Obat herbal adalah obat yang terbuat dari bahan atau ramuan alami tumbuhan, yang dipercaya dapat mengobati penyakit tertentu, dan telah digunakan secara turun-temurun. Contoh obat herbal ialah jamu. Sedangkan obat sintesis adalah obat yang terbuat dari bahan kimia yang telah teruji manfaat maupun efek sampingnya. Bentuk obat sintesis yang sering ditemui misalnya pil, kapsul, dan
WHO menyatakan bahwa sekitar 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada obat herbal karena kelebihan-kelebihan yang dimilikinya. Di Indonesia, sebagian orang lebih percaya untuk menggunakan obat herbal karena dianggap bersifat alami, sehingga lebih aman dan terbebas dari efek samping yang tidak diinginkan. Alasan lainnya dikarenakan umumnya obat jenis ini lebih murah dan terjangkau dibandingkan obat sintesis. Dalam suatu ramuan herbal juga terkandung beraneka ragam bahan tumbuhan, sehingga obat herbal dipercaya memiliki lebih dari satu efek dan lebih sesuai untuk berbagai penyakit. Benarkah demikian?
Meski tanaman obat herbal telah lama digunakan dan dipercaya aman, namun bahan baku tersebut belum terstandar dan belum dilakukan serangkaian pengujian untuk memastikan efektivitas dan keamanannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan obat herbal memiliki potensi yang dapat menyebabkan efek samping dan keracunan. Obat herbal cenderung memiliki reaksi yang lebih lambat dibanding obat sintesis dalam proses pengobatan. Obat sintesis sendiri saat ini juga tersedia dalam bentuk obat generik, yang harganya relatif lebih murah dan mudah didapatkan. Namun bukan berarti memilih mengonsumsi obat sintesis saja akan lebih baik. Konsumsi obat sintesis secara berkepanjangan sangatlah tidak dianjurkan karena dapat menumpuk zat kimia berlebih dalam tubuh yang dapat memicu penyakit lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa baik obat herbal maupun obat sintesis memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing. Yang perlu diperhatikan adalah berhati-hati dalam mengonsumsi obat tersebut dan mengikuti panduan sesuai label kemasan dan anjuran dokter, baik itu obat herbal maupun obat sintesis. Obat herbal dapat digunakan untuk terapi alternatif, maupun sebagai terapi pendamping obat-obatan sintesis. Tidak dianjurkan pula untuk mengobati penyakit sendiri, tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Jika muncul gejala sebuah penyakit, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
Referensi :
Yulia Ningsih, Indah. 2016. Studi
Etnofarmasi Penggunaan Tumbuhan Obat Oleh Suku Tengger Di Kabupaten Lumajang Dan Malang, Jawa Timur. Jurnal Farmasi. 13(1): 10-20.
Andrian, Kelvin. 2018. 45% Masyarakat Indonesia Masih Lebih Percaya Obat Herbal Dibanding Obat Modern. Diakses dari alodokter.com.
Penulis: Laila Mukti Anggraini
KOMPAS.com - Indonesia memiliki ribuan jenis jamu atau obat tradisional berbahan herbal. Namun, baru puluhan jenis obat herbal yang terstandar dan 5 jenis obat fitofarmaka atau obat herbal yang bisa diresepkan dokter. Banyak orang percaya obat herbal lebih aman daripada obat kimia, namun bagaimana faktanya?
Menurut dokter pakar obat herbal Arijanto Jonosewojo, jika dibandingkan dengan obat kimia, obat herbal memang cenderung lebih aman. Pasalnya zat aktif pada obat herbal tidak sebesar pada obat kimia.
"Namun kembali lagi, keamanan obat herbal tergantung pada jenis obatnya dan siapa yang meminumnya. Agak sulit membandingkan keamanannya dengan obat kimia karena obat kimia pun seperti itu," ujarnya dalam konferensi pers Simposium SOHO Global Health Natural Wellness di Jakarta, Sabtu (5/4/2014).
Ia mencontohkan, sama seperti obat herbal, obat kimia pun memerlukan syarat karateristik peminumnya. Misalnya, penyandang diabetes perlu meminum obat metformin. Namun penyandang diabetes yang menderita gangguan ginjal tidak dapat meminumnya.
Terlebih pada penyandang diabetes dengan gangguan ginjal yang diserta penyakit kardiovaskular. Ini karena metformin akan menambah beban ginjal jika diminum, dan berbahaya bagi orang dengan gangguan ginjal.
Demikian pula halnya dengan obat herbal. Meski mengandung bahan-bahan alami tetap saja tidak semua orang bisa meminumnya.
"Maka setiap dokter akan meresepkan obat herbal pun perlu dilihat dulu riwayat penyakit pasien. Perlu adanya individualisasi dalam peresepan obat," tegas Kepala Poliklinik Komplementer Alternatif RSU dr Soetomo ini.
Menurut dia, jika obat herbal diklaim 100 persen aman, maka jangan langsung mempercayainya karena faktor keamanan, selain bergantung pada individu yang meminumnya, juga pada dosis yang diberikan.
"Obat herbal itu tetap memiliki dosis. Jadi jika minumnya berlebihan, tentu tidak akan aman," tandasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.