbuh dari celah conblock.


Karena kaca mobil yang selalu tertutup rapat, Gustaf tak tak bisa mendengarkan teriakan-teriakan bocah itu, saat dia mengibaskan kedua tangannya bagai menghalau sesuatu yang beterbangan. Gustaf hanya melihat mulut bocah itu seperti berteriak dan tertawa-tawa. Kadang Gustaf ingin menurunkan kaca mobil, agar ia bisa mendengar apa yang diteriakkan bocah itu. Tapi Gustaf malas menghadapi puluhan pengemis yang pasti akan menyerbu begitu kaca mobilnya terbuka.


Maka Gustaf hanya memandangi bocah itu dari dalam mobilnya yang merayap pelan dalam kemacetan. Usianya paling 12 tahunan. Rambutnya kusam kecoklatan karena panas matahari. Selalu bercelana pendek kucel. Berkoreng di lutut kirinya. Dia tak banyak beda dengan para anak jalanan yang sepertinya dari hari ke hari makin banyak saja jumlahnya. Hanya saja Gustaf sering merasa ada yang berbeda dari bocah itu. Dan itu kian Gustaf rasakan setiap kali bersitatap dengannya. Seperti ada cahaya yang perlahan berkeredapan dalam mata bocah itu. Sering Gustaf memperlambat laju mobilnya, agar ia bisa berlama-lama menatap sepasang mata itu.


Memandang mata itu, Gustaf seperti menjenguk sebuah dunia yang menyegarkan. Hingga ia merasa segala di sekeliling bocah itu perlahan-lahan berubah. Tiang listrik dan lampu jalan menjelma menjadi barisan pepohonan rindang. Tak ada keruwetan, karena jalanan telah menjadi sungai dengan gemericik air di sela bebatuan hitam. Jembatan penyeberangan di atas sana menjelma titian bambu yang menghubungkan gedung-gedung yang telah berubah perbukitan hijau. Dari retakan trotoar perlahan tumbuh bunga mawar, akar dedaunan hijau merambat melilit tiang lampu dan pagar pembatas jalan, kerakap tumbuh di dinding penyangga jalan tol. Gustaf terkejut ketika tiba-tiba ia melihat seekor bangau bertengger di atas kotak pos yang kini tampak seperti terbuat dari gula-gula. Air yang jernih dan bening mengalir perlahan, seakan- akan ada mata air yang muncul dari dalam selokan. Kicau burung terdengar dari pohon jambu berbuah lebat yang bagai dicangkok di tiang traffic light.


Gustaf terpesona menyaksikan itu semua. Ia menurunkan kaca mobilnya, menghirup lembab angin yang berembus lembut dari pegunungan. Tapi pada saat itulah ia terkejut oleh bising pekikan klakson mobil-mobil di belakangnya. Beberapa pengendara sepeda motor yang menyalip lewat trotoar melotot ke arahnya. Seorang polisi lalu lintas bergegas mendekatinya. Buru-buru Gustaf menghidupkan mobilnya dan melaju. Gustaf jadi selalu terkenang mata bocah itu. Ia tak pernah menyangka betapa di dunia ini ada mata yang begitu indah. Sejak kecil Gustaf suka pada mata. Itu sebabnya ketika kanak-kanak ia menyukai boneka. Ia menyukai bermacam warna dan bentuk mata boneka-boneka koleksinya. Ia suka menatapnya berlama-lama. Dan itu rupanya membuat Mama cemas—waktu itu Mama takut ia akan jadi homoseks seperti


Oom Ridwan, yang kata Mama, sewaktu kanak-kanak juga menyukai boneka—lantas segera membawanya ke psikolog. Berminggu-minggu mengikuti terapi, ia selalu disuruh menggambar. Dan ia selalu menggambar mata. Sering ia menggambar mata yang bagai liang hitam. Sesekali ia menggambar bunga mawar tumbuh dari dalam mata itu; mata dengan sebilah pisau yang menancap; atau binatang-binatang yang berloncatan dari dalam mata berwarna hijau toska.


Ia senang ketika Oma memuji gambar-gambarnya itu. Oma seperti bisa memahami  apa yang ia rasakan. Ia ingat perkataan Oma, saat ia berusia tujuh tahun, ”Mata itu seperti jendela hati. Kamu bisa menjenguk perasaan seseorang lewat matanya….” Sejak itu Gustaf suka memandang mata setiap orang yang dijumpainya. Tapi Papa kerap menghardik, ”Tak sopan menatap mata orang seperti itu!” Papa menyuruhnya agar selalu menundukkan pandang bila berbicara dengan seseorang.


Saat remaja ia tak lagi menyukai boneka, tapi ia suka diam-diam memperhatikan mata orang-orang yang dijumpainya. Kadang—tanpa sadar_ia sering mendapati dirinya tengah memandangi mata seseorang cukup lama, hingga orang itu merasa risi dan cepat-cepat menyingkir. Setiap menatap mata seseorang, Gustaf seperti melihat bermacam keajaiban yang tak terduga. Kadang ia melihat api berkobar dalam mata itu. Kadang ia melihat ribuan kelelawar terbang berhamburan. Sering pula ia melihat lelehan tomat merembes dari sudut mata seseorang yang tengah dipandanginya. Atau dalam mata itu ada bangkai bayi yang terapung-apung, pecahan kaca yang menancap di kornea, kawat berduri yang terjulur panjang, padang gersang ilalang, pusaran kabut kelabu dengan kesedihan dan kesepian yang menggantung.


Di mana-mana Gustaf hanya melihat mata yang keruh menanggung beban hidup. Mata yang penuh kemarahan. Mata yang berkilat licik. Mata yang tertutup jelaga kebencian. Karena itu, Gustaf jadi begitu terkesan dengan sepasang mata bocah itu. Rasanya, itulah mata paling indah yang pernah Gustaf tatap. Begitu bening begitu jernih. Mata yang mungil tapi bagai menyimpan dunia.


Alangkah menyenangkan bila memiliki mata seperti itu. Mata itu membuat dunia jadi terlihat berbeda. Barangkali seperti mata burung seriwang yang bisa menangkap lebih banyak warna. Setiap kali terkenang mata itu, setiap kali itu pula Gustaf kian ingin memilikinya.


Sembari menikmati secangkir cappucino di coffee shop sebuah mal, Gustaf memperhatikan mata orang-orang yang lalu lalang. Mungkin ia akan menemukan mata yang indah, seperti mata bocah itu. Tapi Gustaf tak menemukan mata seperti itu. Membuat Gustaf berpikir, bisa jadi mata bocah itu memang satu-satunya mata paling indah di dunia. Dan ia makin ingin memiliki mata itu. Agar ia bisa memandang semua yang kini dilihatnya dengan berbeda….


Gustaf kini bisa mengerti, kenapa bocah itu terlihat selalu berlarian riang—karena ia tengah berlarian mengejar capung yang hanya bisa dilihat matanya. Bocah itu sering berloncatan—sebab itu tengah menjoloki buah jambu yang terlihat begitu segar di matanya. Mata bocah itu pastilah melihat sekawanan burung gelatik terbang merendah bagai hendak hinggap kepalanya, hingga ia mengibas-kibaskan tangan menghalau agar burung-burung itu kembali terbang. Ketika berjongkok, pastilah bocah itu sedang begitu senang memandangi seekor kumbang tanah yang muncul dari celah conblock. Semua itu hanya mungkin, karena mata mungil indah bocah itu bisa melihat dunia yang berbeda. Atau karena mata mungil itu memang menyimpan sebuah dunia.


Tentulah menyenangkan bila punya mata seperti itu, batin Gustaf. Apa yang kini ia pandangi akan terlihat beda. Ice cream di tangan anak kecil itu mungkin akan meleleh menjadi madu. Pita gadis yang digandeng ibunya itu akan menjadi bunga lilly. Di lengkung selendang sutra yang dikenakan manequin di etalase itu akan terlihat kepompong mungil yang bergeletaran pelan ketika perlahan-lahan retak terbuka dan muncul seekor kupu-kupu. Seekor kepik bersayap merah berbintik hitam tampak merayap di atas meja. Eceng gondok tumbuh di lantai yang digenangi air bening. Elevator itu menjadi tangga yang menuju rumah pohon di mana anak-anak berebutan ingin menaikinya. Ada rimpang menjalar di kaki-kaki kursi, bambu apus tumbuh di dekat pakaian yang dipajang. Cahaya jadi terlihat seperti sulur-sulur benang berjuntaian….


Betapa menyenangkan bila ia bisa menyaksikan itu semua karena ia memiliki mata bocah itu. Bila ia bisa memiliki mata itu, ia akan bisa melihat segalanya dengan berbeda sekaligus akan memiliki mata paling indah di dunia! Mungkin ia bisa menemui orang tua bocah itu baik-baik, menawarinya segepok uang agar mereka mau mendonorkan mata bocah itu buatnya. Atau ia bisa saja merayu bocah itu dengan sekotak cokelat. Apa pun akan Gustaf lakukan agar ia bisa memiliki mata itu. Bila perlu ia menculiknya. Terlalu banyak anak jalanan berkeliaran, dan pastilah tak seorang pun yang peduli bila salah satu dari mereka hilang.


Gustaf tersenyum. Ia sering mendengar cerita soal operasi ganti mata. Ia tinggal  datang ke Medical Eyes Centre untuk mengganti matanya dengan mata bocah itu!


Gustaf hanya perlu menghilang sekitar dua bulan untuk menjalani operasi dan perawatan penggantian matanya. Ia ingin ketika ia muncul kembali, semuanya sudah tampak sempurna. Tentu lebih menyenangkan bila tak seorang pun tahu kalau aku baru saja ganti mata, pikirnya. Orang-orang pasti akan terpesona begitu memandangi matanya. Semua orang akan memujinya memiliki mata paling indah yang bagai menyimpan dunia.


Pagi ketika Gustaf berangkat kerja dan terjebak rutin kemacetan perempatan jalan menjelang kantornya, ia melihat seorang bocah duduk bersimpuh di trotoar dengan tangan terjulur ke arah jalan. Kedua mata bocah itu kosong buta! Gustaf hanya memandangi bocah itu. Ia ingin membuka jendela, dan melemparkan recehan, tapi segera ia urungkan karena merasa percuma.


Ia melangkah melewati lobby perkantoran dengan langkah penuh kegembiraan ketika melihat setiap orang memandang ke arahnya. Beberapa orang malah terlihat melotot tak percaya. Gustaf yakin mereka kagum pada sepasang matanya. Gustaf terkesima memandang sekelilingnya….


Dengan gaya anggun Gustaf menuju lift.


Begitu lift itu tertutup, seorang perempuan yang tadi gemetaran memandangi Gustaf terlihat menghela napas, sambil berbicara kepada temannya.


”Kamu lihat mata tadi?” ”Ya.”


”Persis mata iblis!”


Jakarta, 2006.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : 100 Cara Menentukan Unsur Intrinsik Cerpen Dan Novel


Potongan-Potongan Cerita di Kartu Pos

Cerpen Agus Noor


SAYA mendapat beberapa kiriman kartu pos dari Agus Noor. Pada setiap kartu pos yang dikirimnya, ia menuliskan cerita -tepatnya potongan-potongan cerita- tentang Maiya. Berikut inilah cerita yang ditulisnya pada kartu pos-kartu pos itu:


Kartu Pos Pertama & Kedua


MAIYA terpesona melihat kemilau kalung manik-manik itu. Tak pernah Maiya melihat untaian kalung seindah itu. Pastilah dibuat oleh pengrajin yang teliti dan rapi. Ada juga anting-anting, bros dan gelang. Maiya menyangka semua perhiasan itu terbuat dari berlian.


“Ini bukan berlian, Nyonya,” jelas perempuan itu. “Ini manik-manik airmata…”


Maiya memandangi perempuan yang duduk bersimpuh di hadapannya. Mungkin usianya sekitar 35 tahunan. Kulitnya kecoklatan. Bedak tipis sedikit memulas kelelahan di wajahnya. Memakai rok terusan kembang-kembang, terlihat kucel, dan malu-malu. Saat tadi muncul menenteng tas abu-abu, dan tak beralas kaki, Maiya menyangka perempuan itu hendak minta sumbangan.


“Sungguh, Nyonya. Ini butir-butir airmata yang mengeras. Kami menyebutnya biji-biji airmata.  Seperti  butiran  beras  kering  berjatuhan  dari  kelopak  mata…”   Perempuan itu pun terus bercerita, membuat Maiya makin terpesona.


Kartu Pos Ketiga, Empat & Lima


SAAT Maiya datang ke arisan memakai kalung manik-manik itu, semua terbelalak memuji penampilannya yang chic. Maiya melirik ke arah Andien yang muncul menenteng tas koleksi terbaru Hermés -tapi tak seorang pun memujinya. Semua perhatian tersedot kalung manik-manik yang dikenakan Maiya. Membuat Mulan yang memakai bustier dan rok flouncy Louis Vuitton hanya bersandar iri menyaksikan Maiya jadi pusat perhatian. Dengan penuh gaya Maiya bercerita soal kalung manik- manik yang dikenakannya. Dan semua berdecak mendengarnya. “Begitulah yang dikatakan perempuan itu pada saya. Manik-manik ini berasal dari airmata.”


“Jadi itu manik-manik airmata?” tanya Mulan, terdengar sinis. “Jangan-jangan airmata buaya, ha ha…”


Andien ikut tertawa. Yang lain terus menyimak cerita Maiya.


“Lihat saja bentuknya, persis airmata yang menetes. Begitu halus. Bening. Berkilauan… Lebih indah kan ketimbang yang bermerek? Lagi pula gue emang nggak brand minded, kok!” Lalu Maiya melirik Mulan yang beringsut mengambil cocktail.


Dari jauh Andien dan Mulan memandangi Maiya.


“Ngapain juga mereka mau dengerin ceritanya yang nggak masuk akal itu,” cibir Mulan.


“Dia cuma cari perhatian,” ujar Andien. “Gue tahu kok, dia nggak bahagia. Sudah nggak lagi dapat perhatian. Dani mulai selingkuh…”


Mulan hanya mendengus.


Kartu Pos Keenam


DANI  hanya  tertawa  ketika  Maiya  memperlihatkan   kalung   manik-manik   itu.  “Di Tanah Abang juga banyak,” komentarnya pendek, sambil mematut diri di depan kaca, menyemprotkan parfum. Baru dua jam Dani balik ke rumah, kini hendak keluar lagi.


“Ini beda. Lihat deh…”


“Sorry, aku mesti pergi.” Lembut Dani mencium kening Maiya. Maiya ingin menahan. Ingin bercerita, betapa sejak ia punya kalung itu ia selalu mendengar suara tangis yang entah dari mana datangnya. Suara tangis yang bagai merembes dari dalam mimpinya. Tangis yang selalu didengarnya setiap malam, saat ia tidur sendirian. Maiya ingin menceritakan itu semua, tapi Dani sudah tergesa keluar menutup pintu kamar.


Kartu Pos Ketujuh


MOBIL meluncur pelan di bawah gemerlap malam.


“Tadi gue iri ama Maiya. Dia pakai kalung manik-manik. Bagus banget. Katanya terbuat dari airmata.”


“Ha ha.”

“Kamu beliin, ya?” “Nggak.”

“Beli di mana?” “Aku nggak beliin!”

“Kok aku nggak dibeliin?”


“Masa kamu nggak percaya. Aku bener-bener nggak beliin!”

Mulan diam, memandang jalanan yang bermandi cahaya. Segalanya terlihat berkilauan. Kota seperti akuarium raksasa yang digenangi cahaya. Dan ia seperti mengapung kesepian di dalamnya.


“Apa Maiya ngerasa soal kita, ya?”

Dani hanya diam, melirik Mulan yang bersandar di sampingnya. Sementara mobil terus meluncur pelan di bawah gemerlap malam.


Kartu Pos Kedelapan, Sembilan, Sepuluh & Sebelas


SUARA tangis itu mengalir menggenangi mimpinya. Dari segala penjuru, airmata mengalir membanjir menenggelamkan kota. Maiya seperti berada di kota bawah laut. Mobil-mobil menjelma terumbu karang. Orang-orang terlihat seperti ganggang. Suara tangis terus merembes dari gedung-gedung yang penuh lumut. Suara tangis itu juga menjelma gelembung-gelembung air yang keluar dari selokan yang mampet. Maiya menyelam bagai putri duyung dalam dongeng. Ia melihat suaminya terapung seperti gabus. Ia melihat kedua anak kembarnya menjelma ubur-ubur. Airmata telah menenggelamkan kota!


Dan di puncak Monas yang telah tenggelam dalam linangan airmata, Maiya melihat seorang penyair berdiri membaca puisi. “Tanah airmata tanah tumpah dukaku. Mata air airmata kami. Airmata tanah air kami… Di sinilah kami berdiri, menyanyikan airmata kami… Kemana pun melangkah, kalian pijak airmata kami… Kalian sudah terkepung, takkan bisa mengelak, takkan bisa ke mana pergi. Menyerahlah pada kedalaman airmata kami…”1 Suaranya perlahan meleleh dan mencair, menjelma gelombang airmata.


Saat tergeragap bangun, Maiya mendapati tubuhnya kebah. Suara tangis yang mengapung itu masih didengarnya. Maiya mengira itu tangis anaknya. Tapi ia mendapati Faizi dan Fauzi tertidur tenang di kamarnya. Tangis itu merembes dari balik dinding dan menggenangi ruangan. Maiya tercekat ketika memandangi kotak perhiasan di atas meja, di mana ia menyimpan kalung manik-maniknya. Tangis itu datang dari kotak perhiasan itu, seperti muncul dari gramafon tua.


Gemetar tak percaya, Maiya kembali naik ke tempat tidurnya. Lalu menyadari, tak ada Dani di ranjang. Perlahan ia mulai terisak.


Kartu Pos Keduabelas, Tigabelas & Empatbelas


“HAMPIR setiap malam aku mendengar tangis itu,” Maiya bercerita sambil bersandar ke pundak Andien. “Mungkin itu memang airmata purba yang berabad-abad terpendam dan menjadi fosil. Menjadi batu granit. Lalu mereka membikinnya jadi kalung manik-manik.”


Andien tersenyum, kemudian mengecup bibir Maiya pelan. Berciuman dengan Maiya seperti menikmati mayonnaise yang lembut dan gurih. Andien memandangi wajah Maiya yang mengingatkannya pada roti tawar yang diolesi mentega. Bertahun-tahun diam-diam menjalin hubungan dengan Maiya membuat Andien mengerti, saat ini Maiya membutuhkannya untuk menjadi seorang pendengar. Aroma chamomile yang menguar dalam kamar membuat Maiya perlahan lebih rileks. Andien tahu, Maiya belakangan makin terlihat rapuh. Mungkin karena perkawinannya dengan Dani yang sedang bermasalah, tapi berusaha ditutup-tutupi. Dan soal kalung manik-manik yang selalu dikatakannya terbuat dari airmata itu hanya kompensasi untuk menutupi kegelisahannya.


“Apa  kamu  juga  nggak  percaya?”  Maiya  menggeliat,   menatap   Andien.   “Mungkin itu memang manik-manik airmata. Kenapa tak kau buktikan saja sendiri? Kamu bisa cari alamat perempuan itu.”


Maiya mendekatkan kalung manik-manik itu ke telinga Andien, “Dengerin, deh…”


Andien merinding, ketika ada dingin yang mendesir, dan ia seperti mendengar isak tangis keluar dari kalung manik-manik yang berkilauan itu.


Kartu Pos Kelimabelas & Enambelas


INI perjalanan paling aneh, seperti mencari alamat yang tak ada dalam peta. Jalanan yang becek penuh lubang membuat mobil tak bisa masuk ke perkampungan itu. Bau kayu busuk dan tai kerbau membuat perut mual. Seseorang menunjuk arah yang ditanyakan Maiya dan Andien. Rumah itu reyot nyaris ambruk. Seperti semua rumah di perkampungan ini. Atap-atap rumbia yang melorot terlihat kelabu tertutup debu. Maiya meyakinkan diri, betapa ia tidak memasuki ruang dan waktu yang salah.


Sungguh, Maiya tak pernah menyangka bahwa ada tempat sebegini kumuh dan terbelakang. Ini dunia yang tak pernah ia lihat dalam majalah-majalah life style yang selalu dibacanya.


“Kita masih di Indonesia, kan?”

Andien nyaris tertawa mendengar perkataan Maiya. Tapi ia langsung menutup mulut ketika puluhan anak-anak kurus kumuh berperut buncit memandanginya dengan tatapan nanar.


Kartu Pos Ketujuhbelas, Delapanbelas & Sembilanbelas


MAIYA dan Andien duduk di bale-bale, mendengarkan laki-laki tua itu bercerita. Maiya segera tahu, laki-laki itu adalah yang dituakan di kampung ini.


“Kalian lihat sendiri anak-anak di sini. Kurus karena busung lapar. Bayi-bayi lahir sekarat. Ibu-ibu tak lagi bisa menyusui. Susu mereka kering. Kelaparan mengeringkan semua yang kami miliki. Mengeringkan airmata kami. Sudah lama kami tak bisa lagi memangis. Buat apa menangis? Tak akan ada yang mendengar tangisan kami. Bahkan begitu lahir, bayi-bayi di sini tak lagi menangis. Kami terbiasa menyimpan tangis  kami. Membiarkan tangis itu mengeras dalam kepahitan hidup kami. Mungkin karena itulah, perlahan-lahan tangisan kami mengristal jadi butiran airmata. Dan pada saat- saat kami menjadi begitu sedih, butir-butir airmata yang mengeras itu berjatuhan begitu saja dari kelopak mata kami.” Laki-laki tua itu menarik nafas pelan. “Kalian lihat sendiri…”


Maiya melihat ke pojok yang ditunjuk laki-laki tua itu. Di atas dipan tergolek bocah berperut busung. Tangan dan kakinya kurus pengkor. Mulutnya perot. Tulang-tulang iga bertonjolan. Matanya kering. Dan Maiya terpana ketika menyaksikan dari  sepasang mata bocah itu keluar berbutir airmata. Seperti biji-biji jagung yang berjatuhan dari sudut kelopaknya yang bengkak.


“Begitulah, kami mengumpulkan butian-butiran airmata kami. Kemudian kami menguntainya jadi bermacam kerajinan dan perhiasan. Dengan menjual manik-manik airmata itu kami bisa bertahan hidup.”


Andien meremas tangan Maiya yang terdiam memandangi butir-butir airmata yang


terus keluar dalam kelopak mata bocah itu. Terdengar bunyi kletik… kletik… ketika butir-butir airmata itu berjatuhan ke dalam baskom yang menampungnya.


Kartu Pos Keduapuluh


MALAM itu Maiya sendirian dalam kamar. Sudah dua hari Dani tak pulang. Rasanya ia ingin menangis. Tapi ia hanya berbaring gelisah di ranjang. Sesekali ia melirik ke meja riasnya, di mana tergeletak kalung manik-manik airmata itu. Ia kini mengerti, mengapa setiap malam ia mendengar suara tangis yang bagai menggenangi kamar. Setiap butir manik-manik airmata itu memang menyimpan tangisan yang ingin didengarkan.


Alangkah lega bila bisa menangis, desah Maiya sembari memejam mendengarkan lagu yang mengalun pelan dari stereo set yang ia putar berulang-ulang. Menangislah bila harus menangis…2 Sudah berapa lamakah ia tak lagi menangis? Mungkinkah bila ia terus menahan tangis, airmatanya juga akan membeku menjadi manik-manik airmata?


Kartu Pos Terakhir


KETIKA Maiya tertidur, ia merasakan ada bebutiran airmata perlahan jatuh bergulir dari pelupuk matanya yang membengkak…

***

TIGA bulan setelah menerima kartu pos terakhir, saya mendapat kiriman paket. Isinya kalung manik-manik yang begitu indah. Pada secarik kertas, Agus Noor menulis: Ini kalung manik-manik airmata Maiya.


Saya meremas surat itu, dan membuangnya. Saya pikir, setelah bercerai dengan Maiya, saya tak akan diganggu hal-hal konyol macam ini. Benarkah ini manik-manik airmata Maiya? Saya pandangi kalung manik-manik itu. Memang bentuknya seperti butiran airmata yang mengeras.


Mulan muncul dari dalam kamar, dan melihat kalung manik-manik yang tengah saya pandangi.


“Apa tuh, Dan?”

“Ehmm…” Saya tersenyum, memeluk pinggang Mulan. “Ini aku beliin kalung buat kamu.”

***

Jakarta, 2006


Sirkus

Cerpen Agus Noor


ROMBONGAN sirkus itu muncul ke kota kami….


Gempita tetabuhan yang menandai kedatangan mereka membuat kami–anak-anak yang lagi asyik bermain jet-skateboard–langsung menghambur menuju gerbang kota. Rombongan sirkus itu muncul dari balik cakrawala. Debu mengepul ketika roda-roda kereta karnaval berderak menuju kota kami. Dari kejauhan panji-panji warna-warni terlihat meliuk-liuk mengikuti musik yang membahana. Dan kami berteriak-teriak gembira, “Sirkus! Sirkus! Horeee!!!”


Sungguh beruntung kami bisa melihat rombongan sirkus itu. Mereka seperti nasib  baik yang tak bisa diduga atau diharap-harapkan kedatangannya. Rombongan sirkus itu akan datang ke satu kota bila memang mereka ingin datang, menggelar pertunjukan semalam, kemudian segera melanjutkan perjalanan. Rombongan sirkus itu layaknya kafilah pengembara yang terus-menerus mengelilingi dunia, melintasi benua demi benua, menyeberangi lautan dan hutan-hutan, menembus waktu entah sejak kapan.


Kisah-kisah ajaib tentang mereka sering kami dengar, serupa dongeng yang melambungkan fantasi kami. Banyak yang percaya, sirkus itu ada sejak mula sabda. Merekalah arak-arakan sirkus pertama yang mengiringi perjalanan Adam dan Eva dari firdaus ke dunia. Mereka legenda yang terus hidup dari zaman ke zaman. Ada yang percaya. Ada yang tidak. Karena memang tak setiap orang pernah melihatnya. Sirkus itu tak akan mungkin kau temukan meskipun kau telah tanpa lelah terus memburunya hingga seluruh ceruk semesta. Bukan kau yang berhasil menemukan rombongan sirkus itu. Tapi merekalah yang mendatangimu. Dan itulah keberuntungan. Merekalah sirkus gaib berkereta nasib. Kau hanya dapat berharap diberkahi bintang terang untuk bisa melihatnya. Banyak orang hanya bisa mendengar gema gempita suara kedatangan mereka melintasi kota, tapi tak bisa melihat wujudnya. Orang-orang yang tak diberkati keberuntungan itu hanya mendengar suara arak-arakan mengapung di udara yang makin lama makin sayup menjauh….


Beruntunglah siapa pun yang dikaruniai kesempatan menyaksikan bermacam atraksi dan keajaiban sirkus itu. Menyaksikan para hobbit bermain bola api melintasi tali, centaur dan minotour, mumi Tutankhamun yang akan meramal nasibmu dengan kartu tarot; peri, Orc, Gollum, unta yang berjalan menembus lubang jarum; mambang, kadal terbang Kuehneosaurus – bermacam makhluk yang kau kira hanya bisa kau temui dalam dongeng.


Kami belum pernah melihat sirkus itu. Tapi kami yakin kalau yang muncul dari balik cakrawala itu memang rombongan sirkus yang melegenda itu. Kami bisa mengenali dari riang rampak rebana dan lengking nafiri yang menyertai kemunculannya. Gempita tetabuhan itu bagai muncul dari kenangan kami yang paling purba.


Rasanya, di kota kami, hanya satu orang yang pernah melihat sirkus itu. Peter Tua yang tak henti bercerita, bagaimana lima tahun lalu ketika ia berada di New Orleans– sehari setelah kota itu dilanda badai Katrina untuk kesekian kalinya–ia menyaksikan rombongan sirkus itu muncul dan waktu seperti beringsut mundur: mendadak semua benda porak-poranda yang dilintasi rombongan sirkus itu langsung untuk kembali. Reruntuh puing rumah perlahan saling rekat, gedung-gedung yang roboh kembali tegak, debu lengket pada dinding, lumpur surut ke sungai, kaca-kaca pecah jadi utuh seperti sediakala. Peter Tua selalu menceritakan peristiwa itu dengan mata menyala- nyala.


Dan kini, betapa beruntungnya, rombongan sirkus itu singgah di kota kami.

***

SEKETIKA, kami–seluruh warga Oklahoma–berjajar sepanjang jalan mengelu-elukan rombongan sirkus yang bergerak pelan memasuki kota. Kami menyaksikan selusin kurcaci menari-nari di atas kereta karavan, singa berambut api yang rebahan setengah mengantuk di kandang. Dan itu…, lihat! Dumbledore! Memakai jubah dan topi penyihir warna ungu gemerlapan, berkacamata bulan separuh, tersenyum melambai- lambaikan tangan. Konfeti serangga mendadak berhamburan. Semua orang bersorak riang. Karnaval keajaiban terus mengalir. Badut-badut. Penari ular. Putri duyung berkalung mutiara air mata. Astaga, kami bahkan menyaksikan Hippogriff, unicorn, Aragog, burung phoenix yang lahir kembali dari abu tubuhnya, beberapa ekor pixie mungil, Dementor yang telah dijinakkan, serimbun perdu wolfsbane yang terus melolong–lolong, bola Bludger, sapu terbang Nimbus–semua yang bertahun lampau hanya bisa dibaca di buku cerita klasik Harry Potter.


Kemudian kami melihat raksasa troll berkepala empat, yang tiap kepala menghadap ke satu penjuru mata angin, beruar-uar sambil memukuli canang, “Saksikan! Keajaiban manusia terbang! Grrhhhhh Terbang! Manusia terbang! Manusia terbang! Saksikan!

Grrhhhh…. “


Kami bersorak. Kami bersorai.

***

INILAH malam paling menakjubkan dalam hidup kami yang fana. Kami memenuhi tenda raksasa, yang sepertinya tiba-tiba sudah berdiri begitu saja di tengah kota. Keriangan mengalir seperti cahaya yang menjelma sungai fantasi. Bermacam akrobat atraksi pertunjukan membuat kami seperti tersihir, seakan-akan kebahagiaan ini tak akan pernah berakhir. Lima kuda sembrani berputaran. Kembang api naga. Kungfu pisau terbang. Bayi bersayap jelita. Kami begitu diluapi ketakjuban dan berharap semoga semua keajaiban yang kami saksikan tak akan pernah berakhir, ketika seorang gipsi tua tukang cerita muncul ke tengah arena.


“Saya akan menghantar Anda ke pertunjukan utama. Keajaiban yang kalian nanti- nantikan. Tapi, terlebih dulu, izinkan hamba bercerita.”


Ia merentangkan tangan, hingga semua terdiam.


“Dari zaman ke zaman sirkus kami memperlihatkan bermacam keajaiban, yang hamba harap, bisa memberi sedikit pencerahan. Apalah guna keajaiban, bila semua itu tidak membuat Anda jadi makin menyadari betapa mulia dan berharganya hidup  ini. Seperti yang terjadi pada manusia terbang ini. Kami menemukannya bertahun lalu, selepas melintas Samudra Hindia. Kami tiba di Flores, Nusa Tenggara. Dan kami melihatnya, makhluk-makhluk malang itu! Melayang-layang di antara reruncing stalaktit gua kapur Liang Bua. Kami mula-mula menduga, itu kalong raksasa.” Gipsi tua itu sejenak menarik nafas dalam-dalam, sampai kemudian ia menghembuskannya sembari berteriak, “Ternyata manusia!”


“Aku tahu!” seorang penonton berteriak memotong, “Itu pasti Homo Floresiensis.”


Gipsi tua itu tersenyum sabar, “Ini spesies Homo sapiens yang lebih modern. Kita  tahu, sampai saat ini tak ada satu manusia modern pun yang bisa terbang. Kecuali dengan bantuan mesin. Namun, kali ini Anda akan menyaksikan sendiri manusia- manusia yang bisa terbang melayang-layang!! Selamat menyaksikan “


Musik membahana. Cahaya tumpah ke arena. Dari kotak-kotak yang mulai terbuka perlahan bermunculan tubuh-tubuh yang begitu ringan, seperti ular keluar dari keranjang. Tubuh-tubuh itu melenting ringan, mengapung mengambang seperti balon gas yang membumbung. Di pinggang mereka ada sabuk berkait yang diikat sejuntai tali, di mana masing-masing tali itu dipegangi satu orang kate bertopi kerucut. Sesekali ada yang membumbung sampai nempel di langit-langit tenda, dan segera orang kate yang memegangi tali itu menariknya turun. Orang-orang kate itu berlarian berputar- putar, persis kanak-kanak yang gembira dengan balon warna-warni di tangan mereka.


“Kami terpaksa mengikat mereka. Bila tidak, mereka akan membumbung terusss ,

lenyap ke langit. Mungkin ke surga. Sudah jutaan yang lenyap, seperti generasi yang menguap. Yang tersisa memilih tinggal di gua-gua. Di situlah, kami menemukan mereka. ” Gipsi tua itu terus bercerita.


Kami terpana didera kengerian dan perasaan hampa. Ada yang ganjil dari orang-orang yang melayang-layang itu. Mulut mereka kosong setengah terbuka. Kulit cokelat- kusam mereka terlihat seperti buah sawo matang yang mulai membusuk. Sampai kami menyadari, sesungguhnya mereka tak bisa terbang, tapi hanya melayang-layang. Gerangan apakah yang membuat mereka jadi seperti itu? Mata mereka penuh kesedihan. Ini keajaiban ataukah kesengsaraan? Lidah kami pahit, dan kami mulai terisak. Di barisan depan, gadis-gadis menunduk tak tega. Seorang ibu dengan gemetar memeluk anaknya. Nenek bergaun hijau terisak sebak. Seperti ada kesenduan yang pelan-pelan menangkupi kami. Ya, kami, kami disesah kesedihan yang sama. Kami semua, semua…juga aku! Aku yang turut menyaksikan pertunjukan itu dan menceritakan semua ini kepadamu.


Aku melirik Mom dan Dad, yang duduk di sebelahku. Mom mengatup dan memejam. Dad terlihat menahan tangis…

***

ROMBONGAN sirkus itu telah pergi. Mungkin sekarang di Montana atau Wisconsin atau Toronto atau terus melintasi Teluk Hudson, Laut Labrador, Green Land sampai Kutub Utara. Tapi aku selalu terkenang sirkus itu. Teringat manusia-manusia terbang itu: kulit sawo matangnya, hidungnya yang kecil. Mirip aku.


Aku hanya diam bila kini teman-teman sekolah sering meledekku. “Hai, lihat itu keturunan manusia terbang”, dan serentak mereka tertawa bila aku melintas. Hanya karena kulitku cokelat, dan rambutku tak pirang seperti mereka. Aku tak marah, hanya merasa geli dan agak jijik dipersamakan seperti itu. Rasanya tubuhku jadi seperti dihuni makhluk ganjil. Mom menegurku, karena belakangan sering melamun. Kubilang, aku baik-baik saja. Sampai suatu malam Dad mengajakku rebahan di atap loteng. Agak lama kami hanya diam memandangi bintang-bintang


“Kamu memikirkan manusia-manusia terbang itu, kan?” Dad menepuk bahuku. Aku terus diam.

“Baiklah, Nak. Sudah saatnya kuceritakan rahasia ini padamu. Mereka berasal dari negeri yang telah collapse puluhan tahun lalu. Negeri yang terus-menerus dilanda kerusuhan. karena para pemimpinnya selalu bertengkar. Kerusuhan  sepertinya sengaja dibudidayakan. Perang saudara meletus. Flu burung mengganas. Rakyat kelaparan sengsara. Sementara minyak mahal, dan langka. Orang-orang harus antre dan berkelahi untuk mendapatkan minyak, juga air bersih dan beras. Pengangguran tak bisa diatasi. Bangkai terbengkelai. Lebih dari 23 juta balita menderita kekurangan gizi. Terserang folio, lumpuh layuh, busung lapar. Menderita marasmik kuasiorkor akut. Otak balita-balita itu menyusut. Terkorak mereka kopong. Perut busung. Bahkan tak ada akar yang bisa mereka makan. Sebab tanah, hutan, sungai dan teluk rusak parah tercemar limbah. Karena tak ada lagi yang bisa dimakan, orang-orang kelaparan itu pun mulai belajar menyantap angin. Bertahun-tahun, paru-paru dan perut mereka hanya berisi angin hingga tubuh mereka makin mengembung dan terus mengembung, seperti balon yang dipompa. Jadi begitulah, Nak. Seperti yang kau lihat di sirkus, mereka sesungguhnya tak bisa terbang, tapi melayang-layang karena kepala dan  tubuh mereka kosong “


Napas Dad terdengar merendah. Aku seperti merasa ada yang perlahan pecah dan tumpah.


“By the way…, ada juga penduduk negeri itu yang bisa menyelamatkan diri. Yakni sebagian kecil mereka yang pergi mencari jazirah baru dengan menjadi manusia perahu, seperti orang-orang Vietnam. Terombang-ambing di samudra, dan terdampar menjadi imigran. Salah satu dari para imigran itu, tak lain ialah kakekmu. Kamu wangsa pendatang, Nak. That’s why your skin not fair and your hair not blond like your friends that mock you. “


Dad terisak. Aku menatap langit. Berharap melihat tubuh-tubuh gembung busung itu melayang di antara bintang-bintang. Semoga, seperti kata gipsi tua itu, mereka memang menuju surga….


Jakarta, 2005

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Pengertian Sastra Menurut 15 Para Ahli Dan KBBI


Cekokiah

Cerpen Beni Setia


LIMA tahun lalu mereka bertengkar berkepanjangan, sebelum Ina mau menerima ide berhenti bekerja dan mempersiapkan diri untuk hamil – punya anak. Pertengkaran yang dimulai di pembaringan, dilanjutkan sebangun tidur, ketika sarapan, saat naik mobil, ketika pisah di halaman kantor Ina, saat menjemput Ina, ketika menonton TV, dan ketika mau tidur beradu punggung. Bahkan, seminggu kemudian, ketika berserentak berpura-pura bersenggolan sambil serentak masing-masing melengos membuang bayangan anak yang diuleni saat itu. Berkali-kali.


“Tapi aku tidak terbiasa tinggal di rumah tanpa melakukan apa-apa,” kata Ina membantah dengan kalimat baku buat menunjukkan penolakan formal. Berkali-kali, seperti membaca mantra penyihir untuk mengubah batu jadi apel, daun jadi duit seribu rupiah, dan orang jadi gagak. Setengah frustasi karena yakin tak mungkin akan ada perubahan sesuai ilusi dari kenyataan yang mengada – telah lima tahun mereka menikah, dengan ikrar utama ingin secepatnya beranak. Ya!


“Aku biasa sibuk,” kata Ina, terisak-isak – pada akhirnya. Muksin merangkul Ina dan lembut membelainya. Mengecupi bibirnya, dengan sentuhan ringan yang berulang, seperti arus listrik dinamo menghidupkan sipat magnetik di besi batangan lewat arus di lilitan kawat. Berulang dan makin lama panjang melekat dan kelekatannya, seiring reaksi Ina. Yang percaya pada kalimat dr Kulanter Tengtong, kalau kualitas sperma Muksin dan daya renangnya prima, kalau sel telur, keasaman mulut rahim dan rongga rahimnya Ina kondusif untuk hamil. Ya, tapi kenapa tak ada kehamilan?

* * *

MEREKA bercinta dan bermesra, atau bermesra dan bercinta, seperti setengah hari lagi dunia kiamat. Kapanpun, lepas kerja, dan terutama di akhir pekan, mereka bermesra dan bercinta – bahkan tanpa pembaringan -, karena sete-ngah hari lagi tokh akan kiamat. Dan kalau itu terjadi tahun depan, pada saatnya: mereka nanti sudah punya anak. Tapi Ina tidak pernah hamil. Karena itu mereka pindah konsultasi ke dr Pong Kettipong, yang menganjurkan agar mereka menngurangi frekuensi bercinta, mengurangi kegiatan kerja agar tak terlalu cape, dan mempersiapkan diri untuk precintaan pada masa puncak kesuburan Ina.


Kini hari-hari mereka ditempuh dengan petunjuk dan perhitungan primbon kalender Ogino-Knaus, berlatih untuk memastikan dan menuruti petunjuk Keefe, Billings dan Mittelschmerz, dan berpraktek untuk memastikan peningkatan suhu basal tubuh Ina, kelimpahan lendir rahim, dan perubahan jaringan dan cervix. Sementara itu lukisan panorama di dinding kamar diganti dengan diagram ovulasi Dr J.A. Menezes, Dr Josef Rotzer, dan seterusnya – mengalahkan klinik KB bidan Istoolat. Tapi meski posisi Ina di atas agar jarak ke mulut rahim memendek dan semburan menderas – yang dipicu berpantang tiga minggu -, bahkan ditambah mantra yang diawali shalat malam, dzikir, dan puasa Daud: tidak sekalipun ada gejala hamil. Mensturasi Ina lancar terus. Deras seperti kran PDAM.


“Apa takdir kita harus sebatangkara?”

“Mungkin harus dipancing dengan anak pungut?” “Kenapa nggak istri pungut? Gendakan?”


“Aku serius, Ina,” kata Muksin. Ina tersedu. Muksin merangkul dan perlahan melembutinya. Itu hari Sabtu, satu hari setelah Ina memenuhi jadwal rutin bulanannya

– mensturasi yang ketiga puluh lima di tahun ketiga mereka mengikuti petunjuk dr Pong Kettipong. Dan bagai batang besi yang dililiti kawat, tapi lama tak dialiri arus listrik, sipat magnetik Ina bangkit dan berinkarnasi sebagai si kekasih yang dikutuk setengah hari lagi dunia kiamat. Malam itu mereka bermesra tanpa bercinta, berbisik- gurau sampai hari berganti dan malam berikut datang. Bermesra sambil masak, makan, mencuci, mandi dan tidur tanpa bercinta.

* * *

LIMA hari kemudian mereka kembali ke pakem awal, bermesra dan bercinta, bercinta dan bermesra seperti dunia akan kiamat setengah hari lagi. Lantas bagaimana bila dunia kiamat tanpa sempat punya anak? “Emangnye gue pikirin?” kata Ina, dan Muksin manggut-manggut sambil membayangkan Rod Stewart menyeruak serak, “I Don’t Want to Talk About It”. Bahkan, di tahun berikutnya, Ina minta izin untuk kembali bekerja. Usaha yang sangat gampang, karena Ina punya relasi dan Muksinpun punya jabatan. Sehingga kemesraan si pengantin baru yang selalu romantis menyelenggarakan honey moon di setiap momentum seperti sembilan tahun lalu terulang. Berentet tak ada habisnya.


“Kita tak akan punya anak,” kata Muksin sambil tersenyum dan berguman ikut Pahama menyenandungkan “Kidung” di radio mobil. Ina cuma tersenyum, tanpa marah dan tersinggung ditakdirkan jadi perempuan yang tidak akan punya anak. Mereka percaya garis nasib, semacam jalan tol yang terbuka untuk ditempuh dengan menikmati apa-apa saja yang tiba-tiba menyeruak dan menggejala di sekitar mereka. Dan memang kegiatan mereka kini, tiap akhir pekan: traveling .ke luar kota dan bersantai di mana saja. Selalu bermesra di mobil lalu mampir ke sembarang hotel dan losmen untuk bercinta tanpa takut dirazia polisi susila. Bu-kankah mereka suami-istri, yang berpergian dengan membawa STNK, BPKB, SIM, KTP, kartu kredit, kartu debit dan surat nikah? Lengkap. Bermartabat.


Sampai satu malam, sehabis bermesra selama empat jam dalam perjalanan panjang dari Surabaya, seusai bercinta di sebuah villa di tepi danau di Sarangan yang dingin – setelah masing-masing menghabiskan lima belas tusuk sate kelinci -: Ina terjaga. Tersentak ditindih Muksin, yang memegang telor ayam cangkang putih. Ina memberontak, tapi kakinya dipegang oleh bapak dan bapak mertuanya. Muksin tertawa. Ibunya dan ibu mertuanya, sambil menindih tangannya berusaha mengangakan mulut. Tanpa senyuman Muksin memasukkan cairan telor – setelah cangkangnya dipecah di ujung ranjang. Ina terbelalak saat cairan telor itu me-rasuk kerongkongan dan mencercah lambung, membangkitkan kontraksi mual. Ina berteriak. Tersentak. Terjaga. Celingukan dalam dingin tak berpakaian. Lalu menyelusup ke balik selimut dan hangat tubuh Muksin.


“Aku mimpi dicekoki telor mentah,” kata Ina, mual-mual, pagi-pagi ketika bangun terlambat. Muksin, sambil membaca koran pagi, tersenyum. Mengecupnya. “Oleh siapa? Aku?” katanya. Ina tersentak. Ina tersipu. Lalu pura-pura sigap meraih nasi pecel dan membuka bungkusan sate kelinci yang sudah dibeli Muksin dari kios di tepi telaga. Siangnya Ina makan nasi kelinci. Malamnya Ina makan sate kelinci. Dan paginya, sebelum pulang, kembali sarapan sate kelinci. Bahkan memesan lima puluh tusuk sate kelinci, yang dimakan tanpa nasi, sampai habis dalam perjalanan pulang ke Surabaya. Muksin melirik.


“Masih trauma mimpi dicekoki?” “Ya,”

“Kenapa?”


“Anu, telornya amis – telor ayam kampung sih,” gumannya. Lalu bungkam, karena perutnya melilit-lilit. Seakan-akan irisan daging kelici dari lima puluh tusuk sate itu, yang hancur oleh enzim dalam lambung itu, bergabung dan membentuk sesosok kelinci kloning yang mencari jalan ke luar. Meloncat-loncat. Memanjat. Merangkak sampai di pangkal kerongkongan. Ina pening – mual. Ina ingin muntah. Dan memang muntah ketika mobil sampai di rumah, dan Muksin turun membuka pintu halaman. Tubuhnya dingin. Muksin gopoh membimbingnya masuk. Memijit kuduknya. Membalur tubuhnya dengan minyak kayu putih. Membuat minum hangat ketika Ina kembali muntah. Tubuhnya dingin. Menggigil di tempat tidur. Meringkuk bagai tahanan politik.

* * *

PAGINYA Ina tidak ke kantor. Ia ingin ke dokter, tapi menyuruh Muksin tetap ke kantor, dan baru lima menit Muksin tiba Ina sudah menelepon: minta dicarikan asinan kedongdong. Saat Muksin pulang dengan asinan kedondong itu Ina malam menangis minta dibelikan sate kelinci dari Sarangan. Muksin gopoh melarikan mobil ke Sarangan, dan pulang lagi dengan lima puluh tusuk sate kelinci. Ina tertawa, ia memakan sate kelinci itu, satu demi satu tanpa nasi. Pada tusuk sate yang ketiga puluh tiga ia mendelik, lalu bergegas lari ke WC untuk muntah. Muksin tergagap mengajaknya ke dokter, ke RS. Ina menggeleng dan mulai menekuni sisa sate kelinci. Malamnya ia minta pukis Banyumas. Paginya ia minta tahu campur Lamongan, yang bakul nyamangkal di gerbang Mandedadi.


“Ada apa ini?”


Ina menggeleng. Dan, tidak seperti biasanya, ia mulai menangis, sehingga Muksin gopoh berangkat ke Lamongan. Di jalan ia menelon Ibunya dan ibunya tertawa. “Kamu mungkin jadi bapak,” katanya. Muksin tak percaya. Ia menelepon ibu mertuanya dan mendapat jawaban yang sama. Ia tak percaya. Ia meneleponi semua temannya dan mendapat jawaban yang serupa. Ia ingin menelepon lagi tapi pulsa HP- nya habis. Ia membeli lima porsi tahu campur dan bergegas pulang. Di rumah ia melihat Ibu dan Mertuanya tertawa menyambut kegopohan dan kepanikannya. Tapi benarkah Ina hamil? Benarkah Ina nyidam? Muksim tak yakin, ia masih harus menunggu tujuh hari, sampai jadwal mensturasi Ina tiba.

Baca Juga Artikel yang Mungkin Terkait : Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia


2. Contoh Cerpen Pendidikan

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


Semua Berawal Dari Mimpi

Penulis ; Hanif Nurmajid

Tidak seperti biasanya hari ini pasienku sangat  ramai, banyak pasienku yang menderita penyakit demam berdarah, walaupun sedikit lelah tetapi aku harus melayani pasien dengan baik, karena itu adalah tanggung jawabku sebagai dokter. Aku sangat senang dengan profesi ku saat ini karena bisa membantu dan menolong banyak orang.


Suatu ketika ada seorang nenek datang ke rumahku, saat itu waktu menunjukkan pukul 01:00 WIB dan aku pun sedang tertidur  lelap, ia meminta tolong untuk memeriksa cucunya menderita demam tinggi.


“ assalamualaikum pak dokter “ sambil mengetuk pintu rumah.


“ waalaikumsallam, ada apa  Nek ? Ada yang bisa saya bantu?  “ jawabku.


“ tolong cucu saya dok, demamnya ga turun-turun dari kemarin. “  sahut nenek dengan perasaan panik.


“ kenapa ga di bawa ke rumah sakit Nek ? “ tanya aku.


“ saya ga punya uang pak “ jawab nenek.


Dan aku akhirnya memeriksa cucu nenek tersebut, lalu aku kasih obat penurun demam.


“ terimakasih dok, saya hanya uang  segini. “ kata nenek sambil memegang uang Rp 15000


“ sama sama nek , ga usah uangnya simpan saja, saya ikhlas kok nek, sudah kewajiban saya membantu orang lain  “ jawab aku.


Tiba-tiba terdengar suara ‘kriiiiing kriiing”, ternya itu suara alarm jam dan aku pun terbangun dari  tidurku.


“ waaaah ternyata semua itu hanya mimpi  “ kata aku.


Aku adalah siswa kelas 2 SMA, cita-cita ku memang ingin menjadi dokter, alasan aku ingin menjadi dokter adalah ingin menolong orang yang tidak mampu, sama seperti ku ayahku hanya seorang petani dan ibuku seorang pembantu rumah  tangga, itulah yang menyebabkan aku ingin menjadi dokter dan menjadi orang yang sukses.


Suatu hari hari ayahku jatuh sakit dan terpaksa tidak bisa bekerja menafkahi keluarga, aku sempat ingin berhenti sekolah dan Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi ibuku melarang ku untuk berhenti sekolah.


“Bu lebih baik aku berhenti sekolah saja dan Bekerja, aku tidak tega melihat ibu bekerja sangat keras untuk memenuhi biaya berobat ayah dan sekolah ku “ kata aku.


“ jangan nak ibu masih mampu membiayai berobat ayah dan sekolah  mu, kamu harus punya cita-cita yang tinggi dan jadi orang  sukses, kamu fokus aja belajar jangan pikirkan biaya sekolah, itu adalah tanggung jawab ibu dan ayah  “ jawab ibuku


Perkataan ibu itulah yang membuat aku semangat dalam belajar.


Tidak terasa aku sudah duduk dikelas 3 SMA, disini aku berfikir tentang masalah biaya perkuliahan kedokteran sangat lah mahal, dan orang tua ku tidak akan mungkin bisa membiayai karena biayanya mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Aku pun sangat bingung memikirkan masalah itu, beruntung aku mempunyai seorang guru yang sangat peduli padaku, beliau selalu memotivasi dan membantu ku, namanya Bu Dewi, seorang guru biologi, beliau sangat mendukung ku untuk melanjutkan kuliah kedokteran, karena, katanya aku sangat berprestasi di sekolah, beliau selalu memberikan informasi tentang beasiswa.


Singkat cerita, aku berhasil lulus dari SMA dan mendapatkan nilai yang memuaskan, aku pun berhasil diterima di universitas ternamaI di Indonesia  fakultas orang tua ku sangat bangga atas pencapaian ku saat  ini, orang tuaku selalu berpesan kepada ku agar kelak aku menjadi orang yang sukses jangan sombong dan tetap rendah hati. Perkataan itu selalu berbekas dikepala ku.


Setelah beberapa tahun aku pun lulus dan menjadi seorang dokter, sungguh perjalanan yang tidak mudah untuk mencapai semua ini, aku percaya bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil. Dan mimpiku menjadi kenyataan.


“AYO BERANGKAT SEKOLAH”

Mentari telah terbit di ufuk timur. Tapi Faisal masih saja tak beranjak dari tempat tidurnya. Burung-burung berkicauan menambah indahnya suasana pagi itu. Mentari semakin meninggi dan terlihat pagi ini sangat cerah.


Faisal adalah murid kelas VII di SMP bina harapan. Ia tampak malas untuk bangun, padahal hari ini adalah hari selasa yang artinya ia harus berangkat ke sekolah. Ibunya lekas membangunkan Faisal karena jam telah menunjukkan jam 6.15.


Tapi ia tampak malas untuk bangun dan tak mau untuk sekolah lagi. Ibunya membangunkan Faisal tetapi ia masih saja berbaring di tempat tidur. “Faisal tidak mau sekolah lagi bu,” jawab Faisal sambil menggeliat.


Ibunya bingung dengan sikap Faisal, padalah ia adalah anak rajin dan pandai di sekolah. “Kalau Faisal tidak sekolah, besuk mau jadi apa? Apa tidak kasihan dengan ibu?”, tanya ibunya. “Tapi pendidikan saat ini sudah rusak bu, hanya orang-orang kaya yang mendapat pelayanan baik dari sekolah, sedangkan orang-orang miskin seperti kita sering dianggap bodoh dan nakal. Beasiswa juga hanya diberikan pada anak-anak pandai saja, lantas dimana tugas pendidikan untuk merubah sikap dan perilaku menjadi lebih baik bu? Akibat biaya pendidikan yang mahal sekarang ini, banyak pejabat yang korupsi dan akhirnya akan melahirkan koruptor-koruptor baru. Jadi apa gunanya Faisal sekolah lagi bu?”, bantah Faisal.


“Jadi Faisal prihatin dengan kondisi pendidikan saat ini? Lantas apa yang ingin Faisal lakukan untuk mengubahnya?”, Tanya ibu. “Ya Faisal ingin mengubah sistem pendidikan di negara ini bu”. “Lantas bagaimana cara Faisal mewujudkan cita-cita tersebut?”, Ibu kembali bertanya. “Ya dengan sekolah yang baik bu,” jawab Faisal. “Nah itu Faisal tau. Sekarang lekas mandi dan berangkat ke sekolah ya nak”.


Akhirnya Faisal mau berangkat ke sekolah. Ibunya pun merasa lega anaknya mau berangkat kesekolah lagi. Beberapa menit kemudian Faisal sudah siap berangkat ke sekolah dan berpamitan kepada ibunya.


Si Miskin Bersekolah

Oleh Indah Tri Lestari


Sudah delapan bulan yahya masih saja teringat dengan ayah nya yang meninggal karena kanker yang dideritanya, Yahya adalah anak petani buta huruf yang harus memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhannya.


Kini Yahya hanya tinggal bersama dengan ibunda tercintanya. Tinggal di gubuk bambu yang sangat minim dan harus melakukan lagi renovasi. Di desa Pagarbanyu, dan pada saat itu belum ada listrik di desa tersebut.


Pada saat malam Yahya hanya bisa membaca buku yang ditemukan d tumpukan tempat sampah pinggir sekolah dan hanya di sinari oleh lampu minyak yang memberikan cahaya merah di mukanya.


Sedangkan ibunya yang selalu menemani sang anak tercinta dengan menyanding sepotong obat nyamuk bakar agar anaknya dapat fokus dalam membacanya.


Pagi itu, Yahya ingin sekali bersekolah, tetapi dengan kondisi keuangan yang tidak mencukupi, yahya sementara itu tidak bisa melanjutkan sekolah. Ibunya yang sehari-hari mencari nafkah dengan bekerja di sawah milik juragan Toni.


“Bu kapan aku bisa sekolah seperti teman-teman yang lain?” kata Yahya dengan menatap ibunya dengan penuh harapan. “Sabar ya nak, nanti kalau tabungan ibu udah cukup buat biaya sekolah yahya . secepatnya Yahya bisa sekolah..” katanya.


Dengan melihat ibunya bekerja keras demi membantu ekonomi keluarganya, Yahya hanya bisa membantu ibunya bekerja disawah.


Semenjak ayahnya meninggal ekonomi keluarga bu Saji tidak stabil. Sehingga membuat mereka berusaha keras mengumpulkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan berharap mendapatkan rezeki lebih agar Yahya bisa sekolah kembali.


Yahya pun tidak sekedar membantu ibunya di sawah, tetapi juga dia memilih untuk berjualan Koran. Ketika Yahya menjajakan korannya, tidak menyangka dia bertemu dengan temannya yang bernama Difa dia anak salah satu guru.


Dengan melihat Difa sudah memakai seragam sekolah yang rapi dan lengkap dengan membawa tas dan tak lupa membawa bekal makan siang – Cerpen Tema Pendidikan tentang Sekolah. Yahya merasa iri hati melihat Difa yang bisa bersekolah dan mempunyai banyak teman.


“Yahya aku berangkat sekolah dulu ya, takut telat ada upacara bendera” kata Difa sambil bergegas berangkat dan meninggalkan Yahya. “Ohhh.. iya Difa, hati-hati di jalan ya..” menatap Difa dengan merasa sedih.


Yahya pun bergegas pulang dan menemui ibunya yang sedang bersiap untuk pergi bekerja, “Buu.. kenapa si hidup kita miskin, kenapa aku engga bisa seperti teman yang lain,?? coba aja ayah belum meniggal, pasti Yahya sekarang ini biasa sekolah bu..” kata yahya dengan penuh amarah dan emosi kepada ibunya.


Ibunya tidak merespon perkataan Yahya yang hanya akan sia-sia bila di jelaskan karena Yahya masih belum bisa mengikhlaskan kepergian ayahnya.


Kemudian ibunya laju pergi untuk bekerja disawah. Begitu amat kesal akhirnya Yahya pergi dan duduuk dibawah pohon rindang.


Sani datang untuk menemui Yahya, dan mengajak Yahya untuk menjajakan Koran di sekitar terminal. Seperti biasa dengan semangat yang luar biasa mereka benar-benar tak merasakan lelah, meskipun terik matahari siang itu begitu terasa kulit.


Mereka masih tetap semangat dan termotivasi untuk mengumpulkan uang yang banyak. Agar bisa melanjutkan sekolah dan mewujudkan cita-cita.


Sambil menjajakan Koran Sani bertanya kepada Yahya “Emang cita-citamu pengen jadi apa sobat ?”. “Ada deh, mau tau aja ..” Yahya tertawa melihat wajah sani yang amat penasaran. Sani pun masih tetap bersih keras menanyakan cita-cita Yayha. Tetapi Yahya masih tetap tidak mau memberitahu Sani.


Setelah menjajakan Koran Yahya dan sani melanjutkan untuk mengamen. Mereka ingin mendapatkan penghasilan lebih. Tak disangka sebuah mobil menyerempet Yahya dari belakang, Yahya pun jatuh tersungkur.


Kemudian keluarlah Bu Indah dari mobilnya. Dan mengajak Yahya untuk pergi kerumah sakit tetapi Yahya menolak. Dan Sani keget melihat kaki Yahya memerah dan bengkak, Bu Indah pun langsung membawa Yahya ke rumahnya untuk diberi obat.


Sesampainya di rumah Bu Indah menyuruh pembantunya untuk merawat Yahya yang kakinya kesleo dan bengkak itu.


Kemudian Bu Indah bertanya kepada Yahya dan Sani. “mengapa kalian berada di jalan waktu pagi-pagi? Apakah kaliat tidak sekolah?” dengan wajah merasa bersalah telah menyerempet Yahya. Yahya pun bilang kalau ia tedak sekolah. Sani pun menjelaskan bahwa mereka ingin sekolah tetapi tidak punya biaya.


Kemudian anak bu Indah yang bernama andi tiba-tiba dating dari kamarnya menghampiri Yahya, dan Andi pun tidak suka melihat kedatangan Yahya dan Sani karena mereka orang miskin. Bu indah menasehati Andi agar tidak bersikap kasar kepada Yahya dan Sani.


Tetapi andi masih bersih keras dia tidak suka dengan kedatangan Yahya dan Sani. Andi tidak suka mamanya menolong Yahya dan Sani.


Dan bu Indah ingin menolong mereka agar bisa sekolah kembali. Tetapi dengan niatan Bu Indah seperti itu, Andi tidak suka membantu mereka untuk sekolah di tempat andi bersekolah.


Luka Yahya sudah selesai di obati, Bu Indah mengantarkan pulang Yahya dan Sani. Smpai di rumah Yahya Bu Indah minta maaf kepada ibunya Yahya. Karena tidak sengaja menyerempet yahya . “Kedatangan saya kemari mau minta maaf, karena sudah tidak sengaja menyerempet Yahya” kata Bu Indah.


“Tidak apa-apa bu… Cerpen Tema Pendidikan tentang Sekolah. saya mengerti, memang kondisi ekonomi saya tidak memungkinkan, sehingga yahya membantu saya memenuhi kebutuhan sehari-hari, maafkan anak saya kalau berjalan dengan menghalangi jalan ibu”.


Setelah bu Indah meminta maaf, ia menawari kepada Yahya dan Sani untuk bersekolah. Yahya dan Sani merasa senang dan tidak percaya.


Pada akhirnya mereka berdua bisa melanjutkan sekolah kembali. Dan Bu Saji merasa bersyukur akhirnya Yahya bisa sekolah .


Yahya sekolah dengan amat sangat rajin sehingga dia sekolah sampai di perguruan tingi ia mendapatkan beasiswa, dan dapat mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru.


Mendulang Harta

Hari panas terik. Sang surya bersinar dengan ganasnya. Membuat ubun-ubun terasa mendidih. Aris mempercepat langkah menuju rumahnya. Akhirnya sampai juga. Dia duduk melepas lelah sambil membuka sepatunya.

Aris : “Huh, lega rasanya,’’

ia menghela napas dan beranjak masuk ke dalam. Baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah, ia menemukan uang berserakan di lantai.

Aris : “Hah, uang apa pula ini Mak,’’ katanya heran.

Tentu saja dia heran. Di zaman serba sulit ini uang dibiarkan berserakan di lantai begitu saja. ‘’Untung aku bukan maling yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah,’’ pikirnya nakal.

Bpk Aris : “Uang punya Mak. Berikan sama Mak. Bapak mau keluar,’’ sahut bapak.

Aris : “Hmm, Mak sudah punya uang sekarang. Jadi, aku bisa minta uang untuk membayar uang les dan LKS,’’ pikirnya.

Aris : “Maaak, Oo Maaak,’’ panggil Aris.

Mak Aris : “Ada apa Ris. Ganggu orang saja kamu ini,’’ kata maknya jengkel.

Lalu Aris menyerahkan uang tersebut pada maknya. Ia menjelaskan bahwa uang les dan LKS-nya belum dibayar. Sedang pihak sekolah sudah beberapa kali menagihnya. Tapi bukannya diberi uang, dia malah dimarahi oleh maknya.

Mak Aris : “saya heran dengan sekolah kamu itu. banyak sekali tetek bengek yang harus dibayar. kan ada dana bos. untuk apa dana bos itu? sudahlah, tidak usah kamu sekolah. buang-buang uang saja. sekarang karet itu tidak berharga, tahu?’’ Katanya dengan muka merah menyala.

Aris : “Aku sudah menjelaskan bahwa dana BOS itu tidak mencukupi, karena sekolahnya hanya sekolah swasta dan banyak memakai tenaga honor.”

Tapi maknya tidak mau tahu dengan semua itu. Dia malah menyuruh Aris cari uang sendiri. Kemanakah uang kan dicarinya?

Aris : “Ah, Emak tak mengertilah dengan pendidikan. Padahal pendidikan itu sangat penting. Dengan pendidikan kita akan bisa menatap masa depan yang gemilang.

Mak Aris : “Buat apa kamu sekolah? Lihat itu hah, banyak yang sekolah tinggi, tapi akhirnya cuma jadi pengangguran, kan? Jadi buat apa sekolah?’’ tambah maknya lagi.

Aris lebih memilih diam dari pada menjawab omongan maknya. Ia menyayangkan kenapa maknya mempunyai pola pikir yang terbelakang seperti itu? Sekarang orang berlomba-lomba mencari ilmu, tapi mak malah melarangnya.

Aris : “Mak… mak, mengapa Emak lebih suka mengumpulkan uang, beli emas, dan membanggakan diri pada orang lain dari pada menyekolahkan kami anak-anak mak. Itu akan lebih bermanfaat,’’ gumamnya dalam hati.

Aris sudah lelah mendengarkan omelan emaknya itu. Dia keluar dan pergi entah ke mana.

Sedangkan si Lina, adiknya baru saja pulang dari sekolah SMP yang tidak jauh dari rumahnya. Setibanya di rumah, mak menyuruhnya mandi dan berpakaian yang bagus.

Tidak biasanya mak seperti ini. Ternyata si Lina akan dilamar oleh Pak Anto duda kaya yang tinggal di desa sebelah. Tentu saja Lina menolak dengan keras semua itu. Namun, mak tetap bersikeras dengan kemauannya. Ia sama sekali tidak memikirkan bahwa anaknya itu di bawah umur untuk menikah. Apalagi akan dinikahkan dengan seorang duda. Ah, benar-benar tidak masuk akal.

Emak sudah terpengaruh oleh harta. Mak bilang, ia iri pada teman-teman arisannya yang kaya dan hidup mewah. Sedangkan mak tidak punya apa-apa. Mak ingin menabung untuk menggapai semua itu. Kalian tidak usah sekolah. Hanya menambah beban saja.

Hari-hari berikutnya, Aris tak lagi bersekolah. Ia berhenti dan bergaul dengan teman-temannya yang tidak sekolah. Sebenarnya hati kecilnya selalu sedih tiap kali melihat teman-temannya bersekolah. Tapi apa mau dikata, mak sudah tidak mau lagi menyekolahkannya.

Waktu terus berjalan. Aris semakin terjerumus dalam kehidupan yang tidak memiliki masa depan. Ia telah berubah. Hingga suatu hari dengan tergopoh-gopoh, Enda temannya Aris datang dan memberitahukan pada Emak kalau Aris ditangkap polisi tadi malam. Tapi sekarang ia dirawat di rumah sakit. Overdosis katanya. Habis pesta sabu-sabu.

Bagai guntur di siang bolong, Emak dan bapak kaget bukan kepalang. Tapi apa mau dikata. Itu salah mereka, mereka yang menginginkan anaknya seperti itu. Mak menangis-nangis menyesali perbuatan dan siapnya yang tak mau menyekolahkan anaknya itu.

Bpk Aris : “Sudahlah Nur, mudah-mudahan Aris lekas sembuh dan kita bisa kumpul lagi seperti dulu. Akan kita bina keluarga kita. Biarlah kita hidup sederhana, asalkan hati dan keluarga kita bahagia.” kata Bapak dengan mata berkaca-kaca, ia berusaha menenangkan hati mak.

Mak Aris : “Bapak benar, kini mari kita bina dan songsong keluarga sakinah.”  kata mak mantap.


Kenangan Di Sudut Kelas Kita

Kenalin aku citra. Dan ini adalah kisahku dengan ketiga sahabatku di masa putih abu-abu. Dia adalah 2 sahabatku rey dan citra. Mereka adalah penyemangat duniaku. Katanya masa SMA ini adalah masa yang menyenangkan begitu juga yang kami rasakan bertiga. Bahagia selalu membuka dan menutup sagala aktifitas kami di sekolah, tapi kisah itu harus berubah 180 derajat disaat sang waktu mulai melangkah dan lelah melihat kami bertiga. Dan inilah kisah kami.

Di saat terakhir MOS kelelahan yang kami rasakan akhirnya terbayar dengan adanya pengumuman kelas masa depan kami nanti di sekolah ini. Tempat di mana aku dan prajurit pembutu mimpi ini akan berperang menghancurkan batu yang menutup kebahagian di masa depan nanti. Kami akan berusaha meraih cita-cita kami bersama di kelas baru ini. Dan tak sabar memakai title baru.

Aku dan kawan-kawan maju ke papan pengumuman itu. Hatiku tak perlu degdegan karena dimanapun ku ditempatkan aku sudah siap. Aku bersyukur di saat aku melihat nama ku di X2. Waw.. bangga ku rasa. Meski masih ada x1 tapi aku bersyukur. Kuperiksa nama teman masa depanku dan aku bahagia aku mengenal 1 orang di sana dia adalah temanku semasa MOS dulu REY.

Hari pertama sekolah dimulai. Agak risih juga memakai baju ini, putih abu-abu. Wajah yang tak kukenal kini berkumpul di kelas itu dengan bahagia, sepertinya mereka merasakan apa yang kurasakan hari ini. Meraka begitu hangat dan ramah lihat saja di sana gadis kecil yang baru datang itu. Dia menyunggingkan senyumnya yang manis sambil menyapa “hai.. selamat pagi.” Dia begitu ramah kelihatannya dia baik.

Gadis itu melangkah ke salah satu tempat duduk di depan sana. Dia sepertinya langsung mendapatkan teman duduk, dan setelah itu dia meneruskan langkahnya ketempat dudukku. Apa dia mengenal ku? Atau..? “hay rey..” sapa dia pada teman dudukku ini. Ow ternyata dia kenal dengan rey.

“citra.. kamu di sini juga” kata rey dengan ramah. Kelihatannya mereka adalah teman dekat.

“ia dong brow.. hum asik yah kita bisa satu kelas. Jadi kalo pulang bisa pulang bareng dong..”

“iya lah. Asik wah sebuah kebetulan yang luar biasa..”

Citra memandangku. “hay.. senang bertemu denganmu. Boleh kenalan?”

“juga.. namaku arga.”

Tak kuduga dari sinilah mulai terukir persahabatan antara kami bertiga, setiap pagi senyuman manis mereka menbuatku semangat. Canda tawanya membuatku bahagia, ketika hati tengah gundah mereka selalu siap menjadi tempat curhat ku, meski kadang perbedaan selalu terbentang jauh namun tak pernah kami bertengkar selalu ada jalan keluar untuk masalah yang mendatangi kami.

“penguman disampikan kepada siswa kelas X yang berminat menjadi anggota musik smansa agar segera mendaftarkan diri di panitia.”

Wah. Hal ini begitu membuatku girang, setelah sekian lama menunggu kesempatan untuk bergabung dengan musik smansa yang selalu menjadi buah bibir di masyarakat kini akan aku wujudkan. Aku berjanji di suatu saat nanti aku akan menjadi anggota musik smansa, meski tantangannya berat. Kali ini kami bertiga mengikuti audisi itu, karena tampa ku sadari ternyata kami bertiga memiliki hobby yang sama dalam musik.

“waw.. harus semangat nih secara kita bertigakan ikut..” kataku menyemangati

“yoi tapi masih banyak sih saingan.” Kata citra

“ia nih aku kok gak PD yah..” kata rey merenda. Ya meski sebenarnya jika aku melihatnya dia memiliki bakat.

“aduh aku gak mau daftar deh kayaknya, aku takut.” Kata Rey pesimis. Setelah melihat banyak anak-anak yang berminat, khususnya yang menjadi anggota exkul paduan suara.

“aduh Rey, gak ada salahnya kali mencoba. Coba aja dulu siapa tau bisa, kalo gak bisa lolos kan anggap aja ini sebagai pengalaman iya kan.” Kata Citra yang selalu menberi dukungan.

“iya benar tuh Rey..” kataku menimpali.

Akhirnya nama kami bertiga ditulis di kertas pendaftaran itu, Rey suara bass, aku di tenor dan citra sebagai alto. Partitur segera dibagikan dan yang menbuat ku kaget besok langsung audisi menbaca not. Saat inilah solidaritas kami teruji. Meski beda suara namun kami terus berlatih bersama saling mendukung.

“do.. re.. mi…” suara melodi yang kami keluarkan, ternyata membaca not itu menyenangkan juga Meski ada beberapa yang susah, dan kadang aku salah dalam membaca tanda not tapi kita bertiga tak menyerah. Kita berusaha sebisa mungkin.

“gais.. lelah juga yah latihan. Terapi dulu yuks.” Kataku yang mulailelah berlatih seharian. Yang langsung ditimpali rasa penasaran citra.

“ha! Apa kunteng? Terapi? Yang bener? Terapi apaan? Dimana?” aduh buset dah.. kelewatan bangat nih orang nanya biasanya juga satu-satu.

“iya. Terapi ikan. Dekat leb komputer.” Aku menjelaskan sedetail mungkin. Lucu juga sih biasanya kan yang makan ikan tuh manusia. Ini ikan yang makan manusia. Hehehe.. lain coy

“wah asik nih. Langsung cebur dah gue.” Kata citra cewek yang suka aneh itu. Dia langsung membuka sepatunya dan menaruh kakinya di kolam ikan itu. “aw.! aw! geli.. geli..” kata citra seketika sambil melompat-lompat. Aku dan rey tertawa geli meihat tingkah citra yang lucu.

“makanya.. kalo bertindak tuh jangan asal. Sotoy sih lo.” Kata Rey merayu. Wajah citra seketika berubah cemberut lucu juga.

“udah ah dari pada bertengkar ke kelas lagi yuk. Latihan lagi kan kita mau audisi ntar.” Kata u.

Yeah.. sampai di kelas lain lagi yang dibuat. Rey malah utak-atik kamera. “woi. Foto bareng yuk.” Akhirnya kita malah sibuk lagi bertiga mengekspresikan gaya-gaya yang super alay. “creg.. creg..” fotonya unik juga. Orangnya kayak do re mi lagi.

Sekarang jam 3.

OMJ waktu sepertinya begitu cepat. Kita melangkah ke ruang musik untuk audisi. Di sana telah banyak anak-anak. Waw banyak juga yang berminat. Di sana kami bertiga saling mendukung sambil hatiku tercengang. “semangat..”

Akhirnya setelah melakukan audisi dengan waktu yang panjang. Audisi selesai juga. Tinggal nunggu pengumuman. Dan besok kita dengar pengumannya. Takut juga.

“wi.. pasti gua gak lolos nih” kata rey dan citra. Aduh kenapa ni berdua jadi pesimis. Aku jadi terbawa lagi. Tapi besok baru diterima jawaban yang pasti.

Kami bertiga melangkah ke papan di ruang musik, banyak sekali anak-anak di sana. Kami mencari nama masing-masing. ‘Arga’ yes namaku ada. ‘rey putra’ yeah rey juga masuk. Dari tadi citra cemberut dan sedih. “kenapa lo?” “liat aja sendiri” katanya cuek. Di sana tidak ada nama citra. Sedih sekali rasanya. Seketika air mata citra jatuh, dengan kecewa citra berlari pulang. Aku sedih melihat sahabatku ini.

“citra tunguin kita dong” kami berlari mengejar citra dan akhirnya dapat juga. “woi jangan sedih gitu dong. Ini kan baru tahap pertama lagian kamu juga yang bilag kalo gak lolos anggap aja ini pengalaman.” “kalian gak tau apa yang aku rasakan karena kalian lolos”

Mulai saat itu citra gak peduli lagi sama kita, dia pendiam dan tidak seceria dulu, banyak perubahan padanya, dia kini tidak sesemangat dulu dalam belajar musik, bahkan selalu menutup telinga ketika mendengar kata musik, jujur kita sedih bangat.

“rey. Aku kasian deh sama citra.”

“aku juga. Dekati yuks.”

Kita mendekati citra. “citra lo kok gini sih.”

“begini apa?”

“lo tuh berubah”

“gak kok. Perasaan kalian aja”

“gak cit. cit kita ngerti kok gimana perasaan lo..”

“memangnya perasaan gue gimana?”

“lo pasti sedihkan lo gak lolos, tapi lo gak boleh nyerah. Lo juga jangan jauhin kita dong kita kan kangan sama lo, kasian l yang selalu murung gitu, apa lo gak kangan sama kita?”

Sesaat citra terdiam. Sambil meneteskan air mata. Aku dan rey menghapus air matanya.

“lo gak boleh nangis, karena air mata lo adalah luka untuk kita, dan sebagai sahabat kita gak mau liat lo gini terus, kita sayang sama lo.”

“iya maafin gue yah, gue janji gak akan murung lagi”

“yeah.. gitu dong.”

Aku dan rey segera memeluk citra, bahagia rasnya melihat citra bahagia lagi


3. Contoh Cerpen Singkat dan Menarik

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


Gadis Penjaja Tikar

Suasana Kebun Raya Bogor dipenuhi dengan pengunjung. Laki-laki, perempuan, tua maupun muda semuanya ada disana. Saat itu adalah hari libur panjang sekolah sehingga banyak pengunjung yang pergi liburan. Mereka ingin menikmati suasana malam dan menghilangkan kejenuhan.

Seorang anak kecil tiba-tiba datang. Dengan pakaian sederhana, ia menjajakan tikar dari plastik kepada para pengunjung ke pengunjung lain, ia terus menawarkan tikarnya. “Pak, mau sewa tikar?”katanya pada Pak Umar. “Berapa harga sewa satu lembar tikarnya?”tanya Pak Umar. “Lima ribu rupiah, Pak!”jawabnya dengan suara lembut. “Bagaimana kalau Bapak ambil tiga puluh ribu rupiah?”tanya Pak Umar lagi. Gadis itu diam sejenak. Kemudian ia pun berkata,”Baiklah kalau begitu. Silahkan pilih, Pak!”.

Pak Umar memilih tikar plastik yang akana disewanya. Dalam hati Pak Umar ada rasa tak tega terhadap gadis itu. Gadis berusia delapan tahun harus bekerja keras untuk mendapatkan uang. “Kamu sekolah?”tanya Pak Umar. “Sekolah, Pak! Saya kelas empat SD. “jawabnya.”Mengapa kamu menyewakan tikar plastik ini?”tanya Pak Umar lagi. “Saya harus membantu ibu saya. “jawab gadis itu. “Kemana ayahmu?”Pak Umar bertanya lagi. “Bapak telah lama meninggal dunia. Untuk itu, saya harus membantu ibu untuk mencari uang,”jawab gadis itu pelan. Mendengar cerita gadis tersebut, Pak Umar merasa terharu.

Pak Umar merasa kasihan terhadap anak tersebut. Diambilnya beberapa lembar uang dua puluh ribuan lalu diberikannya kepada gadis kecil itu. “Pak maaf, saya tidak boleh menerima uang jika tidak bekerja, “katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Mengapa?”tanya Pak Umar heran. “Kata ibu, saya boleh menerima uang kalau memamg hasil bekerja.

Saya tidak boleh meminta belas kasihan dari orang. “Mendengar perkataan gadis itu, Pak Umar makin terharu. Ia tahu kalau ibu gadis kecil itu seorang yang berbudi luhur. “Begini saja, kalau memang harus bekerja, sekarang bantu Bapak beserta keluarga.

Tolong kamu bawakan rantang ini. Kita akan makan bersama di bawah pohon yang rindang itu!” kata Pak Umar ramah. Pak Umar dan keluarga menuju ke bawah pohon yang rindang tersebut. Mereka pun menggelar tikar plastik yang baru saja disewanya. Gadis kecil itu pun diajak untuk makan bersama.


Kisah Seorang Penjual Koran

Di ufuk timur, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi.

Seorang anak mengayuh sepedanya di tengah jalan yang masih lengang. Siapakah gerangan anak itu? Ia adalah seorang penjual Koran, yang bernama Ipiin.

Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di tempat agen koran dari beberapa penerbit. “Ambil berapa Ipiin?” tanya Bang Ipul. “Biasa saja.”jawab Ipiin. Bang Ipul mengambil sejumlah koran dan majalah yang biasa dibawa Ipiin untuk langganannya. Setelah selesai, ia pun berangkat.

Ia mendatangi pelanggan-pelanggan setianya. Dari satu rumah ke rumah lainnya. Begitulah pekerjaan Ipiin setiap harinya. Menyampaikan koran kepada para pelanggannya. Semua itu dikerjakannya dengan gembira, ikhlas dan rasa penuh tanggung jawab.

Ketika Ipiin sedang mengacu sepedanya, tiba-tiba ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik berwarna hitam.

Ipiin jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana.

Ipiin khawatir benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus.

“Wah, apa isinya ini?’’tanyanya dalam hati. Ipiin segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena di dalamnya terdapat kalung emas dan perhiasan lainnya. “Wah apa ini?”tanyanya dalam hati. “Milik siapa, ya?”

Ipiin membolak-balik cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi karena ada kartu kredit di dalamnya.

“Lho,…ini kan milik Pak Edison. Kasihan sekali Pak Edison , rupanya ia telah kecurian.”gumamnya dalam hati.

Apa yang diperkirakan Ipiin itu memamg benar. Rumah Pak Edison telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Ipiin dengan segera memberitahukan Pak Edison.

Ia menceritakan apa yang terjadi dan ia temukan. Betapa senangnya Pak Edison karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan itu jatuh ke tangan orang yang jujur.

Sebagai ucapan terima kasihnya, Pak Edison memberikan modal kepada Ipiin untuk membuka kios di rumahnya. Kini Ipiin tidak lagi harus mengayuh sepedanya untuk menjajakan koran.

Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Sedangkan untuk mengirim koran dan majalah kepada pelanggannya, Ipiin digantikan oleh saudaranya yang kebetulan belum mempunyai pekerjaan. Itulah akhir dari sebuah kejujuran yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.


Tangan-Tangan Buntung

Cerpen Budi Darma 

TIDAK mungkin sebuah negara dipimpin oleh orang gila, tidak mungkin pula sebuah negara sama-sekali tidak mempunyai pemimpin.

Selama beberapa hari terakhir, sementara itu, semua gerakan baik di dalam negeri maupun di luar negeri mendesak, agar Nirdawat segera disyahkan sebagai presiden baru.

Karena Nirdawat tidak bersedia, maka akhirnya, pada suatu hari yang cerah, ketika suhu udara sejuk dan langit kebetulan sedang biru tanpa ditutupi oleh awan, ribuan rakyat mengelilingi rumah Nirdawat, dan berteriak-teriak dengan nada memohon, agar untuk kepentingan bangsa dan negara, Nirdawat bersedia menjadi presiden.

Akhirnya beberapa di antara mereka masuk ke dalam rumah Nirdawat, lalu dengan sikap hormat mereka memanggul Nirdawat beramai-ramai menuju ke Gedung M.P.R.

Sementara itu, teriakan-teriakan “Hidup Presiden Nirdawat,” terus-menerus berkumandang dengan nada penuh semangat, namun sangat syahdu.


Gulistan

Cerpen Benny Arnas

KALIAN masih ingat, ingat sekali, kalau kalian bepergian ke kampung tetangga di pengujung Syakban.

Bakda zuhur, kalian menumpang sebuah bus yang semua bangkunya sudah terisi. Kalian berdiri dengan sebelah tangan berpegangan pada besi terentang di atas lorong yang membagi barisan tempat duduk. Kalian harus menempuh perjalanan kurang lebih dua jam.

Di sekitar kalian; sepasang muda-mudi duduk berdempetan, mulut empat lelaki pecandu kretek yang menjelma pabrik asap, beberapa lelaki tua mengutuk pemerintah yang batal menaikkan harga BBM, padahal sudah berderum-derum bensin ditumpuk di halaman belakang rumah, tiga pemuda sibuk memamerkan kelebihan fisik pacar masing-masing, ibu-ibu muda asyik dengan gadget (sesekali mereka merutuki Innova pribadi yang mogok sepertinya mereka adalah anggota DPRD yang baru saja mengunjungi daerah pemilihan yang terpencil)…. Dan kalian berdua hanya bersipandang, sesekali memejamkan mata demi mencegah diri dari mengumpat dan membicarakan dosa-dosa orang lain.

Ah, kalian juga masih ingat. Baru setengah perjalanan, bus tiba-tiba berguncang, lalu berguling menurun, seperti tersungkur ke lembah yang sesak oleh pohon-pohon besar, semak-semak berduri, dan rumput-rumput tinggi tak bernama. Kalian tak menyangka, di balik belantara, ada sebuah taman yang indah.

Bagaimana kami dapat terdampar atau terlempar atau tersuruk di tempat ini, bisik hati kalian masing-masing.

Lalu, lalu kalian seolah terpisah, dan masing-masing berjumpa dengan seseorang yang berasal dari seberkas cahaya.


Otak yang Hilang

Cuplikan Cerpen Eka Maryono


SEORANG laki-laki tiba-tiba masuk ke kantor polisi.

“Lapor, Pak, otak saya hilang.”

“Hah? Jangan bercanda, Saudara!”

“Sungguh, Pak, otak saya hilang!”

“Kok bisa-bisanya otak Saudara hilang? Saudara jangan main-main ah!”

“Sumpah, Pak! Pasti dicuri maling sewaktu saya tidur. Lihat nih kalau bapak nggak percaya.” Lelaki itu menunjukkan kawat yang mencuat di ubun-ubun kepala.

“Apa itu?”


4. Contoh Cerpen Persahabatan

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


Persahabatan Terlarang

Sejak pertemuan itu, aku dan Devan mulai bersahabat. Kami bertemu tanpa sengaja mencoba akrab satu sama lain, saling mengerti dan menjalani hari-hari penuh makna. Pesahabatan dengan jarak yang begitu dekat itu membuat kami semakin mengenal pentingnya hubungan ini.

Tak lama kemudian, aku harus pergi meninggalkannya. Sesungguhnya hatiku sangat berat untuk ini, tapi apa boleh buat. Pertemuan terakhirku berlangsung sangat haru, tatapan penuh canda itu mulai sirna dibalut dengan duka mendalam.

“Van maafkan aku atas semua kesalahan yang pernah ku lakukan, ya.” Kataku saat ia berdiri pas di depanku.

“kamu gak pernah salah Citra, semua yang udah kamu lakukan buat aku itu lebih dari cukup.”

“pleace, tolong jangan lupain aku, Van”

“ok, kamu nggak usah khawatir.” Sesaat kemudian mobilku melaju perlahan meninggalkan sesosok makhluk manis itu.

Ku lihat dari dalam tempatku duduk terasa pedih sangat kehilangan. Jika nanti kami dipertemukan kembali ingin ku curahkan semua rasa rinduku padanya. Itu janji yang akan selalu ku ingat. Suara manis terakhir yang memberi aku harapan.

Awalnya persahabatan kami berjalan dengan lancar, walau kami telah berjauh tempat tinggal. Pada suatu ketika, ibu bertanya tentang sahabat baruku itu.

“siapa gerangan makhluk yang membuatmu begitu bahagia, Citra?” tanya ibu saat aku sedang asyik chatingan dengan Devan.

“ini, ma. Namanya Devan. Kami berkenalan saat liburan panjang kemarin.”

“seganteng apa sich sampai buat anak mama jadi kayak gini?”

“gak tahu juga sih ma, pastinya keren banget deh, tapi nggak papah kan, Ma aku berteman sama dia.?”

“Apa maksud kamu ngomong kayak gitu?”

“kami berbeda agama, Ma”

“hah??,” sesaat mama terkejut mendengar cerita ku. Tapi beliau mencoba menutupi rasa resahnya. Aku tahu betul apa yang ada di fikiran mama, pasti dia sangat tidak menyetujui jalinan ini. Tapi aku mencoba memberi alasan yang jelas terhadapnya.

Sehari setelah percakapan itu, tak ku temui lagi kabar dari Devan, aku sempat berfikir apa dia tahu masalah ini,,? Ku coba awali perbincangan lewat SMS..

“sudah lama ya nggak bertemu? Gimana kabarnya nech,,? “

Pesan itu tertuju kepadanya, aku masih ingat banget saat laporan penerimaan itu. Berjam-jam ku tunggu balasan darinya. Tapi tak ku lihat Hp ku berdering hingga aku tertidur di buatnya. Tak kusangka dia tak membalas SMS ku lagi.

Tak kusangka ternyata mama selalu melihat penampilan ku yang semakin hari semakin layu.

“citra, maafkan mama ya, tapi ini perlu kamu ketahui. Jauhi anak itu, tak usah kamu ladeni lagi.” Suara mama sungguh mengagetkan ku saat itu. Ku coba tangkap maknanya. Tapi sungguh pahit ku rasa.

“apa maksud mama?”

“kamu boleh kok berteman dengan dia, tapi kamu harus ingat pesan mama. Jaga jarak ya, jangan terlalu dekat. Mama takut kamu akan kecewa.”

“mama ngomong paan sih,? Aku semakin gak mengerti.”

“suatu saat kamu pasti bisa mengerti ucapan mama” mamapun pergi meninggalkan ku sendiri.. Aku coba berfikir tenteng ucapan itu. Saat ku tahu jiwa ini langsung kaget di buatnya.. tak terasa tangispun semakin menjadi-jadi dan mengalir deras di kedua pipiku. Mama benar kami berbeda agama dan nggak selayaknya bersatu kayak gini. tapi aku semakin ingat kenangan saat kita masih bersama.

Satu tahun telaj berlalu, bayangan tentangnya masih teikat jelas di haitku. Aku belum bisa melupakannya. Mungkin suatu saat nanti dia kan sadar betapa berharganya aku nutuknya.

Satu harapan dari hatiku yang paling dalam adalah bertemu dengannya dan memohon alasannya mengapa ia pergi dari hidupku secepat itu tanpa memberi tahu kesalahanku hingga membuat aku terluka.

Pernah aku menyesali pertemuan itu. Tapi aku menyadari betapa berartinya ia di hidupku. Canda tawa yang tinggal sejarah itu masih terlihat jelas di benakku dan akan selalu ku kenang menjadi bumbu dalam kisah hidupku.

Devan, kau adalah sahabat yang paling ku banggakan. Aku menunggu cerita-ceritamu lagi. Sampai kapanpun aku akan setia menunggu. Hingga kau kembali lagi menjalani kisah-kisah kita berdua.


Persahabatan

Pagi hari saat aku terbangun tiba-tiba ada seseorang memanggil namaku. Aku melihat keluar. Ivan temanku sudah menunggu diluar rumah kakekku dia mengajakku untuk bermain bola basket.“Ayo kita bermain basket ke lapangan.” ajaknya padaku. “Sekarang?” tanyaku dengan sedikit mengantuk. “Besok! Ya sekarang!” jawabnya dengan kesal.“Sebentar aku cuci muka dulu. Tunggu ya!”, “Iya tapi cepat ya” pintanya.

Setelah aku cuci muka, kami pun berangkat ke lapangan yang tidak begitu jauh dari rumah kakekku.“Wah dingin ya.” kataku pada temanku. “Cuma begini aja dingin payah kamu.” jawabnya.Setelah sampai di lapangan ternyata sudah ramai. “Ramai sekali pulang aja males nih kalau ramai.” ajakku padanya. “Ah! Dasarnya kamu aja males ngajak pulang!”, “Kita ikut main saja dengan orang-orang disini.” paksanya.

“Males ah! Kamu aja sana aku tunggu disini nanti aku nyusul.” jawabku malas. “Terserah kamu aja deh.” jawabnya sambil berlari kearah orang-orang yang sedang bermain basket.“Ano!” seseorang teriak memanggil namaku. Aku langsung mencari siapa yang memanggilku. Tiba-tiba seorang gadis menghampiriku dengan tersenyum manis. Sepertinya aku mengenalnya. Setelah dia mendekat aku baru ingat. “Bella?” tanya dalam hati penuh keheranan. Bella adalah teman satu SD denganku dulu, kami sudah tidak pernah bertemu lagi sejak kami lulus 3 tahun lalu. Bukan hanya itu Bella juga pindah ke Bandung ikut orang tuanya yang bekerja disana. “Hai masih ingat aku nggak?” tanyanya padaku.

“Bella kan?” tanyaku padanya. “Yupz!” jawabnya sambil tersenyum padaku. Setelah kami ngobrol tentang kabarnya aku pun memanggil Ivan. “Van! Sini” panggilku pada Ivan yang sedang asyik bermain basket. “Apa lagi?” tanyanya padaku dengan malas. “Ada yang dateng” jawabku. “Siapa?”tanyanya lagi, “Bella!” jawabku dengan sedikit teriak karena di lapangan sangat berisik. “Siapa? Nggak kedengeran!”. “Sini dulu aja pasti kamu seneng!”. Akhirnya Ivan pun datang menghampiri aku dan Bella.Dengan heran ia melihat kearah kami. Ketika ia sampai dia heran melihat Bella yang tiba-tiba menyapanya. “Bela?” tanyanya sedikit kaget melihat Bella yang sedikit berubah. “Kenapa kok tumben ke Jogja? Kangen ya sama aku?” tanya Ivan pada Bela.

“Ye GR! Dia tu kesini mau ketemu aku” jawabku sambil menatap wajah Bela yang sudah berbeda dari 3 tahun lalu. “Bukan aku kesini mau jenguk nenekku.” jawabnya. “Yah nggak kangen dong sama kita.” tanya Ivan sedikit lemas. “Ya kangen dong kalian kan sahabat ku.” jawabnya dengan senyumnya yang manis.Akhinya Bella mengajak kami kerumah neneknya. Kami berdua langsung setuju dengan ajakan Bela. Ketika kami sampai di rumah Bela ada seorang anak laki-laki yang kira-kira masih berumur 4 tahun. “Bell, ini siapa?” tanyaku kepadanya. “Kamu lupa ya ini kan Dafa! Adikku.” jawabnya. “Oh iya aku lupa! Sekarang udah besar ya.”. “Dasar pikun!” ejek Ivan padaku. “Emangnya kamu inget tadi?” tanyaku pada Ivan. “Nggak sih!” jawabnya malu. “Ye sama aja!”.

“Biarin aja!”. “Udah-udah jangan pada ribut terus.” Bella keluar dari rumah membawa minuman. “Eh nanti sore kalian mau nganterin aku ke mall nggak?” tanyanya pada kami berdua. “Kalau aku jelas mau dong! Kalau Ivan tau!” jawabku tanpa pikir panjang. “Ye kalau buat Bella aja langsung mau, tapi kalau aku yang ajak susah banget.” ejek Ivan padaku. “Maaf banget Bell, aku nggak bisa aku ada latihan nge-band.” jawabnya kepada Bella. “Oh gitu ya! Ya udah no nanti kamu kerumahku jam 4 sore ya!” kata Bella padaku.

“Ok deh!” jawabku cepat.Saat yang aku tunggu udah dateng, setelah dandan biar bikin Bella terkesan dan pamit keorang tuaku aku langsung berangkat ke rumah nenek Bella. Sampai dirumah Bella aku mengetuk pintu dan mengucap salam ibu Bella pun keluar dan mempersilahkan aku masuk. “Eh ano sini masuk dulu! Bellanya baru siap-siap.” kata beliau ramah. “Iya tante!” jawabku sambil masuk kedalam rumah. Ibu Bella tante Vivi memang sudah kenal padaku karena aku memang sering main kerumah Bella.

“Bella ini Ano udah dateng” panggil tante Vivi kepada Bella. “Iya ma bentar lagi” teriak Bella dari kamarnya. Setelah selesai siap-siap Bella keluar dari kamar, aku terpesona melihatnya. “Udah siap ayo berangkat!” ajaknya padaku.Setelah pamit untuk pergi aku dan Bella pun langsung berangkat. Dari tadi pandanganku tak pernah lepas dari Bella. “Ano kenapa? Kok dari tadi ngeliatin aku terus ada yang aneh?” tanyanya kepadaku. “Eh nggak apa-apa kok!” jawabku kaget. Kami pun sampai di tempat tujuan. Kami naik ke lantai atas untuk mencari barang-barang yang diperlukan Bella. Setelah selesai mencari-cari barang yang diperlukan Bella kami pun memtuskan untuk langsung pulang kerumah. Sampai dirumah Bella aku disuruh mampir oleh tante Vivi.

“Ayo Ano mampir dulu pasti capek kan?” ajak tante Vivi padaku. “Ya tante.” jawabku pada tante Vivi.Setelah waktu kurasa sudah malam aku meminta ijin pulang. Sampai dirumah aku langsung masuk kekamar untuk ganti baju. Setelah aku ganti baju aku makan malam. “Kemana aja tadi sama Bella?” tanya ibuku padaku. “Dari jalan-jalan!” jawabku sambil melanjutkan makan. Selesai makan aku langsung menuju kekamar untuk tidur. Tetapi aku terus memikirkan Bella. Kayanya aku suka deh sama Bella. “Nggak! Nggak boleh aku masih kelas 3 SMP, aku masih harus belajar.” bisikku dalam hati.

Satu minggu berlalu, aku masih tetap kepikiran Bella terus. Akhirnya sore harinya Bella harus kembali ke Bandung lagi. Aku dan Ivan datang kerumah Bella. Akhirnya keluarga Bella siap untuk berangkat. Pada saat itu aku mengatakan kalau aku suka pada Bella.“Bella aku suka kamu! Kamu mau nggak kamu jadi pacarku” kataku gugup.“Maaf ano aku nggak bisa kita masih kecil!” jawabnya padaku. “Kita lebih baik Sahabatan kaya dulu lagi aja!”Aku memberinya hadiah kenang-kenangan untuknya sebuah kalung. Dan akhirnya Bella dan keluarganya berangkat ke Bandung. Walaupun sedikit kecewa aku tetap merasa beruntung memiliki sahabat seperti Bella. Aku berharap persahabatan kami terus berjalan hingga nanti.


Temanmu Temanku

“asssssiiikkkkk….”
Teriak Diana masuk dalam kelas dan menghampiri bangku yang diduuki teman sebangkunya Asti..
“Hey ti, tau ga? Tadi aku dapet berita katanya temanku smpku mau liburan ke Amerika..”
Ucap Diana terlihat sangat senang , dan badanya tidak ikit diam…

Asti rupanya terlihat bingung, ia mengeritkan dahinya dan bertanya pada Diana.
“Lalu kenapa kamu yang senang na ? aneh dehhh ?” ungkap Asti sebari mengambil buku dalam tasnya.
“Hemmmmm……hehehe J”
Diana hanya bergumam sebari dia duduk di tempt duduknya biasa dan terlihat tersenyum senyum ga jelas..

“Idihhh kamu ga jelas dehh..di Tanya kok malah cengar cengir ga jelas gitu ..!?”
Diana menghadapkan badanya pada asti, Diana mencolek tangan Asti pertanda agar asti pun ikut menghadap ke arahnya.
Astipun menghadap. Dan Diana menjawab pertanyaan Asti tadi
“Iya aku ikut senaglah soalnya…emmmmm” ucap Diana belum selesai..
“Soalnya kenapa ?????”

“Iya soalnya aku juga di ajak ma temanku bwat liburan ke Ameika juga .” jelasnya, dina tersenyum senang pada Asti yang terkejut..
“wahhh masa sin a ?” Tanya Asti tidak percaya !
“ihhh iya tau, BENERAN !!” jawab Diana meyakinkan Asti.
“hemmm enak kamu “ ungkap Asti sebari mengarahkan badanya lagi kedepan dan membuka buku yang ia keluarkan tadi dari dalam tas.

“ihhh Asti aku pengen kamu ikut…” rengek Diana.
“emang di bolehin?” Tanya Asti
“Mungkin aja…!???” ujar Diana.
“hemmm ga munkinlah…jiahhh” celoteh Asti.

Bel sekolahpun berbunyi menandakan palajaran kelas pertama akan segera di mulai. Dating seorang wanita setengah bay memasuki kelas, dia adalah Ibu Dewi, guru IPA. Palajaranpun berjalan dengan lancar, jam demi jam di lalui dan tentunya dengan pergantian pelajaran tiap jam sampai tiba waktunya jam pulang.

Diana sampai dirumahnya, lansung saja dia pergi ke kamarnya, ia membuka pintu kamarnya dan ia langsing menyimpan tas sekolahnya di atas kasur ia pun membaringakan badanya dengan keadaan sepatu masih terpakai.
Diana mengambil ponsel yang ada di dalam saku seragam SMAnya. Ia mencari kontak yang bernama Feby pada kontak ponselnya dan akhirnya ketemu. Diana lansung saja menelpon Feby dan bercakap cakap dengan Feby di telpon.

Pagi ini Diana sengaja dating lebih awal dari Asti, mungkin akan memberitahukan seseuatu atau mengkin karna Diana memang igin berangakat pagi hari ini.

Asti tiba, ia lansung saja menghampir tempat duduknya dan terrlihat disana sudah ada Diana, iapun lansung saja melontarkan senyumanya pada Diana.
“hey tumben kamu dating pagi ?) Tanya Asti pada Diana sambil tersenyum dan menyimpan tasnya di kursinya dan ia pun terduduk.

“hehe iya aku lafi rajin” jawab Diana “eh aku ingin menyampaikan berita bahagia untukmu “ lanjutnya.
“Apa?”Tanya Asti singkat
“kamu di bolehkan ikut liburan, kmarin aku minta ijin kepada temanku”
“BENERAN na? ihhhhh senenggggggg” ujar Asti terlihat sangat senang.
“iya bener ti, aku juga seneng banget bias liburan ke luar negeri sama sahabatku J”
Seminggu kemudian liburan pun tiba, Diana dan Asti sudah menanti di bandara. Mereka menunggu Feby beserta kakaknya yang tainggal di Amerika dan pulang dulu hanya untuk menjemput adiknya Feby ke Indonesia dan mambawanya ke Amerika.

Dari gerbang terlihat kedatangan Feby dan kakaknya, sama seperti Diana dan Asti, mereka membaea koper berisi pembekalan beserta baju baju ganti.
Dari kejauhan Feby sudah melambaikan tanganya, aku pun membalasnya.
Feby menhampiri mereka “heyy kalian sudah lama menunggu ?? J” Tanya Feby pada Diana dan Asti.
“ga kok feb J” jawab Diana.
“hey ti katanya ga kan ikut ?” Tanya Feby pada Asti.
Diana telihat bingung .”loh jadi kalian udaha pada kenal ?”
“haha iya na, kamu ga tau ya? Padahal kita sering membicarakan kamu saat di sekolah” ucap feby .

Diana menatap Asty kebingungan. Dan Asty hanya bias nyengir pada Diana.
“hehe kita kan temen SD na” kata Asty pada Diana.
“ihhhh kamu ga ngomong ya?” ujar Diana kesel..
“heheheh kamu ga nanya sihhh J”
“hahahah yasudah yang penting kalian udah tau semuanya kan ?” ucap feby menertawakan tingkah mereka. “dan yang penting na kamu bias liburan sama sahabat sahabat mu yang cantik ini,,,hahah” lanjutnya.

Diana hanya tertawa geli dan dia terlihat seperti masih bingung.
“ayo cepet tuh pesawatnya dah mau berangkat “ ajak kakak Feby pada mereka bertiga.
“AYYYOOO..” jawab mereka serentak..kakak Feby naya tersenyum melihat tingakah mereka J. Mereka bertiga berjalan bersama sebari menarik kopernya menuju pasawat dan kakaknya Feby jalan di depan mereka.


Arti Persahabatan

Kata orang persahabatan tidak mengenala namanya perbedaan, waktu, jarak, harta ataupun suku. Apapun itu, sahabat akan tetap ada. Sahabat sejati tidak akan pergi walaupun dia telah disia-siakan bahkan tidak dianggap akan arti kehadiranyya dan juga perbuatannya. Yang ada dalam benak dari seorang sahabat adalah bisa selalu ada untuk orang-ornag yang ada didekatnya, entah orang tersebut mengaanggapnya hanya sebatas teman biasa atau orang yang berarti, yang terpenting baginya bisa membantu orang-orang yang ada didekatnya.

Dan inilah kisah persahabatnku. Aku adalah seorang gadis biasa, yang hidup ditengah-tengah masyarakat jawa, yang masih sangat kental ikatan kekeluargaannya. Aku dididik sejak kecil untuk bisa menghargai orang lain, dan menolong orang lain, diajarkan tentang kelapang dadaan dan diajarkan untuk meminta pamrih pada orang lain.

Tapi aku adalah seorang yang terbiasa menyendiri, aku tak terlalu suka keramaian, aku lebih suka duduk diberanda rumah, dan mengisi hari-hariku dengan menulis. Aku sangat suka menulis, apapun itu, aku suka menulis semua apa yang ada dalam pikiranku. Hingga suatu hari aku didatangi oleh seorang yang merubah duniaku.
“hai, kamu asih ya?” Tanya orang itu kepadaku
“iya, kamu siapa?” tanyaku sambil menatap lekat orang itu, siapa tau aku mengenalnya
“kenalin, aku aria” orang itu mengulurkan tangannya
Aku kemudian membalas uluran tangan aria, ternyata dia adalah tetangga baruku. Aku tak tau dari mana dia tau namaku. Mungkin saja dari orang-rang yang ada dilingkunganku. Atau mungkin saja dia sudah lama mengenalku. Hah apapun itu aku tak terlalu peduli.

Aria sering mengusikku, diam-diam dia sering muncul dari belakangku, membaca setiap baris goresan penaku yang kutulis pada kertas-kertas putih buku diaryku. Setelah selesai aku menulis barulah dia mengagetkaknku, dengan mengulang kata-kata yang aku tulis dalam diary ku.
“aku gag suka sama orang baru itu, dia usil dan sering menggangguku” kata aria mengagetkanku
“kamu..!!” kataku kaget bukan main, aku merasa gag enak
“kamu kenapa sih gag suka sama aku, ?” Tanya aria
“em soalnya kamu usil” kartaku kemudian
“em kamu itu cewek paling aneh yang pernah aku kenal” kata aria padaku
“maksud kamu” kataku sambil menatap nya lekat-lekat
“iya, kamu tu gag kayag cewek-cewek pada umumnya, kamu itu agaikan sebatang kara ditengan lautan mentimun” kata aria sekenanya
“aku makin gag ngerti” kataku
“iya, kamu tu kenapa sih suka banget menyendiri, kenapa kamu gag mencoba mencari teman” Tanya aria
“aku lebih suka sendiri” jawabku singkat
“kenapa, padahal aku lihat kamu itu orangnya suka menolong, tapi kenapa kamu gag punya teman” Tanya aria

Aku hanya diam, tak menjawab, hanya menunduk. Aria tau kalau perkataanya telah sedikit menyinggungku,
“maaf ya sih, aku tu gag ingin apa-apa, aku Cuma pengen kamu bisa bangkit, dunia ini tak sebesar daun kkelor” kata aria lalu meninggalkan ku sendiri.
Aku kemudian hanya duduk termenung, mungkin benar kata aria, bagaimana aku bisa mendapatkan teman kalau aku hanya berdiam diri.

Dan akhirnya Aria adalah sahabat petama yang aku punya, dia selalu ada buatku, dia selalu menghiburku, kini duniaku menjadi berubah. Aku pun juga selalu ada untuk aria, bagiku aria sangat penting, karena dia telah merubah warna hidupku. Dulu aku yang hanya seorang yang pendiam, berubah sedikit menjadi agag cerewet, tapi tidak berlebihan.
“makasih ya, arya udah jadi sahabat ku”
“iya sih, sama-sama, pokonya kita harus jadi sahabt selamanya”
“iya, apapun yang terjadi”
Dan tak terasa kami sudah setahun bersahabat, dan kini kami sama-sama kuliah, awal-awal kuliah kami masih sering bertemu, tapi stelah beberapa kuliah, kami jarang bertemu dan jarang berkomunikasi. Aku mencoba mengirim pesan pada aria, tapi tidak ada balasan. Aku merasa ada yang berubah darinya. Aku tak tau apa penyebabnya, semua pesan yang kukirim lewat sms, tak ada satupun yang dibalas.

Aku merasa ada yang kurang setelah perubahan aria kepadaku, kini tak ada lagi pesan-pesan dari aria yang kuterima. Apa benar aria telah melupakaknku, karena dia telah mendapat teman baru, seingatku aria hanya sekali menghubungiku, itu juga karena dia minta tolong untuk dibuatkan tugasnya, pada saat itu aku merasa lega aku kira aria gag lupa sama aku, tapi ternyata aku salah. Itu bisa dibilang pesan terakhir ariya, setelah 2 bulan terakhir.
“hai sih, ngelamun aja” kakak ku mengagetkanku
“eh kak, bikin aku kaget aja”
“iya abisnya kamu ngelamun aja, mikirin apa sih”
“aku bingung aja kak, kakak tau kan kalau selama ini aku berteman baik dengan aria, tapi udah 2 bulan terakhir ini dia berubah kak” keluhku pada kakakku
“berubah gimana?”
“iya kak, sms ku gag pernah dibls, kalau aku telfon juga gag pernah diangkat”
“yah mungkin aja dia sibuk sih”
“iya masak sibuk 2 bulan sih kak” kataku kemudian
“em ya udah nanti biar kakak bantu cari tau deh” kata kak sinta

Waktu hari minggu aku memutuskan untuk pergi kedanau, biasa aku dan aria sering bermain disana. Pada saat itu aku melihat aria, tapi tak sendiri, dia bersama dengan seorang pria, aku mencoba mendekati mereka, tapi langkahku kemudian terhenti,
“gimanaa arya, apa kamu udah berhasil menjauhi asih” Tanya orang itu
“iya, aku udah buat dia benci sama gue juga, sekarang lo udah puaskan” kata aria
“bagus aria, kerja bagus, ini uang buat lo” orang itu memberikan uang pada aria

Aku tak mengerti apa maksud dari semua itu lalu orang itu berkata
“itu uang buat lo, dari kerja keras lo, sesuai dengan perjanjian, lo itu emang the best”

Aku tak tahan lalu aku menghampiri mereka
“aria, apa maksudnya semua ini, jadi kamu selama ini baik sama aku,dan berpura-pura jadi sahabat aku karena uang” aku berkata sambil berlinang air mata

Aria hanya diam, lalu orang itu yang menjelaskan
“iya, betu sekali, dan aria udah berhasil melakukannya, 1 tahun yang lalu, saya dan aria membuat perjanjian dan taruhan jika aria berhasil buat kamu mau bersahabat dengan dia maka aria akn mendapat uang”
“aku gag nyangka ya, ternyata kamu begini, dulu kamu yang bilang, bahwa sahabat itu lebih berharga dari apaun, tapi kenapa kamu justru melakukan ini sama aku” kataku sambil menangis

Aku benar-benar kecewa dan sedih, orang yang kuanggap sahabatku ternyata gag lebih dari seorang yang tak punya perasaan, dia menukar arti persahabatan ini dengan uang.
“maafin aku sih, sebenarnya aku juga gag mau ngelakuin ini aku terpaksa” kata aria
“sebenarnya aku punya salah apa sih sama kamu ya, sampe kamu tega kayag gini” kataku
“aku bener-bener minta maaf sih, aku pada saat itu emang lagi butuh uang” kata aria
“lalu kenapa harus aku yang menjadi bahan taruhanya, lalu apa arti persahabatan kita selama ini”
“karena kamu itu orangnya super pendiam, dan susah buat diajak ngomong, makanya kamu jadiin bahan taruhan” kata teman aria tadi
“aku sebenarnya juga mengaggapmu sahabat terbaik ku sih, aku dua bulan ini menjauhi kamu, karena aku gag mau kamu tahu soal taruhan ini, aku gag mau menghianati persahabatan kita, gue moon maafin gue sih” kta aria
“udah lah ya, kamu gag perlu minta maaf, makasih buat semuanya”

Aku pulang dengan berlinangan air mata, aku gag nyangka, ternyata sekarang persahabatan bisa ditukar dengan uang, padahal aku telah benar-benar menganggap aria teman baikku. Aku pandangi gelas persahabatan kami. 1 tahun yang sangat berarti buatku, ternyata tak berarti apa-apa buat arya. Aku menagis dalam kamarku, rasa ini bahkan lebih sakit dari rasa putus dari pacar. Terdengar suara pintu kamarku diketuk-ketuk
“sih, gue mohon keluar dari kamar, gue mau ngomong sama lo” suara arya diluar. Aku tak menghiraukannya, rasa sakit hati ku sudah lah amat kuat tertancap dalam hatiku.
“gue tau gue salah, tapi gue terpaksa sih, pada saat itu gue ada hutang sama orang tadi, karena buat berobat ibu gue, jadi gue terpaksa terima taruhannya “ kata aria
“tapi kenapa harus gue sih ya, kenapa?” Triakku
“itu karena pilihan dia, aku juga gag ada maksud sih, gue akan melakukan apa ja sih biar lo mau maafin gue” kata aria
“pergi dan jangan pernah temui aku lagi, dan jangan muncul didepan ku lagi, aku nyesel kenal kamu” teriaku.
“baik, kalau itu buat kamu maafin gue, gue akan pergi, jaga diri kamu baik-baik sih”

Setellah itu, aria pergi, dalam hatiku sebenarnya tak rela, tapi aku juga sngat benci diperlakukan seperti ini. 3 hari setelah hari itu, aku kemudian mendengar Aria meninggal karena kecelakaan motor, aku begitu kaget. Dan aku datangi keluarganya, biar bagai manapu, aria pernah menjadi sahabatku. Aku menghadiri pemakamannya, aku tak kuasa menahan air mataku, melihat jenasah sahabatku itu, menghilang, ditelan bumi. Tenyata arya benar-benar tak akan muncul lagi dihadapanku selamanya.
“nak, apa kamu yang namanya asih” ibu arya mendekatiku
“iya benar bug” kataku, sambil menghapus air mataku.

Ibu tua itu lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, sebuah amplop putih dia ulurkan kepada ku
“saat masih dirawat dirumah sakit, aria menuliskan surat ini untukmu, padahal pada saat itu, dia sangat kesusahan untuk memegang pena saja,tapi dia bersikeras” kata ibunya aria, lau pergi
Saat dirumah, aku buka surat itu, tanganku gemetar dan air mataku mengalir dipipiku
Untuk sahabatku asih
Aku benar-benar minta maaf, aku sebenarnya gag pernah ada maksud untuk membohongimu, aku terpaksa melakukan ini, karena butuh uang itu untuk berobat ibuku.
Mungkin saat kamu baca surat ini, aku telah berada disisi Tuhan, aku telah damai berada disampingnya, tapi Tuhan mungkin juga tak akan menerimaku, sebelum kamu memaafkan aku. Di tempat peristirahatKu yang terakhir mungkin q hanya bisamenatapmu. Sih kamu adalah sahabat terbaik yang pernah ku miliki, lewat kamu aku telah mengenal arti persahabatan sesungguhnya. Aku benar benar minta maaf jika udah buat kamu kecewa dan sakit hati
Dan sekarang Aku juga telah memenuhi permintaanmu, untuk tidak muncul selamanya dihadapanmu, dan saat kamu membaca ini, mungkin aku telah tak ada lagi di dunia. Aku merasa waktu ku semakin dekat.
Jadi aku mohon sih, maafin aku. Aku ingin melihat senyummu yang tulus untuk memaafkan aku ketika aku disana nanti. Aku saying kamu sahabatku. Pesanku, carilah terus teman dan sahabat, jangan berhenti, Tuhan pasti tak akan membiarkan gadis sebaik kamu sendiri.
Dari seseoran yang pernah menjadi sahabatmu dan selalu ingin menjadi sahabatmu

Aria

Aku tak kuasa menahan air mataku, tak ada kata-kata yang bisa aku keluarkan. Hanya suara isak tangis. Ternyata aku salah, Aria melakukan ini demi ibunya. Dan kini aku telah kehilangan seorang yang penting dalam hidupku, aku telah kehilangan sahabatku untuk selamanya. Kini semua tentang aku dan aria hanya tinggal kenangan, gelas tanda persahabatan kami, aku peluk erat-erat bersama dengan surat terakhir aria. Aku gag nyangka aria akan pergi secepat ini. Dan kini aku hanya bisa mendoakannya semoga Tuhan menempatkan aria pada tempat yang indah dan aku akan selalu memaafkannya sahabat terbaiku.


Persahabatan Sejati

Betapa enak menjadi orang kaya. Semua serba ada. Segala keinginan terpenuhi. Karena semua tersedia. Seperti Iwan. Ia anak konglomerat. Berangkat dan pulang sekolah selalu diantar mobil mewah dengan supir pribadi.

Meskipun demikian ia tidaklah sombong. Juga sikap orang tuanya. Mereka sangat ramah. Mereka tidak pilih-pilih dalam soal bergaul. Seperti pada kawan kawan Iwan yang datang ke rumahnya. Mereka menyambut seolah keluarga. Sehingga kawan-kawan banyak yang betah kalau main di rumah Iwan.

Iwan sebenarnya mempunyai sahabat setia. Namanya Momon. Rumahnya masih satu kelurahan dengan rumah Iwan. Hanya beda RT. Namun, sudah hampir dua minggu Momon tidak main ke rumah Iwan.

“Ke mana, ya,Ma, Momon. Lama tidak muncul. Biasanya tiap hari ia tidak pernah absen. Selalu datang.”

“Mungkin sakit!” jawab Mama.

“Ih, iya, siapa tahu, ya, Ma? Kalau begitu nanti sore aku ingin menengoknya!” katanya bersemangat

Sudah tiga kali pintu rumah Momon diketuk Iwan. Tapi lama tak ada yang membuka. Kemudian Iwan menanyakan ke tetangga sebelah rumah Momon. Iamendapat keterangan bahwa momon sudah dua minggu ikut orang tuanya pulang ke desa. Menurut kabar, bapak Momon di-PHK dari pekerjaannya. Rencananya mereka akan menjadi petani saja. Meskipun akhirnya mengorbankan kepentingan Momon. Terpaksa Momon tidak bisa melanjutkan sekolah lagi.

“Oh, kasihan Momon,” ucapnya dalam hati,

Di rumah Iwan tampak melamun. Ia memikirkan nasib sahabatnya itu. Setiap pulang sekolah ia selalu murung.

“Ada apa, Wan? Kamu seperti tampak lesu. Tidak seperti biasa. Kalau pulang sekolah selalu tegar dan ceria!” Papa menegur

“Momon, Pa.”

“Memangnya kenapa dengan sahabatmu itu. Sakitkah ia?” Iwan menggeleng.

“Lantas!” Papa penasaran ingin tahu.

“Momon sekarang sudah pindah rumah. Kata tetangganya ia ikut orang tuanya pulang ke desa. Kabarnya bapaknya di-PHK. Mereka katanya ingin menjadi petani saja”.
Papa menatap wajah Iwan tampak tertegun seperti kurang percaya dengan omongan Iwan.

“Kalau Papa tidak percaya, Tanya, deh, ke Pak RT atau ke tetangga sebelah!” ujarnya.

“Lalu apa rencana kamu?”

“Aku harap Papa bisa menolong Momon!”

“Maksudmu?”

“Saya ingin Momon bisa berkumpul kembali dengan aku!” Iwan memohon dengan agak mendesak.

“Baiklah kalau begitu. Tapi, kamu harus mencari alamat Momon di desa itu!” kata Papa.

Dua hari kemudian Iwan baru berhasil memperoleh alamat rumah Momon di desa. Ia merasa senang. Ini karena berkat pertolongan pemilik rumah yang pernah dikontrak keluarga Momon. Kemudian Iwan bersama Papa datang ke rumah Momon di wilayah Kadipaten. Namun lokasi rumahnya masih masuk ke dalam. Bisa di tempuh dengan jalan kaki dua kilometer. Kedatangan kami disambut orang tua Momon dan Momon sendiri. Betapa gembira hati Momon ketika bertemu dengan Iwan. Mereka berpelukan cukup lama untuk melepas rasa rindu. Semula Momon agak kaget dengan kedatangan Iwan secara mendadak. Soalnya ia tidak memberi tahu lebih dulu kalau Iwan inginberkunjung ke rumah Momon di desa.

“Sorry, ya, Wan. Aku tak sempat memberi tahu kamu!”

“Ah, tidak apa-apa. Yang penting aku merasa gembira. Karena kita bisa berjumpa kembali!”

Setelah omong-omong cukup lama, Papa menjelaskan tujuan kedatangannya kepada orang tua Momon. Ternyata orang tua Momon tidak keberatan, dan menyerahkan segala keputusan kepada Momon sendiri.

“Begini, Mon, kedatangan kami kemari, ingin mengajak kamu agar mau ikut kami ke Bandung. Kami menganggap kamu itu sudah seperti keluarga kami sendiri. Gimana Mon, apakah kamu mau?” Tanya Papa.

“Soal sekolah kamu,” lanjut Papa, “kamu tak usah khawatir. Segala biaya pendidikan kamu saya yang akan menanggung.”

“Baiklah kalau memang Bapak dan Iwan menghendaki demikian, saya bersedia. Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Bapak yang mau membantu saya.”

Kemudian Iwan bangkit dari tempat duduk lalu mendekat memeluk Momon. Tampak mata Iwan berkaca-kaca. Karena merasa bahagia.Akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. Ternyata mereka adalah sahabat sejati yang tak terpisahkan. Kini Momon tinggal di rumah Iwan. Sementara orang tuanya tetap di desa. Selain mengerjakan sawah, mereka juga merawat nenek Momon yang sudah tua.


5. Contoh Cerpen Cinta

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


Cinta Buta

hari itu sabtu, yah angin pun tahu hari itu…
suasana hari itu tenang-tenang saja, padahal seorang insan yang ku sebut diriku itu sedang tak menentu dengan hatinya, …
ku gendongkan tas rangselku dan melangkah…
kiranya semua orang melihat ke galauanku, kurasa tidak!! mungkin hanya anak bayi bersayap itu yang tahu…
karna dia yang selalu memandangiku dengan tatapan samar, yah sesamar hari sabtu..
dia duduk di sebuah atap pertokoan…lalu melayang..

Tepat di sebuah jalan pertokoan aku melangkah tepat di atas dia melayang, lalu lintas dan keramaian kota tak begitu mempedulikanku seperti hati ini yang sekian lama tak ada yang mempedulikan…
bayi bersayap itu semakin mendekat, seolah olah ingin menunjukan sesuatu yang berharga tidaknya aku tidak tahu..
dia mengikutiku, lalu mengikutiku..dan kini dia tepat di depan atas pandanganku..
kini aku yang mengikutinya…
sekarang kami saling mengejar, nampaknya seperti race yang selalu aku tonton setiap minggu..

orang-orang di jalanan tidak tahu aku mengejar siapa, mungkin hanya untuk orang-orang yang galau seperti diriku yang tahu..
aku terus mengejarnya, seperti aku ingin mengejar rahasia yang sepertinya dia akan tunjukan…
lalu bayi bersayap itu terbang melambat, dan menunjukkan jari manisnya ke arah pojok sebelah kanan, tepat di sebuah gang buntu…
aku terdiam ”apa maksudnya, tanya diriku, di hatiku?”
seolah dia tahu maksud pertanyaanku dia menjawab ”dia menunggu kamu”.

aku jadi semakin bingung, bayi bersayap itu menuntunku mendekatinya…
yah, seorang wanita muda berkacamata hitam duduk di sebuah bangunan sederhana, yang mungkin istana baginya..
aku seakan pernah melihatnya, bahkan sering…tapi dimana??

bayi bersayap itu kemudian menghilang begitu saja, tapi ku tak menghiraukanya…
karna aku masih penasaran dengan gadis ini,…siapa dia??
kemudian gadis itu memotong perkataan hatiku….:
“kemana saja kamu?”
petanyaan itu seakan menguatkanku bahwa aku pernah menemuinya…akupun menjawab dengan perlahan:
“apa kau mengenaliku, pernahkah kita bertemu, apa maksud perkataanmu?”gadis itu menjawab:
“benar saja kau tak seperti dulu, aku mengingatmu dan kau melupakanku…itu mungkin terasa adil buatmu”
aku semakin tak mengerti…
”aku ini rara, teman baikmu semasa kau tak seperti sekarang yang begitu berbeda…”aku tajamkan memori ingatanku, yah benar saja aku mengenalnya…bahkan aku sempat menyukainya semasa SMP bahkan sampai sekarang..”kini aku cacat, mataku buta…itu karna aku ingn mencarimu, aku sampai terluka demi kamu, aku sampai sakit demi kamu..sampai aku tak bisa melihat sendiri bagaimana diriku, tapi kamu?? kamu kemana??”
aku meneteskan air mata saat dia mengucapkan itu, aku bukan merasa iba ataupun kasihan tapi aku merasa bersalah…aku menjawabnya dengan rasa gelisah:
”aku juga mencintaimu dan berusaha mencarimu….tapi tak kunjung aku temui, seakan ingin aku menyerah rara. tapi setelah menemuimu kini aku berjanji akan ada, bukan hanya ada menerima dengan adanya kamu…”

inilah sisi kebaikan dia yang belum pernah aku temui pada wanita lain….dengan hebatnya dia menerimaku dia memaafkan semua kesalahanku dan dia ingin aku berjanji tidak akan meninggalkannya lagi..

seakan ingin menebus kesalahanku, akupun ingin sepertinya…ku keluarkan bolpoin dari rangselku dan ku tusukan tepat ke arah dua bola mataku…terasa sakit..perih…

pandanganku sedikit demi sedikit mulai kabur, tak lama kemudian menjadi gelap tak bercahaya…

berbeda dengan penglihatan menit-menit sebelumnya..
aku tak ingin menjerit, tak ingin menangis. karena aku tak ingin dia tahu. biar waktu yang mengizinkan dia tahu…
tanpa tahu banyaknya darah yang mengalir di dua bola mataku….
mungkin bagiku itu sebuah simbol bahwa aku sangat mencintainya..
betapa sangat gembiranya aku, walau dengan cara yang menyakitkan. rasa bersalahku seakan sedikit demi sedikit menghilang..

kini kita sama, kita salling cinta dan saling buta. tapi cinta kita bisa melihat, hati kita yang meneranginya, rasa sayang kita yang menuntunnya….

ku harap ini adalah awal dari kisah cinta kita…

tepat hari sabtu, bayi itu mendatangiku….entah dengan keajaiban apa aku benar-benar bisa melihatnya tersenyum,…
akupun tersenyum balik kepadanya, dan mengucapkan kalimat terimakasih telah membantuku ,mencari cinta yang ku kagumi…
sebulan berlalu, bayi bersayap itu tak kunjung mendatangiku, mungkin dia sudah bahagia dengan keluarganya, begitupun aku dengan keluarga baruku…


Cinta Patok Tenda

Oleh : Nisa Huda

Hari ini adalah hari ke-3 kegiatan Perkemahan Saka Wirakartika (PERTIWIKA) yang dilaksanakan di Bumper Candra Birawa Karanggeneng. Peserta datang dari berbagai wilayah yang ada di Jawa Tengah dan DIY. Kodim Salatiga mengirimkan dua kontingen yaitu kontingen Kota Salatiga dan kontingen Kab. Semarang yang diwakili aku dan teman-teman.

Pukul 18.45 aku dan Efendi pergi ke lapangan utama untuk mengikuti kegiatan anjangsana malam ini. Semua perwakilan dari masing-masing kontingen juga sudah berkumpul dilapangan. Pukul 19.00 tepat ada kakak panitia yang merapikan barisan kami. Kami semua diajak berkeliling bumper dan diperkenalkan dengan Lurah Putra, Lurah Putri, dan Camat pada kegiatan PERTIWIKA. Setelah selesai berkeliling kami diminta untuk berkenalan satu sama lain dan meminta contact person. Setelah kegiatan usai kami diperbolehkan kembali ke tenda masing-masing. Saat akan kembali ke tenda ada seseorang yang memanggilku dari belakang.

“selamat malam kak” sapa orang itu.
“malam juga” jawabku
“boleh kenalan nggak kak, soalnya tadi belom sempat kenalan sama kakak. Nama kakak siapa?”
“namaku Fira, kalo nama kakak?”
“kalo aku Fadhil kak, kakak dari kontingen mana?”
“aku dari kontingen Kab. Semarang, kakak kontingen mana?”
“wah kita tetanggaan dong, aku dari Kota Semarang kak, minta contact personya boleh?”
“boleh kak 085865912835, ya udah kak aku balik tenda dulu ya”
“makasih kak.. selamat malam”

Keesokan harinya aku mendapat giliran untuk menjaga tenda,saat aku sedang bersih-bersih tenda tiba-tiba hpku berbunyi ku lihat ada sebuah pesan singkat dari nomer yang belum aku kenal. Pesan itu aku biarkan saja tapi karena tidak mendapat respon dari ku nomer itu terus mengirim pesan singkat padaku. Karena jengkel dengan pesan yang selalu datang akhirnya aku membalas pesan itu. Kini aku tau siapa pengirim pesan tersebut, dia adalah orang terakhir yang tadi malam meminta nomerku pada saat anjangsana. Setelah aku tau itu nomer kak Fadhil dari kontingen Kota Semarang hpku ku simpan lagi dan aku melanjutkan beres-beres tenda. Hari ini kegiatan tidak begitu padat karena hari ini adalah hari terakhir kegiatan dan besok setelah upacara penutupan kami pulang ke daerah masing-masing.

Kegiatan siang ini adalah relly yang menjadi puncak dari kegiatan perkemahan selama empat hari yang lalu, karena dalam relly ini selain berjalan jauh dalam perjalanan tersebut juga ada pos-pos untuk menguji materi yang telah diberikan. Dalam perjalanan kami menyanyikan yel-yel berulang-ulang dengan tegas yang menandakan kami masih bersemangat mengikuti kegiatan ini walaupun badan kami sudah capek. Satu persatu pos dapat kami jalani dengan baik, mulai dari survival, navigasi darat, pioneering, penanggulangan bencana, sampai pos terakhir mounteneering. Dari pos mounteneering kami melanjutkan perjalanan untuk kembali ke bumper, sesampainya dibumper kami membersihkan diri dan beristirahat sebelum mengikuti acara malam cakra atau penyalaan api unggun.

Pada malam cakra ini selain penyalaan api unggun juga diadakan dangdutan untuk menghilangkan rasa penat setelah berkemah selama 4 hari. Saat acara dangdutan ada cowok yang menabrakku sampai topiku terjatuh, dia mengambilkan topi dan memberikannya padaku.

“maaf ya kak nggak sengaja” ucap cowok yang menabrakku.
“iya kak nggak papa kok” jawabku.
“eh kaya kenal suaranya, nama kakak siapa?”
“namaku Fira kak”
“eh kak Fira to, ketemu lagi ni kak, aku Fadhil kak yang kemarin minta nomernya kakak waktu anjangsana”
“oalah kak Fadhil to, kirain siapa”
“Fir ayo kesana udah ditunggu temen-temen tuh” ajak Dina yang saat itu sedang berjalan denganku.
“iya Din. Yaudah kak aku gabung sama temen-temenku dulu ya”
“iya kak”

Saat aku sudah bergabung dengan teman-temanku yang lain aku merasa ada seseorang yang selalu memperhatikanku, benar saja kak Fadhil sedang memperhatikanku dari jauh dan saat pandangan kami bertemu dia tersenyum kepadaku. Tapi aku tak terlalu menghiraukan hal itu karena aku menikmati malam terakhir ini bersama teman-temanku. Kami mengisi malam terakhir ini dengan bernyanyi, menari sambil tertawa bersama. Tak lupa setelah acara dangdutan selesai kami berkeliling ke tenda-tenda kontingen lain untuk mengucapkan salam perpisahan.

Waktu menunjukkan pukul 07.00 saatnya kami mengikuti upacara penutup sekaligus pengumuman pemenang lomba. Upacara penutupan berjalan dengan lancar dan khitmat. Sekarang saatnya pengumuman pemenang lomba.

“juara satu relly Saka Wirakartika se-Jawa Tengah dan DIY diraih kontingen dari……. Kabupaten Semarang. Silahkan salah satu perwakilan maju untuk menerima piala”.

Kemudian Satria sebagai ketua kontingen maju untuk menerima piala tersebut.

“Fir apa bener kita yang menang?” tanya Eka belum percaya
“iya kontingen kita menang juara satu relly” jawabku
“nggak nyangka ya kita bisa menang, padahal kita ikut kegiatan ini juga seadanya” kata Rahma
“alhamdulillah itu berkat usaha kita” kata Lintang

Kami semua senang dengan hasil usaha kita yang tidak sia-sia. Sesampainya di Koramil Ungaran kami merayakan kemenangan kami.

Seminggu setelah pulang kemah kak Fadhil kembali menghubungiku. Dia menanyakan banyak hal tentangku dan begitupun sebaliknya. Semenjak saat itu aku menjadi dekat dengannya, aku merasa nyaman. Beberapa bulan kemudian dia mengajakku bertemu, dan dia bilang akan menjemputku di rumah. Sesampainya dirumah kak Fadhil ijin pada orangtuaku mengajakku jalan. Setelah mendapat ijin, kak Fadhil mengajakku ke suatu tempat yang sangat romatis. Tak ku sangka disana dia menyatakan perasaannya padaku dan memintaku untuk menjadi kekasihnya. Dia juga memberiku seikat bunga mawar merah. Aku merasa tersanjung dengan kejutan yang dia berikan, dan aku memberi dia jawaban iya yang berarti aku mau menjadi kekasihnya.

“beneran kamu mau jadi pacarku?”
“iya kak aku mau”
“yeee makasih ya sayang”
“iya kak sama sama”
“sekarang jangan panggil kak dong kan udah jadi pacarku hehehe”
“iya deh kak, ups maksudku sayang hehe”

Dan hubungan kami pun berjalan dengan baik, setiap malam minggu kak Fadhil selalu menyempatkan waktu untuk mampir ke rumahku. Dia juga selalu membawakan bunga mawar merah untukku. Tak terasa hubungan kami sudah menginjak 6 bulan dan dari bulan ke bulan kami merasa semakin menyayangi satu sama lain.

Hari ini sepulang sekolah aku mengajak Rahma pergi ke gramedia. Disana tak sengaja aku melihat Fadhil dengan seorang perempuan, kemudian aku mencoba menghubunginya.

“kamu lagi ada dimana?” tanyaku
“aku lagi pergi sama temen, kenapa?”
“pergi kemana?”
“ke rumahnya temenku ngerjain tugas, emang kenapa sih?”
“nggak papa kok tadi aku liat orang yang mirip kamu, tapi mungkin salah orang”
“ya udah aku lanjutin buat tugas dulu ya”
“iya kak”

Dalam hati aku berkata “sekarang kamu mulai bohong sama aku kak dan sebenarnya siapa perempuan itu?”. Karena sudah malas aku mengajak Rahma pulang walaupun kami belum jadi membeli buku. Rahma tampak bingung tapi dia tidak bertanya padaku dan langsung mengiyakan permintaanku.

Setelah kejadian itu Fadhil jarang memberiku kabar, dia juga tidak datang ke rumahku. Aku merasakan perubahan yang sangat besar darinya. Aku berpikir mungkinkah perempuan yang beberapa waktu lalu ku lihat dengannya adalah pacar barunya? Apa Fadhil udah nggak sayang sama aku lagi?. Setiap hari pertanyaan itu muncul dipikiranku dan itu sangat mengganggu kegiatanku.

“maaf ya malam ini aku nggak dateng ke rumah, aku ada janji sama temen-temenku”
“temen apa temen? Paling kamu juga main sama cewek lain”
“kamu ngomong apa sih? Cewek mana? Ya terserah sih mau percaya apa enggak”
“ya udah kalo nggak mau jujur”

Malam minggu ini aku habiskan hanya dengan berdiam diri dikamar karena Fadhil tidak datang kerumah. Saat aku sedang mendengarkan musik tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku. Ku bukakan pintu dan ternyata yang datang itu Fadhil. Dia datang membawa kue, bunga, dan kado.

“happy birthday my dear”

“loh kok kamu ada disini? Katane kamu ada janji sama temen, eh bukan temen tapi cewek baru kamu” kataku sinis

“emang gak boleh ya aku ke sini? Cewekku kan kamu”
“nggak usah bohong deh”
“aku nggak bohong.. serius deh”
“trus kalo kamu gak bohong kenapa kemarin kamu nggak jujur waktu aku tanya kamu lagi ada dimana? Waktu itu aku liat kamu lagi sama cewek di gramedia tapi kamu bilangnya kamu lagi di..” jari telunjuk Fadhil di tempelkan di bibirku dan memotong pembicaraanku
“sssttt ditinggal beberapa hari aja kok ya jadi cerewet banget to hehehe. Dengerin penjelasan aku dulu, waktu itu aku pergi sama Tasya dia saudara sepupuku aku minta dia bantu aku milihin kado yang cocok buat kamu. Aku emang sengaja bohong soalnya aku pengen ngasih kejutan sama kamu”
“tapi kenapa kamu nggak bilang sama aku sih”
“namanya juga mau ngasih kejutan, kalo aku ngomong jujur ya bukan kejutan dong. Aku minta maaf udah bohong sama kamu jangan marah lagi ya”
“iya aku maafin, aku juga minta maaf udah salah paham sama kamu”
“iya sayang, aku sayang kamu”
“aku juga sayang kamu”
“dibuka dong kadonya”

Didalam kotak kado dari Fadhil berisi sebuah kalung dan boneka. Kemudian Fadhil memasangkan kalung itu di leherku.

“makasih ya, aku suka kadonya”
“suka kadonya doang nih? Sama orangnya suka nggak?”
“hehe suka kok”
“coba deh perut bonekane kamu pencet”
saat ku pencet boneka itu berbunyi “hai Fira aku sayang kamu”.
“aku juga sayang kamu Fadhil. Makasih ya aku seneng banget deh”
“iya sama-sama”

Cinta yang datang dari patok tenda ini semoga bisa terus berlanjut dan tak akan berhenti sampai disini.


Cinta Bukan Drama

Oleh : Niaw Shinran (Ms Nii)

”Lupakan yang pernah terjadi di antara kita, karena yang kulakukan hanya sebatas pormalitas belaka”

**

Tak enak rasanya menjadi seorang pengagum, apalagi hanya sebatas pengagum kecil yang dipandang sebelah mata, layaknya kerikil di antara bebatuan yang menumpuk, sama sekali tak terjamah dan tak terlihat, apalagi dapat dicintai, nasib …

Aku akui bahwa sudah beberapa bulan lamanya perasaan ini muncul, entah harus dengan cara apalagi untuk kulupakan, sementara sinetron yang sering kulihat terus saja mempengaruhi otakku dengan adegan-adegan dimana yang mencintai itu harus berusaha dapat dicintai pula, apakah aku harus beracting seperti halnya disinetron? Tidak, aku tidak mau ada drama, apalagi ini urusannya dengan yang namanya cinta, biarlah, biarlah mengalir apa adanya.

Dialah Dika, laki-laki yang kusukai selama ini. Popularitasnya sebagai salah satu laki-laki tampan di kampus memang patut diacungi jempol, bahkan beberapa sensasinya yang dianggap panas mampu mengalahkan popularitas beberapa laki-laki tampan yang lainnya, apa yang kusukai darinya? Mmmm entahlah, namanya juga naluri perempuan, gak boleh liat yang ganteng dikit langsung berasa sejuk di hati, mungkin karena aku memang lagi jomblo juga si. Plakk!!

Aku pernah sekali memberikan sesuatu kepada Dika dihari ulang tahunnya berupa kaos pendek berwarna merah yang bertuliskan’I Love You’, ketika dipakainya kuharap dia mengerti akan maksudku, ya, kuharap dia tak hanya mengatakan terimakasih, tetapi juga mengatakan”I love you too”, alhasil sia-sia, dia hanya tersenyum simpul lalu disibukan dengan banyaknya hadiah yang diterimanya.

”Gimana, gimana? Dia suka sama hadiah dari lo?”tanya Gina temanku

Aku menghela napas dan duduk dengan kecewanya

”Kayaknya si dia suka, bahkan bajunya dia pake kok”jawabku

”Ahhhh serius? Wah selamat yaaaa, akhirnya cinta lo gak bertepuk sebelah tangan juga”riang Gina tak bisa membeca raut wajahku

”ihhh! Siapa juga yang nerima cinta gue, orang dia gak ngucapin apa-apa kok, dia cuma senyum terus …”diam sejenak

”Terus apa Nel?”tanya Gina menyerobot penasaran

”Yaaa gitu deh, gue gagal … Hikss”aku memeluk Gina dan bersandar di pundaknya

”Cup cup, lo yang sabar ya Nela, gue yakin ada banyak cowok lain yang mau nerima cinta lo”ujarnya

”Lo kok ngomongnya gitu banget si, emangnya gue gak laku banget apa”cetusku

”hehehe …”Gina cengengesan lalu mengelus pundakku

Tak hanya aku yang patah hati waktu itu, banyak perempuan lain yang juga dibuat patah hati oleh Dika, semampunya kami sebagai kaum hawa hanya bisa menangisi saja, tapi tidak untuk berkelanjutan walaupun hati tak bisa tuk berdusta, karisma dari seorang Dika semakin hari semakin terlihat mempesona, bentuk bibirnya yang rintik dan berwarna merah seperti karet gelang yang teranyam benar-benar cute.

Satu bulan kemudian rehabilitas dari patah hati pun mulai memudar bahkan terlupakan. Pagi-pagi sekali aku berangkat ke kampus untuk menemui Gina, entah ada apa dia menyuruhku datang ke kampus pagi-pagi sekali. Kulihat Gina sudah menunggu di depan kampus, tak lama kemudian dia menarik tanganku menuju ke toilet

”Gina! Lo apa-apaan sih tarik-tarik tangan gue kaya gini? Emangnya gue kambing apa!! Ughh!!”merongosku, Gina hanya cengengesan lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya

”Taraaaa … Liat nih gue bawa apa buat lo Nel”ujar Gina menaik turunkan alisnya yang tipis sambil tersenyum memperlihatkan sesuatu yang dipegangnya sekarang

”Buat gue? Apaan nih?”diam sejenak mengambil apa yang ada ditangan Gina,”What? Ini buat gue? Baju alay kaya gini buat gue, Na? Gak salah?”jelasku menggeleng-gelengkan kepala dengan herannya

”Iya, baju ini harus lo pake, gue mau satu semua orang yang ada di kampus ini tau kalau lo itu sebenarnya cantik, termasuk Dika, urusan makeup biar gue yang makeapin lo, hehe”jelas Gina membuatku semakin tak mengerti

”Ta-tapi, Na … Gue gak butuh kaya beginian, baju alay kaya gini gak pantes buat gue”

”Ihh baju alay apanya si, Nel, ini tuh baju trend di tahun 2014, lo kudate sih”celotehnya lagi

”Terserah lo deh, mau trend di tahun berapa juga pokoknya gue gak bakalan pake baju itu”

”Pokoknya harus!”Gina memaksaku dan merubahku seperti magic, beberapa menit kemudian aku sudah seperti merenkarnasi dengan tampilan yang berbeda, oh my god.

”Aaaaaaa … Gina! Kenapa gue jadi kaya tante-tante gini sih?”tanyaku terkejut melihat penampilan baruku

”Lo nora banget siiii … Gue udah makeupin lo senatural mungkin, lo itu cantik Nela, yuk kita keluar”ajak Gina menarik tanganku

”Gue gak mauuu … Jangan paksa gue”

Brakkkk …!

Dengan kencangnya Gina menarik tanganku keluar dan membanting sepatuku kelantai, kini yang kupakai adalah baju aneh yang entah apa itu namanya, juga heels yang tingginya lima senti sudah menggantikan sepatuku.

Banyak orang yang menatapku, entah menatap karena aneh atau yang lainnya, yang ada dipikiranku sekarang ini hanyalah pemikiran-pemikiran negative. Ada pula yang menyapaku dengan berbagai kata-kata

Cowok1 :”Hay Nela, penampilan baru lo oke juga, jadi pangling gue ngeliatnya”

Cowok2 :”Widiiiih, ada mahasiswa baru dari mana nih seger banget diliatnya, neng, dangdutan dama Aa nyokk … Hahaha”

Cewek1 :”Nel, lo salah minum obat ya? Sepatu dekil lo kemana? Hahaha”

Cewek2 :”Ciee, kenapa gak kemarin-kemarin aja tampil cantik Nel?”

Pak Dosen :”Wahh … Bapak jadi naksir sama kamu”

”Aaaaaah … Kabur, Na, gue gak mau ditaksir sama dosen burik kaya dia”aku menarik tangan Gina berlari ke arah kantin

Brukkk … !

Aku menubruk seseorang yang tak lain adalah seseorang yang kusukai selama ini, ya, Dika. Aku menganga ketika melihat kalau yang kutubruk itu adalah Dika, spontan aku langsung meminta maaf dan merapihkan rambutku

”So-sory sory ya, aku gak sengaja, soryyyy banget”ucapku

”Lo? Lo itukan cewek yang ngasih gue hadiah yang isinya kaos bertuliskan I love you kan?”tanya Dika

”I love you too …”celotehku bengong melihat wajahnya sedekat ini

”… ?”Dika terdiam melihat sikap anehku tadi

”Nel, Si Dika lagi nanya sama lo, bukan lagi nembak lo, huh! Lo payah”bisik Gina yang memecahkan lamunanku

”Eng? Sory ya … I-iya aku yang ngasih kaos itu ke kamu, hehehe, kamu suka kan?”tanyaku mulai basa-basi

”Iya, gue suka, btw lo kok beda banget ya? Gak kaya waktu lo ngasih hadiah itu ke gue”ujar Dika

”Mmm maksudnya?”tanyaku tak mengerti

”Maksud gueeee lo hari ini cantik, kalau boleh tau siapa nama lo? Sekalian nomer handphone lo”jelas Dika menanyakan namanku dan meminta nomer ponselku, jantungku berdetak kencang tak karuan, rasanya aku ingin sekali mencium pipi Gina untuk mengucapkan terimakasih atas apa yang sudah dia lakukan

”Namaku, Ne-nela …”diam sejenak untuk menulis nomer ponsel,”Dan ini nomer aku”lanjutku

”Oke, thanks … Salam kenal Nela, gue cabut dulu, bye”

”Bye …””Oh Tuhaaaaan, mimpi apa gue semalem, Na …? Tadi Dika minta nomer hape gue”seruku

”Wahhh Dika pasti suka sama penampilan lo yang sekarang, lo harus banyak-banyak berterimakasih sama gue, Nel”ujar Gina

”Iya, Nam gue terimakasih banyak banget sama lo, kalau gitu hari ini gue traktir lo makan sepuanya di kantin, yuk”ajakku

Sengan wajah sumringan Gina pun kuajak kekantin untuk merayakan hari terristimewa bagiku.

**

Semalaman aku menunggu adanya sms atau telfon dari Dika, harap-harap cemas aku melirik ponselku berulang-ulang kali, hingga pada pukul satu pagi aku tertidur dan terbangun setelah beberapa menit kemudian ada nada sms yang kudengar, tadinya kupikir itu sms dari Gina yang selalu memintaku untuk menemaninya curhat, tapi satu nomer baru yang kulihat yang bertuliskan sms seperti ini,”Hay cantik, kayaknya gue suka deh sama lo, tiga kata yang ada di kaos pemberian lo itu masih berlaku untuk gue jawabkan? Kalau iya gue mau to the point langsung sama lo, I love you too, mulai hari ini kita sudah resmi jadian. -Dika-”

”Aaaaaa …. Yes! Yes! Yeeeeees! Akhirnya Dika nerima cinta gueeeeeee”aku terkejut lalu berteriak histeris bahagia, sampai-sampai kedua orang tuaku terbangun dari tidurnya

”Nela, Nel … Kamu kenapa? Kok teriak-teriak? Buka pintunya Nel”teriak Ayah dan ibu dibalik pintu

”Gak ada apa-apa kok bu, yah, ta-tadi itu ada kecoa masuk keselimutnya Nela”jawabku berbohong

”Kamu tuh buat panik Ibu sama Ayah saja”ucap Ayah

”Iya maaf”

Lalu ibu dan ayah pun kembali ke kamar mereka, sementara aku tidak bisa tidur sampai matahari terbit, rasa ngantuk tak kurasakan, beberapa kali kubaca sms dari Dika, kini statusku bukanlah lagi sebagai seorang pengagum saja, kini aku pacaran dengannya, its amaging.

makeover yang dibuat oleh Gina memang mampu membuat Dika jatuh hati padaku hanya dalam jangka waktu satu hari, dan aku memutuskan untuk merubah penampilanku sepenuhnya seperti apa yang sudah dilakukan Gina kemarin. Hari ini aku datang ke kampus dengan Dika, aku turun dari mobil mewahnya dan menggandeng tangannya, semua pasang mata tertuju pada kami, tak terkecuali dosen burik yang naksir padaku itu, rasanya aku ongin sekali memamerkan kebahagiaanku ini kepada semua mahasisiwi betapa beruntungnya aku

”Sayang, kita kekantin yuk, aku belum sarapan nih”ucapku

”Kamu duluan aja ya, nanti aku nyusul”Seru Dika

”Kamu mau kemana?”tanyaku

”Eng … Aku mau ambil dompet, dompet aku ketinggalan di mobil, sebentar ya”Dika pun pergi meninggalkanku sendiri untuk mengambil dompet yang ketinggalan di dalam mobilnya, tapi entahlah

Beberapa mahasiswi menghampiriku dan menanyakan apa rahasianya kenapa aku bisa jadian dengan Dika, ternyata berita itu sudah diketahui oleh semua mahasiswa, aku bingung, apa yang harus kukatakan kepada mereka, karena aku tidak punya rahasia apapun, yang kulakukan hanya merubah penampilanku saja. Tak lama kemudian tiba-tiba ada yang menarik tanganku yang tak lain adalah Gina

”Ihh! Lo kebiasaan banget siihh! Jangan taik-tarik gue kaya kambing dong”cetusku

”Duh sory-soryy, gue cuma bantuin lo menghindar dari mereka Nel”ucap Gina

”Iya, tapi gak gitu juga caranya, tangan gue sakit tau …”

”Btw, selamat ya Nel, akhirnya lo bisa jadian juga sama cowok yang lo taksir selama ini”

”Thanks ya Gin, ini semua juga berkat lo kok”

Aku sudah lupa dengan rasa laparku lalu mengajak Gina untuk masuk ke kelas.

Satu minggu kemudian, popularitas Dika di kampus semakin menjadi nomer satu, yang kurasakan semenjak jadian dengannya adalah hambar, semenjak jadian dengan namaku juga ikut populer, namun aku tak membutuhkan itu, yang aku butuhkan hanya perhatian darinya, Dika memang baik, dia selalu menyempatkan waktu disela-sela kesibukannya untuk menemuiku, walau hanya untuk beberapa menit saja, bahkan Dika sudah sangat baik padaku, Dika tidak segan-segan memperkenalkanku kepada teman-teman yang juga setara kepopulerannya, tapi kenapa aku masih merasa kalau Dika gak benar-benar ada untukku? Apakah aku belum terbiasa? Mungkin saja iya mungkin saja tidak.

Hari ini aku datang kekampus sendiri, ada yang berbeda lagi dari penampilanku, tentunya kukembalikan penampilanku yang dulu lagi, aku sudah tak nyaman memakai pakaian yang serba terbuka, belum lagi kedua orangtuaku melarang sekali aku memakai baju alay yang kemarin kupakai, penampilanku yang dulu membuatku nyaman untuk melakukan aktivitas apapun. Dan lagi, semua pasang mata tertuju padaku dengan dua alasan, pertama karena aku tidak ditemani oleh Dika, yang kedua karena penampilanku kembali seperti dulu lagi, Nela yang simple.

”Nel, lo yakin mau pake baju itu lagi kaya dulu?”tanya Gina

”Iya, Na … Gue sebenarnya gak nyaman banget pake baju-baju terbuka kaya kemarin itu”

”Tapi gimana sama Dika nanti? Dika belum tentu suka sama penampilan lo yang sekarang ini”ujar Gina

”Gue yakin kalau Dika pasti mau nerima gue apa adanya, gua gak mau Acting atau Drama di depannya kalau gue suka pake baju itu, makanya hari ini gue mau bilang ke dia kalau gue lebih suka tampil apa adanya”jelasku

Tin … Tin …

Kudengar bunyi klakson mobil dari belakang, ternyata itu Dika

”Nel, masuk ke mobil aku sekarang”ucap Dika serius, lantas aku menurutinya dan masuk ke dalam mobil. Dika memutar balik arah ke luar kampus

”Sayang, kita mau kemana?”tanyaku

”Kita gak akan kemana-mana kok”jawabnya

”Terus??”

Ngikkk … !

Mobil berhenti secara tiba

”Aku mau ngomong sesuatu sama kamu”seru Dika serius dengan menatap ke depan

”Kamu mau ngomong apa? Kayaknya serius banget deh”tanyaku

”Ini emang serius, aku mau kita putus sekarang juga”jelas Dika membuatku terkejut dengan pernyataannya

Deg … Deg … Deg …

”Ta-tapi kenapa? Apa karena penampilan aku yang kaya dulu lagi? Atau ada oranf ketiga?”tanyaku serius

”Bukan, bukan karena itu, kamu taukan kalau aku punya selera tinggi dalam memilih pasangan, apa kamu gak merasa kalau kamu itu gak pantes buat aku?”ucapan Dika menyayat hatiku

”Tapi kenapa? Kenapa di sms kamu bilang seperti itu sama aku? Dan kenapa kamu lakuin semua ini sama aku? Apa salah aku? Hikks …”tanyaku, air mata mulai menetes ke pipi

”Lupakan semua yang pernah terjadi di antara kita, karena yang kulakukan hanya sebatas pormalitas belaka”ucapnya semakin membuat hatiku sakit

Betapa bodonya aku saat ini di hadapannya, air mataku menetes tak berguna menangisi laki-laki yang tak punya hati seperti Dika

”Sekarang aku minta kamu keluar dari mobilku”pintanya

Dengan senang hati akupun langsung bergegas keluar dari dalam mobilnya, dan kini hanya punggung mobilnya sjalah yang bisa kulihat dari kejauhan. Kali ini aku mendapatkan suatu pelajaran yang sangat berharga, tak ada yang tahu jalan Tuhan seperti apa, namun yang pasti aku sudah siapa seseorang yang kusukai selama ini, dia tak lain adalah laki-laki yang tak punya hati dan perasaan.

Mencintai seseorang dengan kekurangan yang kita miliki akan menciptakan cinta yang sederhana dan apa adanya, sementara kelebihan yang dibuat-buat hanya akan menciptakan ketidakjujuran dan kebohongan.

Tak ada cinta yang sempurna melebihi cinta terhadap diri sendiri.


Campur Aduk Rasa

Oleh : Niaw Shinran (Ms Nii)

Setelah sekian lamanya menyendiri dalam balutan sepi juga ikatan status jomblowati, sekian lamanya menanggapi cemoohan dan bulian yang membuatku sering menangis sendiri, benarkan aku adalah perempuan terpayah di dunia ini? Atau terjelek, terhina, tersisih, terasing, ter-ter-ter-ter … Ah! Forget it. Kini aku punya cinta.

**

Namaku Leria, ya, aku tahu, tak ada yang menanyakan itu, setidaknya kalian tidak akan bertanya siapa namaku setelah mengetahui aibku selama menjadi jomblowati, malang sekali bukan? Begitulah.

Satu tahun yang lalu, ingatanku masih sangat bagus, sampai sewaktu ketika aku dipermalukan oleh mantan sahabatku sendiri yang bernama Ayu, semenjak dia memiliki pacar yang bisa dibilang anak orang kaya, semenjak itulah dia menjauhiku karena statusku yang masih saja jomblo dan dia malu berteman dengan jomblowati sepertiku, mungkin dia merasa lebih cantik setelah memiliki pacar. Kejadian itu begitu saja terjadi tanpa memberikanku kesempatan untuk menghindar. Ayu sebagai ketua tim basket perempuan di sekolahku dengan sengaja melempar bola basket ke kepalaku, sakitnya bukan main, kata teman-teman yang melihatnya sih aku pingsan, entahlah, karena setahuku aku tak pernah mengalami yang namanya pingsan. Teman-teman membawaku ke UKS, disana aku tak sadarkan diri selama tiga puluh menit, katanya, kata seseorang yang memang bertugas sebagai penjaga UKS, dia seorang laki-laki, namaya Tomi, dia cukup tampan dan membuatku salah tingkah

”Kamu sudah siuman?”ujar Tomi

”I-iya, ma-makasih ya udah jagain aku”ucapku terbata-bata. Aku mulai merapihkan rambutku dan kuarahkan jari telunjuk ke sela-sela mata kanan dan kiriku, karena kutakut ada sesuatu disana, be to the lek.

”Udah jadi tugas aku kok, kamu pingsan lumayan lama juga ya”ucapnya lagi sembari merapihkan beberapa wadah kecil yang berisikan obat

”Eng? Memangnya seberapa lama?”diam sejenak

”Sebelumnya aku belum pernah mengalami yang namanya pingsan”tanyaku

”Tiga puluh menit”jelasnya membuatku mengkerutkan kening,”Kalau begitu aku antar kamu ke kelas ya, atau kamu mau aku pintakan surat izin pulang?”ujarnya menawarkan bantuan.

”Ya tuhan dia baik banget siiiii … Kira-kira aku izin pulang gak yaaaa??” batinku

”Hey! Kok ngelamun?” tanyanya sedikit mengagetkanku

”Hehe, mmmm menurut kamu baiknya gimana?” tanyaku lagi. Tomi memainkan jari telunjuknya ke dagu untuk sedikit berpikir, hal itu membuatnya cute dan manis

”Bagaimana kalau kamu pulang saja, toh kelas sebentar lagi juga mau bubarkan” sarannya

”Ta-tapi, hari ini aku ada piket”

”Tidak apa-apa, kan ada surat izin, kalau kamu mau nanti aku antar kamu pulang, gimana?” ucapnya menawarkan diri untuk mengantarku pulang, tanpa berpikir panjang aku langsung mengiyakan tawarannya itu

”Kalau begitu kamu tunggu disini dan aku akan pintakan surat izin dulu buat kamu” ujarnya seraya tersenyum dan keluar dari ruangan UKS.

Tak tahan dari beberapa menit yang lalu menahan rasa ingin buang air kecil aku bergegas ke wc,”Hahhh … Lega rasanya, pantas saja sering sekali ada siswi yang keluar masuk ke UKS, orang yang jaganya aja ganteng, hehe, dia mau antar aku pulang? Yess!” seruku bahagia. Aku pun kembali ke UKS, disana sudah ada Tomi yang menunggu

”Kayaknya gak usah diantar pulang pun kamu bisa pulang sendiri” ujarnya membuatku salah tingkah

”Ta-tapi, kepalaku masih sakit dan aku takut kalau pingsan di jalan nanti” aku pun berbohong

”Yasudah, ditanganku sudah ada surat izin untuk kamu tunjukan ke pak satpam di depan, kalau begitu yuk aku antar pulang” ajaknya, sekali lagi akupun mengiyakannya.

Beberapa menit lagi kelas akan bubar, sementara itu aku masih menunggu Tomi menghidupkan sepeda motornya yang sepertinya mogok, beberpa kali dia mencoba menghidupkan lagi tapi belum bisa, Tomi putus asa dan menghampiriku,”Kayaknya motor aku ngadat lagi deh, aku gak bisa antar kamu pulang jalan kaki, gimana kalau kamu pulang naik taksi aja?” ucapnya

”Lho? Kenapa enggak bisa? Jalan kaki juga gak apa-apa kok” jelasku berusaha untuk membuatnya harus mengantarku pulang

”Tapi gimana sama motor aku?” tanyanya

”Mmmm kalau gak salah didekat sini ada bengkel kok, aku antar kamu ke bengkel untuk benerin motor kamu itu, yuk” ajakku. Tomi diam sejenak

”Kenapa jadi kamu yang antar aku? Kan aku yang mau antar kamu” katanya lagi sembari menghela napas kecil

”Tapikan motor kamu mogok, jadi sebelum kamu antar aku pulang aku antar kamu ke bengkel dulu aja, biar adil, iyakan”

”I-iya juga sih, yaudah deh … Yuk” Tomi pun akhirnya mau kuantar ke bengkel

Tomi menuyun motornya, sementara aku sibuk curi-curi pandang, sesekali aku tersandung, memalukan memang, tapi aku cuek saja. Bekas hujan tadi pagi membuat jalanan sedikit basah dan menimbulkan kubangan air.

Byuuuurrr …

”Aaaaa … Woy bawa mobilnya pelan-pelan dong, kena gue nih”seruku merongos pada seseorang yang mengendarai mobil, karenanya aku terguyur air kubangan hujan. Tomi meletakan motornya dan memberikan sapu tangan kepadaku

”Ini ambil, bersihin baju kamu pake sapu tangan aku” ucapnya menyodorkan sapu tangan berwarna biru, jantungku berdetak kencang, tanganku gemetaran menerima sapu tangannya

”Tangan kamu gemetaran, kamu kedinginan?” tanya Tomi

”Eng-enggak kok, yaa tapi sedikit, hehe” jawabku terbata-bata.

Seseorang keluar dari mobil yang membuatku basah kuyup, dia tak lain adalah Ayu yang keluar dari mobil pacarnya yang memang hampir setiap hari menjemputnya pulang sekolah. Ayu menghampiriku dan mentertawakanku dihadapan Tomi

”Hahahaha, emang enak basah kuyup kaya gitu!! pasti dingin banget ya? Kaciaaaaan, jomlo lumutan kaya lo emang pantes digituin! hahaha” cetus Ayu lagi-lagi mempermalukanku, aku hanya terdiam

”Kamu jangan kaya gitu dong sama dia, emangnya dia punya salah apa sama kamu?” tanya Tomi yang ikut berbicara, Ayu yang baru menyadari Tomi ada di dekatku pun menarik tanganku dan berbisik menanyakan sesuatu

”Kok lo bisa sama dia disini?” tanya Ayu berbisik

”Dia? Dia siapa?” tanyaku pura-pura tak mengerti

”Dia, Tomi si penjaga UKS yang banyak disukai sama anak-anak di sekolah”

”Ohh, jadi namanya Tomi toh”

”Lo jangan belaga bego deh, gue tanya kenapa lo bisa sama dia?” tanya Ayu lagi

”Dia mau anterin gue pulang” ucapku dengan bangga karena laki-laki yang sempat ditaksirnya bisa dekat denganku, Ayu terdiam dan melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, dengan wajah yang kesal Ayu pun pergi.

”Dia punya masalah apa sih sama kamu? Kok gitu banget jadi cewek?” Tanya Tomi

”Dia mantan sahabat aku, tapi yaudahlah, kita terusin lagi yuk jalannya, sebentar lagi sampai ke bengkel kok” ajakku, Tomi tak banyak bicara lagi dan kembali menuyun sepedah motornya.

Sesampainya di bengkel, Tomi membelikanku minuman dan kita duduk berdua sembari menunggu sepedah motornya selesai dibenarkan.

Entah kenapa detak jantungku yang sedari tadi deg-degan semakin dag-dig-dug, rasanya ingin kuhabiskan langsung minuman yang kupegang ini. Tomi mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri

”Kita belum kenal nama ya? Kenalin nama aku Tomi, kamu?”tanya Tomi

Lagi-lagi tanganku bergemetar untuk meraih tangannya

”Na-nama a-aku Leria” ucapku

”Tangan kamu gemetaran lagi, kamu masih kedinginan? Atau jangan-jangan kamu masuk angin?” tanya Tomi lagi

”Enggak kok enggak, mungkin karena gak biasa aja kali pake baju basah kaya gini”

”Yaialah, siapa sih yang mau pake baju basah, kamu sabar ya, kayaknya bentar lagi motor aku selesai deh” jelasnya

Setelah menunggu dua puluh menit akhirnya Tomi bisa mengantarku pulang dengan sepedah motornya. Dari bengkel ke rumah memang lumayan jauh, sementara kecepatan motor yang dibawa Tomi lumayan cepat dan membuatku semakin kedinginan

”Kamu boleh peluk aku kalau kamu mau, dari pada kamu kedinginan kaya gitu” ucap Tomi, namun aku menghiraukannya dan membiarkan tangan beserta tubuhku gemetaran

”Gak, Tom, aku gak apa-apa kok”

”Aku bisa liat muka kamu dari kaca spion, muka kamu pucet” ucapnya lagi

”Enggak apa-apa, cuma dingin sedikit aja kok”

”Kamu kok bandel banget sih jadi cewek? Kalau kamu sakit gimana? Nanti aku yang disalahkan sama orang tua kamu”

”Tenang aja, aku gak minta kamu antar aku sampai ke rumah kok, paling sampai gang aja”

”Yaudahlah, terserah” serunya.

Tak menyangka kalau Tomi akan seperhatian itu membuat hatiku luluh, hatiku meleleh seperti kepingan batu es yang tersiram air panas. Tanpa kusadari tangan ini memeluk tubuhnya, akupun bersandar dibahunya, kurasakan adanya kenyaman yang tak pernah kurasakan sebelumnya, kupejamkan mata dan membayangkan jika seandainya Tomi ini adalah kekasihku, pacarku, milikku, hmmm bahagianya. Kulihat wajahnya dari kaca spion, betapa lebih bahagianya aku ternyata dia tersenyum menyadari semuanya, menyadari akan adanya rasa yang seketika itu tercipta.

Tomi memegang jemariku lebih memperkuat pelukanku terhadapnya, kini rasanya aku ingin terbang bersama ribuan bintang dan kan kuukir di lagit kata-kata bahwa aku sedang jatuh cinta, betapa banyaknya rasa yang kini kurasakan, senang karena bisa merasakan jatuh cinta lagi dengan seseorang yang sepertinya juga merasakan hal yang sama denganku, sedih karena aku harus dimusuhi oleh sahabatku sendiri dengan masalah yang baru, rasanya campur aduk, tak terkira sebelumnya, tapi inilah kehidupan.

**

Cinta dan persahabatan itu memang memiliki makna yang berbeda, tidak setiap dua hal di antara itu bisa saling melengkapi, adakalanya perbedaan membutakan hati dan pikiran, akan tetapi perbedaan itulah yang menciptakan warna di dalam setiap cerita.

Tomi, your always on my mind and my dreams …


Penyesalan

Angin malam berhembus kencang menerjang lapisan kulit setiap insan yang merasakan meski  rembulan tampil dengan bulat sempurna meski bintang-bintang terang benderang menghiasi malam, namun  pemandangan tersebut tak turut menghibur hati Jono yang sedang padam bagai tersiram air yang deras.

Jono adalah seorang pria yang sedang berkepala lima akan tetapi satu persatu anaknya pergi meninggalkan Jono dan istrinya, mereka tidak tahan dengan kondisi ekonomi keluarganya.

Jono termenung tak berdaya, pandangannya kosong yang di pikirnya hanya satu bagaimana ia mendapatkan uang dan tidur pulas di rumah bersama Tini istrinya dan Riko anaknya yang masih tersisa, ia tak berani pulang ke rumah dengan tangan hampa sebab jika pulang ia hanya mendapatkan cacian dari sang istri bahkan ia di suruh tidur di luar rumah, sebenarnya Jono tak tahan lagi atas perlakuan Tini, namun apa daya nasi telah menjadi bubur padahal sejak masih menjadi kekasihnya ,Ibu Jono melarang Jono berhubungan dengan Tini,Ibu Jono tidak suka dengan sikap Tini yang sombong dan tak sopan itu akan tetapi Jono memperdulikannya, ia hanya ingin menikah dan membangun keluarga baru bersama istrinya yang cantik yaitu Tini dan kini hanya ada penyesalan yang mendalam yang di rasakan seorang pria yang selalu memakai kaca mata minues, selain hidupnya sengsara,ia pun sudah di coret dalam buku harta warisan orang tuanya,bahkan ia menikah tanpa restu dan kehadiran sang Ibu yang dulu di sayangnya.

Dua jam berlalu, Jono masih dalam posisinya, duduk dan memandangi bintang di langit berharap bintang itu jatuh kemudian ia dapat berdoa agar seseorang dapat membantu kesusahannya.Dua jam yang tak sia-sia tiba-tiba benda asing jatuh dari langit,melihat peristiwa tersebut sontak membuat Jono terkejut, ia beranggapan bahwa benda asing itu adalah sebuah bintang yang jatuh dari angkasa,tanpa pikir panjang Jono segera memanjatkan doanya.

“wahai bintang yang jatuh bantu lah aku dari kesusahan ini, berilah jalan keluar untuk ku”,harapannya yang keluar dari mulut manisnya, meski ia masih percaya dengan Tuhan.

Selang beberapa menit, suara handphone yang di ikat kuat menggunakan gelang karet di permukaannya berbunyi dengan nada yang beraturan, senyum lebar terpasang di bibirnya namun memori otaknya masih mengingat istri dan anaknya.

“semoga saja ini berita baik untuk ku”,ucapnya dalam hati.

Tangan kanannya yang semula memegang permukaan kursi kini beranjak naik merangkul benda kotak kecil itu di saku bajunya, sebuah pesan singkat dari seseorang yang tak asing dipikirannya.

JONO TOLONG PULANG KE RUMAH, IBU MU SAKIT PARAH

Melihat pesan tersebut ekpresi wajahnya mendadak berubah,aliran darahnhya seakan-akan tak mau mengalir,jantung terasa teriris belati tajam,tak terasa butir-butir air mata menetes,menetes,dan terus menetes hingga kini ia di banjiri tangisan,doanya yang sudah ia ucapkan berbalik menjadi bumerang untuk hidupnya.

“wahai bintang !,mengapa kau kabulkan doa yang bukan aku harapkan,mengapa kau tega kepada ku?,menambah beban di hidup ku”,protesnya seraya membentangkan kedua tangannya,wajahnya menatap ke atas langit memberi ekpresi kesal, seolah tak terima dengan berita buruk yang telah ia dapatkan.

Derai air mata yang pada saat itu terus mengalir membasahi pipinya,mengingatkannya saat ia membuat segores luka di hati ibu nya, mendorong sang ibu hingga terjatuh dan akhirnya Ayah mengusirnya bersama istrinya,mungkinkah ini balasan untuk ku ?, ataukah buah dari perbuatan ku selama ini kepada Ibu,pikirnya dalam hati.

Akhirnya ia bergegas menuju rumah orang tuanya yang sangat membutuhkan kehadirannya,ia tak peduli nanti jika ibu nya tak menerima kedatangannya,asalkan ia bisa bertemu dengan ibu,dan ibu nya lah saja.

Sepeda besi berkarat yang setia menemani kemana Jono pergi itu di kayuhnya,berkilo-kilo meter jarak yang ia tempuh,keringat terus mengguyur seluruh tubuhnya,lelah pun di rasakan oleh seorang anak yang merindukan sosok ibu, namun semua itu terbayar ketika ban kendaraan tak bermesin itu berhenti tepat di sebuah rumah yang sangat megah, rumah itu milik keluarga besar KURNIAWAN, rumah yang menemaninya hampir dua puluh tahun,pintu gerbang yang biasa ia lewati menuju rumah, ayunan yang sejak kecil ia pakai untuk bermain, kursi bercat putih yang tidak berubah tampilannya yang dulu ia pakai untuk sekedar duduk-duduk saja, kini membawanya ke dunia masa lalu, masa lalu yang indah dimana ia selalu di peluk oleh ibu,dimana ibu dan ayahnya selalu memberi senyuman indah untuknya.Dari balik pintu terlihat sosok manusia yang berbadan gemuk,berkaca mata,dan berambut pelontos melemparkan satu senyuman manis tepat mengenai Jono.

“Ono kesini lah nak, ayah dan ibu merindukanmu”,rayu sang ayah seraya membentangkan tangannya berharap sang anak memeluk dirinya.

“ayah,maafkan jono, jono menyesal telah berbuat seperti ini”,balasnya  dengan nada yang tak jelas akibat isak tangis yang memburu kemudian memeluk tubuh ayahnya.

“sudahlah jono jangan kau sesalkan perbuatan mu dulu karena itu sudah ayah lupakan,ayah dan ibu sudah memaafkan mu, ayah dan ibu juga meminta maaf karena sudah mengusir mu”,jawab ayah seraya mengelus punggungnya.

Perbincangan ayah dan anak tersebut terdengar oleh seorang wanita tua yang tertutupi oleh uban di rambutnya.

“ayah di luar ada siapa ?”,tanya ibu dengan suara serak sesekali ia batuk.

Pandangan Jono tertuju ke arah Ayah, setelah pandangannya dan pendengarannya mengarah ke pintu rumah.

“itu ibu nak,ayo lah masuk ke dalam, bertemu lah dengan ibu mu, ibu sangat merindukan mu”,ajak sang ayah kepadanya

“nanti saja yah, Jono belum siap untuk bertemu ibu, mungkin besok Jono datang bersama keluarga”,ujar Jono seraya memegang tangan ayah.

“baiklah,ayah mengerti ya sudah pulanglah nak,istri dan anak-anak mu mungkin mengkhawatirkan mu”,ucap ayah memberi satu lagi senyuman manis.

Akhirnya Jono pulang dan kembali ke rumahnya dengan rasa senang,tenang dan nyaman meski Jono masih belum bertemu dengan ibunya setidaknya ayah masih menyambutnya dengan ramah. Ditengah perjalanan ia dikejutkan dengan temuan benda asing, benda asing yang berbentuk botol itu memaksa ban sepeda jono berhenti untuk kedua kalinya, rasa ingin tau nya muncul dipegangnya botol itu oleh jono kemudian penutup botol itu terbuka ketika jono memaksakan tangannya untuk membuka, tiba-tiba dari botol itu keluar asap tebal yang menutupi seluruh pandangannya, namun ketika asap itu sedikit demi sedikit menghilang pandangan jono tertuju pada sosok orang yang berpostur tinggi jenggotnya dipenuhi uban penampilannya pun sangat membingungkan jono.

“siapa kau!.”ujar jono mengangkat telunjuknya kearah  orang asing itu.

“hahaha…,aku adalah jin dari timur tengah, karena tuan telah menyelamatkan hamba, hamba beri satu permintaan, apa saja yang tuan minta hamba akan kabulkan, hahaha… .”jawab jin itu puas.

Mendengar penjelasan jin, jono seolah tak percaya namun apa salahnya jika mencoba, pikirnya.

“baiklah jika kau bisa kabulkan permintaan ku aku akan percaya padamu jika tidak kau berarti hanya seorang pembual.”

“memang apa permintaan mu wahai tuan ku?.”

“aku ingin kembali ke dua puluh tahun lalu itu saja permintaan ku wahai mahluk halus.”

“Wahai tuan ku !, maaf kan aku jika aku lancang, aku hanya ingin tahu dibalik permintaan mu itu, sungguh aku tak mengetahui maksud permintaan mu.”

“wahai jin !,jika kau kabulkan permintaan ku nanti, di masa lalu itu aku ingin berubah dan lebih menghargai kedua orang tua ku termasuk ibuku.”

Mendengar jawaban jono, jin itu menangis dan akhirnya permintaan jono itu dikabulkan olehnya dengan memberi satu pesan kepada jono.


6. Contoh Cerpen Lucu

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


SALAH NURUNIN RESLETING

Tumini seorang wanita dewasa pegawai sebuah kantor swasta asing pagi itu mau berangkat kerja dan lagi menunggu bus kota di mulut gang rumahnya. Seperti biasa pakaian yang dikenakan cukup ketat, roknya semi-mini, sehingga bodinya yang seksi semakin kelihatan lekuk likunya.

Bus kota datang, tumini berusaha naik lewat pintu belakang, tapi kakinya kok tidak sampai di tangga bus. Menyadari keketatan roknya, tangan kiri menjulur ke belakang untuk menurunkan sedikit resleting roknya supaya agak longgar.

Tapi, ough, masih juga belum bisa naik. Ia mengulangi untuk menurunkan lagi resleting roknya. Belum bisa naik juga ke tangga bus. Untuk usaha yang ketiga kalinya, belum sampai dia menurunkan lagi resleting roknya, tiba-tiba ada tangan kuat mendorong pantatnya dari belakang sampai Marini terloncat dan masuk ke dalam bus.

Tumini melihat ke belakang ingin tahu siapa yang mendorongnya, ternyata ada pemuda gondrong yang cengar-cengir melihat Tumini.

“Hei, kurang ajar kau. Berani-beraninya nggak sopan pegang-pegang pantat orang!”

Si pemuda menjawab kalem, “Yang nggak sopan itu situ, Mbak. Masak belum kenal aja berani-beraninya nurunin resleting celana gue.”


Telpon Iseng

Telepon berdering di kantor pusat FBI.
“Halo?”
“Halo, apakah ini FBI?”
“Ya. Apa yang Anda inginkan?”
“Saya menelepon untuk melaporkan tetangga saya Adrian Thibodeaux. Dia memiliki narkoba yang disembunyikan di dalam kayu bakarnya!”
“Terima kasih banyak untuk informasinya, Pak.”
Hari berikutnya, para agen FBI turun di rumah Thibodeaux. Mereka mencari kayu bakar di gudang. Menggunakan kapak, mereka membelah setiap potong kayu, tetapi tidak menemukan narkoba. Mereka meminta maaf kepada Thibodeaux dan pergi.
Telepon berdering di rumah Thibodeaux.
“Hei, Adrian! Apakah FBI datang?”
“Yeah!”
“Apakah mereka memotong kayu bakar Anda?”
“Yap”
“Bagus, sekarang giliran Anda untuk menelepon, saya perlu taman saya untuk dicangkuli.”
gimana?


Si Jono

Iteung baru saja di terima sebagai guru bimbingan konseling di sebuah sekolah.

Suatu hari dia melihat si Jono berdiri sendirian di pinggir lapangan belakang sekolah, sementara ada murid yang lain sedang asyik bermain bola di tengah lapangan.

Karena merasa kasihan, Item mendekat dan menyapa dengan ramah. “Hai Jono, bolehkah Bu Guru menemani kamu?”

“Iya, boleh Bu”, Jono menjawab. Tapi pandangan mata anak itu masih tertuju pada teman-temannya di tengah lapangan.

“Ah, anak ini kasihan sekali.. Pasti dia ingin ikut bermain”, pikir Iteung.

Sebagai guru bimbingan konseling yang baik, Iteung ingin tahu masalah apa yang membuat Jono menyendiri seperti itu.

Item pun bertanya, “Kenapa kamu berdiri di sini sendirian, jono?”

Jono menjawab “Saya sedang jadi kiper, Bu.”

Iteung…. @#$%?_&^(/???)^_^


Seorang Profesor

Profesor Carter berjalan kaki mengunjungi rumah seorang temannya yang terletak di ujung jalan. Setelah makan malam dan bermain catur, dia berpamitan hendak pulang. Tapi tiba-tiba hujan turun dengan derasnya dan angin bertiup sangat kencang.

“Jangan pulang dulu, hujan sangat deras dan udara sangat dingin juga. Menginap saja di sini!,” cegah temannya. Sang Profesor segera menyetujui tawaran tersebut. Maka temannya itu masuk ke dalam rumah dan menyuruh istrinya untuk menyiapkan tempat tidur.

Ketika dia keluar lagi ke ruang tamu, ternyata Profesor itu sudah tidak ada. Dia dan istrinya mencari-cari ke segala sudut rumah, tetapi tidak menemukan Profesor.

Tiba-tiba terdengar orang membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.
“Profesor Carter! Darimana saja engkau?” seru temannya.
“Ya? aku pulang sebentar ke rumah untuk mengambil baju tidurku,” jawab Profesor.


NAIK LIFT

Icha adalah salah satu karyawan hotel berbintang lima di Surabaya. Suatu hari dia mendapat telepon dari Fitri, teman masa kecilnya dan merekapun terlarut dalam obrolan hangat. Setelah beberapa lama mengobrol, mereka mempunyai ide untuk bertatap muka secara langsung guna melepas kerinduan diantara mereka. Karena Icha sangat sibuk dengan pekerjaanya dan tak bis meninggalkannya sedetikpun, mereka memutuskan untuk bertemu di tempat Icha bekerja yaitu di hotel Saturnus lantai 10 blok 01.

Singkat cerita, Fitri menuju hotel Saturnus. Sesampainya di lantai satu, Fitri kembali menelepon Icha.

Fitri : Hallo… Cha… sekarang aku sudah berada di lantai satu, tolong jemput aku yach!

Icha : Kamu langsung naik aja ke lantai sepuluh, liftnya disebelah resepsionis.

Fitri : Aku gak berani naik sendirian, aku kan orang asing di hotel ini, entar aku dikira orang jahat lagi!. Jemput aku dong, please…

Icha : Ya… okelah!. Tunggu bentar, jangan kemana-mana!.

Setelah beberapa saat menunggu, batang hidung Icha muncul juga dan Icha mengajak temannya itu untuk naik ke lantai sepuluh.

Icha : Aku heran sama kamu sekarang!.

Fitri : Emang kenapa dengan aku Cha?.

Icha : Dulu, waktu di sekolah, kamu kan cewek paling pemberani diantara yang lain, sampai-sampai kamu dijuluki cewek superman. Kok sekarang mau nemui aku aja minta dijemput segala!.

Fitri : (sambil berbisik dan sedikit menahan tawa), Jujur aja Cha…, sebenarnya aku itu gak tau cara menggunakan lift…!.

Icha : Hah….!!!???


7. Contoh Cerpen Kehidupan Sehari-Hari

Kenapa tempat tidur tidak boleh menghadap jendela

Terdiri atas:


REMEDIAL = GAGALNYA RENCANA INDAH

“Huh…., akhirnya semesteran kelar juga,”gadis itu menarik napas panjang kemudian mengembuskannya. Setidaknya akhir-akhir ini ia akan punya waktu istirahat walaupun hanya beberapa hari.

Libur mungkin bagaiakan sebuah oase ditengah dehidrasi yang amat sangat. Bagi seseorang berstatus -PELAJAR- yang berada di tingkat akhir. Baik itu anak ingusan – kelas 6 SD-, bocah yang beranjak puber – kelas SMP – ataupun yang mulai beranjak ke tahap “d e w a s a” – mungkin-, seperti gadis itu yang sudah duduk di kelas 12 SMA. Bagaimana tidak? Tugas, les, itu, dan ini adalah menu wajib sehari-sehari yang mau ataupun tidak mau harus ditelannya.

Awal pagi liburan yang normal-normal saja. Ah ralat!       Bukan  liburan,           lebih     tepatnya  alpa yang menyenangkan. Wajar-wajar saja daripada kegiatan classmeeting yang penuh kegiatan olahraga itu tak ada yang menarik minatnya sama sekali. Ia memilih alpa sebagai alternatif paling baik pagi itu, mungkin tidur seharian di kostan lebih menentramkan otak. Pikirnya, hingga ada suara…..

Tok Tok

Tok

Tak ada yang menyahut ketukan lemah pada daun pintu tersebut.

Dok Dok Dok

Maka orang yang mengetuk itu menambah “kekuatannya”. Mungkin terlalu lemah. Pikirnya. Namun, masih tak ada suara juga dari dalam sana.

Dok Dok Dok

“Woy   Bogenfil  buka   pintunya!  Pelajaran asdfghjkl remedial nih,”teriak orang itu, masih aktif menggedor-gedor pintu kostan yang malang tersebut.

“Hah?!      Pelajaran         asdfghjkl remedial?,”orang yang di balik pintu kostan itu tadi kesadarannya sebenarnya tinggal 5 watt. Tapi setelah mendengar pelajaran asdfghjkl remedial ia langsung terbangun dan membuka pintu kostnya. Maklumlah pelajaran asdfghhjkl adalah pelajaran yang paling horor di kelasnya.

“Iya bener! Buruan elo siap-siap ke sekolah, suruh bawa buku pelajaran asdfghjkl dari kelas 10. Buruan gak boleh nitip, gue dapet info dari orang yang paling dipercaya sama guru mata pelajaran asdfghjkl nih,

Si Melati.”

“Oke deh, elo tunggu ya gue siap-siap dulu.

Lagian guru asdfghjkl itu emang nyebelin sih.”

Alhasil, rencana Bogenfil untuk berlayar indah di pulau kapuk harus gagal pagi itu. Karena ia langsung ngibrit pakai seragam. Mengacaukan tumpukkan bukunya yang telah tertata rapi hanya untuk mencari buku pelajaran asdfghjkl dari kelas 10. Memasukkannya ke tas, dan langsung cabut ke sekolah bersama orang yang menggedor-gedor pintu kostanya tadi.


D E N D A M

Sore yang tak terlalu cerah. Gerimis sudah mengikuti sejak gadis itu beranjak dari rumahnya tadi. Diantar oleh sang Kakak, sore ini ia berencana kembali ke markasnya. Kostan tercinta, setelah 2 Minggu liburan.

“Aduh kangen banget gue sama My lovely kamar kost,”curhat gadis yang rambutnya dikucir kuda tersebut sama Mamanya. Mama hanya menanggapi curhatan putrinya tersebut dengan sindiran halus,

“Oh jadi ceritanya lebih betah di kost nih?,”ia yang tak ingin membuat sang Mama kecewa pun buru- buru menyanggah, “Hemmm, lebih betah di rumah donk,”ungkap gadis itu yang berbanding terbalik dengan suara hatinya.

Ia dibonceng oleh Kakaknya. Seperti biasa, sang Kakak selalu mengantarnya sampai kostan yang jauhnya lebih dari 30 Kilometer. Itu sih, bukan gadis itu yang ngukur tapi udah ketentuan dari sononya. Motor matic itu meliuk-liuk gesit di atas jalan perbukitan yang berkelok- kelok, kadang menanjak kadang menukik tajam. Kadang berbelok,     kadang lurus. Sesekali terjebak Dalam kubangan lumpur, tapi karena si empunya sudah sangat ahli dengan medan di daerah tersebut, maka itu bukan merupakan masalah besar. Ia sangat menikmati perjalanannya bersama sang Kakak, hingga tiba-tiba…

Grek

Motor matic itu mogok saat telah melewati dua kampung dari tempatnya. Terpaksa ia turun dan berteduh di bawah pohon Asam besar yang berada di pinggir jalan, untunglah pohon itu mampu melindunginya dari rintik gerimis kecil yang sampai saat ini masih saja turun itu.

Sementara sang Kakak pergi mencari bengkel terdekat, karena ia sudah hafal, Jika Si Matic mogok secara tiba- tiba gini pasti rantainya yang bernasalah. Si empunya sih biasa-biasa saja menghadapi medan berlumpur, tapi Si Maticnya yang nggak biasa.

“Bogenfil, kamu sedang apa di situ?,”merasa namanya dipanggil ia pun menoleh. Ternyata benar, ada orang yang memanggilnya dalam mobil truk. Sesaat keningya mengerut. Supir truk?. Begitu kira-kira ekspresi yang tampak pada raut wajahnya, samar-samar. Karena terhalang oleh rintik gerimis kecil.

“Kok anda tau nama saya?,”heran gadis itu.

Tangannya memainkan rumput ilalang yang secara spontan dicabutnya. Orang yang disebutnya supir truk tadi turun, mengelap sejenak wajahnya dengan handuk kecil yang  tersampir di pundaknya. Membuat kadar kebingungan Bogenfil semakin bertambah. Sesaat ia memandangi raut supir truk tersebut,

“Dra-De-Ragon?!,”ucapnya    dengan   mulut tercekat. Ia ingat, itu wajah Dragon. Paras angkuh yang mencampakkannya beberapa bulan yang lalu. Wajah yang menghianatinya untuk berpaling pada wanita lain. Ya wanita! Kenyataan Dragon menghinati gadis malang itu demi seseorang yang terlanjur dijadikan –wanita-nya.

Dragon yang sekarang sungguh kontras. Bogenfil hampir saja tak mengenali wajah lusuh itu, 180º berbanding terbalik dengan wajah angkuhnya dulu. Saat cowok itu masih banyak duit, saat apapun yang ditunjuknya bisa dibelinya. Tapi lihat sekarang! Dragon seorang supir truk?! Oh God! Damn!

“Kok kamu bisa jadi supir truk sih?,”rasa penasaran itu akhirnya membuat Bogenfil bertanya juga. “Semua gara-gara wanita itu,”muka Dragon tiba-tiba menerawang sedih. Ia kemudian melanjutkan kalimatnya, “Ia ternyata matre. Setelah pernikahan ia membawa kabur semua uang dan surat-surat penting tanah perkebunan sawitku,”ia tersenyum miris sebentar, “aku yang bodoh, karena termakan rayuannya untuk membalikan semua surat-surat penting itu menjadi namanya,”kemudian ia menunduk sebentar, memandangi gerimis yang mulai agak sedikit reda, menimbulkan bekas di jalanan itu, “Aku baru sadar jika aku ninggalin orang sebaik kamu.”sebenarnya ada sebersit rasa iba di hati Bogenfil saat mendengarkan cerita itu, tapi hatinya sudah terlanjur beku. Keras. Tertutup rapat, untuk orang yang dianggapnya “QSCFDERT” tersebut.

“Aku tau sampai kapanpun kamu nggak bakalan maafin orang qscfdert kayak aku,”lanjut Dragon yang menyadari raut acuh Bogenfil. Sementara itu Bogenfil hanya bergeming di tempatnya, sampai ada suara yang meneriakinya,

“Woy! Dik buruan, motornya udah bener nih, malah ngobrol sama supir truk,”Bogenfil melangkah menghampiri Kakaknya. Tak menganggap pertemuan singkat tadi terjadi.

Entah disebut jahat atau apapun itu, Bogenfil tak peduli. Yang jelas ada sebersit rasa puas setelah mendengarkan cerita Dragon. Mendengar bahwa perempuan yang dipilih Dragon dengan mengorbankan hubungannya dulu ternyata bukan orang baik-baik. Perempuan itu malah dianggap Bogenfil sebagai suatu karma bagi Dragon. Meskipun, nuraninya menjerit-jerit, memintanya untuk mengasihani Dragon. Namun semua itu kalah dengan egonya.

Sore itu ia balik ke kostan dengan diiringi oleh gerimis yang terdengar lebih merdu dari biasanya.

“Kamar kostku tercinta. Aku datang……,”batinnya dalam hati. Tersenyum memandang gugusan pelangi yang telah terbentuk di langit sebelah barat.


PADAMNYA SEBUAH KECERIAAN

Pagi yang ceria, ini hari kedua masuk sekolah. Tapi masih terhitung hari pertama bagi gadis bertubuh tinggi tersebut, maklum sih, soalnya ia baru saja sampai di kostnya kemarin sore. Setelah 2 Minggu waktu liburan ia habiskan di kampung halamannya. Ia sudah menyimpan berbagai macam ceita untuk teman akrabnya, orang yang terlalu kurus jika dibandingkan dengannya. Matanya celingukan di samping kelas, namun ia tak menemukan orang yang dicarinya tersebut.

“Bogenfil, ngapain lo?,”seseorang yang terlihat baru saja makan gorengan dari kantin itu menyapanya. Bogenfil yang merasa dipanggil pun menengok,

“Eh elo Seledri, gue nyariin elo. Gue kira elo lagi ke toilet,”tebak Bogenfil dengan sangat ngawur. Sejak kapan Seledri suka ke toilet pagi-pagi.

Lalu kedua orang absurd itu pun bercerita-cerita di dalam kelas. Terkadang hanya terdengar sahutan kecil seperti, “Oh” , “Em” , “Gitu ya?” , “Masa?”, “Terus?” saat salah satunya bercerita. Tapi suara tawa cekikikan terdengar lebih dominan saat Bogenfil bercerita pada Seledri. Anak-anak lainnya juga pada sibuk cerita itu dan ini, mungkin tentang liburan mereka masing-masing.

“Eh kamu udah masuk, Say?,”Melati –Si jenius- yang selalu memanggil Bogenfil dengan sebutan “Say” itu menghampiri mereka berdua. Menghentikan suara cekikikan dari Seledri. Melati adalah gadis jenius yang menganggap Bogenfil seperti adiknya sendiri, untuk itu ia selalu memanggil Bogenfil dengan sebutan “Say” kepanjangan dari “Sayang” bukan “Sayton” lho ya….

“Udah dong, masa mau liburan terus sih tetehku,”Bogenfil tersenyum pada Melati.

“Eh kalian berdua udah tau info menarik, belum?,”tak biasanya Melati bersikap heboh. Namun, pagi yang tak biasa itu ia melakukannya. Sontak Bogenfil dan Seledri pun menyahut, “Apaan?”

“Pelajaran   lkjhgfdsa   diilangin,”seru   Melati sambil menepukkan kedua tangannya ke udara. Ia terlihat begitu semangat menyampaikan kabar gembira tersebut. Pelajaran lkjhgfdsa adalah pelajaran horor kedua setelah pelajaran asdfghjkl.

“Wah beneran?! Asyik yesss!”sesaat Bogenfil dan Seledri pun bersorak-sorak. Sampai teriak-teriak nggak jelas malahan.

Tiba-tiba ponsel Bogenfil bergetar. Sebuah pesan. Dengan pelan gadis itu membukanya, begini isi pesannya: “Info bagi anak kelas 12 A.1 bahwa pelajaran ABC yang tadinya di ajar oleh Bu Zxcvbnm saja akan mengalami perubahan jadwal, yaitu hari A di ajar oleh guru yang tadinya mengajar pelajaran lkjhgfdsa dan hari B oleh Bu zxcvbnm lagi”

“Njirrrrr,”teriak Bogenfil Spontan. Ia langsung membagi-bagikan kabar yang ia peroleh dari Kepsek itu –ceritanya Bogenfil dekat sama Kepsek, keponakannya- dan seketika itu seisi kelas pun memiliki reaksi yang sama. Karena sebenarnya bukan pelajaran lkjhgfdsa-nya yang mereka benci, tapi sistem mengajar gurunya.

Mereka merasa percuma saja pelajaran itu dihapus, tapi mereka masih akan bertatap muka dengan orang yang mereka sebut guru lkjhgfdsa itu secara formal di kelas. Seketika itu juga keceriaan yang tadi begitu menggebu- gebu menguap. Tak berbekas.


Tragedi = Berkah

Bogenfil masih berbungkus selimut tebal di dalam kamar kostnya. Hari jumat ini ia enggan untuk berangkat ke sekolah pagi-pagi, alasannya adalah pagi ini sekolahnya mengadakan –senam rutin- setiap hari Jumat. Ia benci segala jenis olahraga, termasuk senam sekalipun. Ck! Parah! Mungkin begitulah orang akan berkata, tapi ia tak sendirian membenci hal bernama olahraga itu. Teman sebangkunya juga memiliki pemikiran yang 100% sama.

“Bogenfil, Bogenfil,”suara teriakan sekaligus gedoran pintu itu begitu mengusiknya. Dengan kesadaran yang setengah-setengah ia pun beranjak untuk membuka pintu. Ternyata itu adalah Bu Kost, ia memanggilnya Tante gfdsahjkl.

Orang yang menurutnya sangat menyebalkan. Bagaimana tidak? Air saja kalau anak kost harus nimba dari sumur yang kedalamannya dalem banget. Padahal ia sendiri tinggal memutar keran, tapi anak kost nggak boleh pakai keran. Kalau mati lampu rumahnya diterangi oleh PLTD (Pembangkit listrik tenaga diesel) yang dinyalakan oleh suaminya. Tapi kostan tercinta dibiarkan gelap gulita. Tapi walaupun begitu Bogenfil tetap sayang sama kostan ini.

“Ada apa Tante gfdsahjkl?,”tanya Bogenfil saat

kesadarannya sudah terkumpul penuh.

“Kebakaran!        Bogenfil       dapur     tante kebakaran!,”jadilah pukul 6 yang rencananya masih akan ia pakai untuk tidur lima belasan menit lagi itu gagal. Ia langsung ngibrit bantuin Tante gfdsahjkl buat padamin api. Bahaya juga jika apinya merembet ke rumah kost.

Pikir Bogenfil. Untung apinya belum terlalu parah.

Terpaksa setelah itu Bogenfil siap-siap ke Sekolah. Tapi otak liciknya selalu berputar, ya ia tak jadi berangkat mengendap-ngendap saat semua anak sedang senam dengan lewat pagar belakang sekolah, tapi ia akan pura-pura sakit agar terbebas dari senam. Ia bersiap untuk mandi.

Saat kembali ke kamar Bogenfil sangat terkejut. Sepiring nasi. 2 potong ayam goreng. Satu toples kerupuk. 2 telor mata sapi. Segelas es campur segar. Dari mana asal semua itu? Keningnya mengernyit beberapa saat, hingga ia menyadari ada kertas kecil di bawah piring nasi. Ia

buru-buru memakai seragam kemudian membaca kertas kecil yang ternyata surat tersebut. Begini isinya:

“Ini dari tante, Bogenfil. Makasih, ya udah bantuin

tante padamin api. Ya udah tante mau berangkat ke pasar dulu.”

Bogenfil agak jengkel bercampur senang dengan semua itu. Ia senang karena hari ini ada makanan tanpa harus repot-reot masak. Jengkel karena kelakuan Ibu Kostnya yang ajika ada maunya aja baru akan bersikap baik padanya.

“Wah   sering-sering    aja kebakaran,”batin Bogenfil jengkel.


YA UDAH DEH….

Siang bolong gini udara panas banget. Begitulah keluh sebagian murid yang berada dalam kelas 12 A.1 itu, termasuk murid yang duduk di bangku deket jendela dan nomor dua dari depan tersebut. Bogenfil. Nama gadis itu, ia menggunakan sampul bukunya untuk kipas-kipas.

“Say, makan yuk!,”biasa…., itu adalah –Melati- yang selalu bagi-bagi bekal makan siangnya. Tapi Bogenfil malah menggeleng, “Nggak ah Teteh, aku lagi males makan nih.

Tadi pagi udah sarapan soalnya,”Melati berkata halus,. “Ih…, aneh kamu ini Say. Sarapan ya sarapan,

sekarang kan waktunya makan siang.”

“Eh beneran lho teh,”sahut Bogenfil ngotot. Tiba-tiba masuk seorang guru, sontak Melati dan

Bogenfil pun menghentikan perdebatannya. Sementara itu Seledri yang merupakan teman sebangku Bogenfil pun hanya menjadi pengamat diam sejak perdebatan itu dimulai.

“Maaf mengganggu sebentar,”guru itu mulai berbicara. Murid-murid ada yang memperhatikan, ada yang masih sibuk ceita sambil bisik-bisik, ada juga yang bersikap acuh –whatever-. “Untuk kelas ini nanti diinfokan ada bimbingan belajar mendadak untuk persiapan UN. Untuk itu nanti jangan pulang dulu.”

“Yesss..,”Melati bersorak dalam hati. Ia jadi punya alasan untuk memaksa Bogenfil makan siang. Karena ia tau Bogenfil merupakan orang yang susah makan, padahal ia punya sakit mag. Melati nggak mau temannya itu sampai sakit. Kan repot nanti dia di kostan.

“Ya sudah itu saja yang mau saya sampaikan. Terima kasih atas perhatiannya,”ucap guru itu dengan PD-nya. Ya, soalnya yakin deh hanya sebagian murid yang benar-benar memperhatikannya.

“Tu kan Say, nanti les. Makan yuk,”Melati masih terus saja membujuk Bogenfil. Akhirnya Bogenfil mengangguk setuju juga, “Ya udah deh Teh, lagi pula nanti kan les.”