Hukum berpuasa bagi orang yang tidak berakal adalah

Merdeka.com - Salah satu syarat sah puasa adalah berakal. Maka baik orang yang pikun, pingsan dan stroke adalah tidak wajib puasa karena keduanya saat berpuasa tidak sadar atau hilang akal.

"Orang pingsan selama siang hari, dia wajib meng-qadha atau mengganti puasanya sejumlah hari dia pingsan (mazhab syafi'i dan Hanafi). Namun jika pingsan (koma/stroke) selama Ramadan dia tidak wajib mengganti (mazhab Hanafi)," dikutip dalam buku Rahasia Puasa Menurut 4 Mazhab karya Thariq Muhammad Suwaidan, Rabu (10/6).

Hal yang sama juga berlaku bagi orang pikun. Menurut Ustaz Abu Qatadah orang-orang pikun juga tidak wajib atau mengganti puasa. "Mereka tidak wajib puasa, qadha, fidiyah," ucap dia di Masjid As-Sofwa, Lenteng Agung.

Begitu juga dengan orang gila atau orang yang meminum sesuatu sehingga menyebabkan hilang akal (alkohol), maka wajib juga meng-qadha puasanya.

Sementara orang yang tidur sejak fajar hingga matahari terbenam maka puasanya sah, "Dengan syarat dia berniat sebelum fajar (Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali)," dikutip dari buku yang sama.

Jakarta - Puasa Ramadan adalah salah satu dari rukun Islam. Tidak boleh bagi seorang muslim yang baligh dan berakal, yang kena tanggung jawab syariat meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur (alasan yang dibenarkan) seperti bepergian, sakit dan lain sebagainya. 

Dan barang siapa yang meninggalkannya meskipun hanya satu hari tanpa uzur, maka dia telah melakukan salah satu dosa besar dan dia terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Dia wajib bertobat dengan penuh kejujuran dan taubat nasuha. Dia juga wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya, menurut pendapat para ulama, bahkan sebagian dari mereka menyatakan sebagai hasil dari ijma’.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah berkata

“Jika seseorang tidak melaksanakan puasa Ramadan karena menganggapnya halal, padahal dia tahu akan keharaman meninggalkan puasa, maka wajib dibunuh. Dan jika dia seorang yang fasik maka dia diberi sanksi karena tidak berpuasa tersebut sesuai dengan kebijakan seorang imam (pemimpin). Namun jika memang dia belum tahu, maka perlu diajari”. (Al Fatawa Al Kubro: 2/473)

Ibnu Hajar Al Haitsami –ramihahullah- berkata

“Dosa besar yang ke 140 dan 141 adalah meninggalkan puasa satu hari dari bulan Ramadan, atau merusak puasanya dengan jima’ atau lainnya, tanpa ada uzur seperti karena sakit, bepergian atau semacamnya”. (Az Zawajir: 1/323).

Syeikh Ibnu Baaz berkata

“Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari pada bulan Ramadan tanpa udzur yang syari\\\'i, maka dia telah melakukan kemungkaran yang besar, dan barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Maka dia wajib bertaubat kepada Allah dengan penuh kejujuran dan menyesali masa lalunya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan banyak mengucapkan istigfar, dan segera mengqadha’ hari yang ditinggalkannya”.

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di bulan Ramadan tanpa ada uzur ?

Beliau menjawab:

“Membatalkan puasa di bulan Ramadan pada siang hari tanpa ada alasan yang dibenarkan termasuk dosa besar, dengan demikian maka orang tersebut dianggap fasik, dan diwajibkan baginya untuk bertaubat kepada Allah dan mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya”. (Majmu’ Fatawa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 19/89).

Hukum puasa Ramadan bagi seluruh umat Islam adalah wajib hukumnya. Karena dengan berpuasa maka akan memberikan jiwa tenang dalam Islam. Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah183, yaitu:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang yang beriman, diwajibakan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu supaya kamu bertakwa.”

Allah SWT (Foto: Istimewa)

Berikut adalah beberapa ulama yang membahas mengenai hukum meninggalkan puasa dengan sengaja, di antaranya:

Syaikh Abdul ‘Aziz ar-Rajihi-hafizhahullah berkata, “Barangsiapa yang mengingkari pausa Ramadan, maka dia kafir dan murtad dari agama Islam. Sebab, dia telah melalaikan satu kewajiban besar dan satu rukun dari rukun Islam serta satu hal besar dari ajaran Islam.

1. Syaikh Abdul ‘Aziz ar-Rajihi-hafizhahullah berkata, “Barangsiapa yang mengingkari pausa Ramadan, maka dia kafir dan murtad dari agama Islam. Sebab, dia telah melalaikan satuk kewajiban besar dan satu rukun dari rukun Islam serta satu hal besar dair ajaran Islam.

Barangsiapa yang mengerti kewajiban puasa Ramadan, tapi ia berbuka dengan sengaja tanpa alasan, maka ia melakuakn dosa besar dihukum fasik, tapi tidak dikafirkan. Dia wajib berpuasa atau dihukum dengan penjara oleh pemimpin muslim atau kedua duanya.”

2. Syeikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “Apabila ada yang sengaja meninggalkan puasa, maka diberi sanksi sesuai keputusan pemimpin, namun bila ia belum atau, perlu diajari dulu.” (Al-Fatawa Al-Kubro: 473).

3. Ibnu Hajar Al Haitsami rahimahullah berkata : “Tidak mengerjakan puasa satu hari saja atau merusak puasa dengan jima’ dan bukann karena sakit atau berpergian, maka termasuk dosa besar ke 140 dan 141.” (Az-Zawajir: 323).

4. Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ berkata: “Seorang mukallaf yang merusak puasa Ramadannya adalah dosa besar, jika tanpa udzur yang syar’i.” (Fatawa Lajnah Daimah: 357)

5. Syeikh Ibnu Baaz berkata: “Barangsiapa yang meninggalkan puasa satu hari di bulan Ramdahan tanpa udzur yang syar’i, maka di telah melakukan kemungkaran besar, namun apabila dia bertaubat, maka Allah menerima taubatnya. Dia wajib bertaubat dengan kejujuran dan penyesalan masa lalu, bertekad tidak mengulanginya, mengucapkan istigfar sesering mungkin dan mengqadha’ hari yang ditinggalkan.”

6. Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Membatalkan puasa Ramdan pada siang hari tanpa alasan yang jelas adalah dosa besar, maka orang tersebut dianggap fasik dan diwajibkan untuk bertaubat kepada Allah serta mengganti puasa di hari yang ditinggalkannya.” (Majmu’ Fatwa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 89).

7. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada laki-laki yang berbuka pada bulan Ramdhan kemudia beliau berkata : “Berpuasa setahun pun tidak akan bisa menggantinya.” (Riwayat Ibnu Hazm dalam al-Muhallah: 184).

8. Sahabat Ali bin Abi Thalib bahkan memberi hukuman puklan kepada orang yang berbuka di bulan Ramadhan yakni Atha’ bin Abi Maryam dari bapakya bahwa An-Najasyi diantar ke Ali bin Abi Thalib sebab ia meminum khamr di bulan Ramdhan. Ali memukulnya 80 kali, kemudian esoknya 20 kali lagi. Ali berkata, : Kami memukul 20 kali sebab kelancanganmu kapada Allah.” (Riwayat Ibnu Hazm di dalam al-Muhalan: 184)

Semua dalil di atas menunjukkan bahwa meninggalkan puasa dengan sengaja adalah dosa besar hukumnya. Namun, Allah akan selalu membukakana pintu tobat kepada siapapun hamba-Nya yang ingin bertobat. Apabila Anda ingin selamat dunia akhirat, maka hendaklah melaksanakan perintah Allah dan menajuhi larangan-Nya. []

Baca juga:

Puasa diwajibkan bagi orang yang berakal dan telah baligh.

Selasa , 05 Apr 2022, 05:29 WIB

Republika/Putra M. Akbar

Sejumlah umat Islam melaksanakan buka puasa bersama di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad (3/4/2022). Masjid Istiqlal kembali melaksanakan buka puasa bersama pada bulan Ramadhan 1443 Hijriah setelah sebelumnya ditiadakan karena pandemi Covid-19. Sebanyak 3.000 paket makanan untuk buka puasa disiapkan untuk umat Muslim yang ingin berbuka puasa di Masjid Istiqlal. Republika/Putra M. Akbar

Rep: Rossi Handayani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa diwajibkan bagi orang yang berakal dan telah baligh. Bagaimana dengan puasanya anak-anak?

Baca Juga

Dikutip dari buku Catatan Faedah Fikih Puasa dan Zakat Kitab Safinatun Naja oleh Muhammad Abduh Tuasikal, puasa tersebut sah dilakukan oleh anak kecil yang sudah tamyiz yang sudah mencapai tujuh tahun. 

Adapun yang belum tamyiz, yaitu di bawah tujuh tahun, maka tidak sah puasanya walaupun ia berpuasa. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172. Sementara orang gila karena tidak disebut tamyiz dan berakal, tidaklah sah puasanya. Lihat bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:172.

Dalil bahwasanya anak kecil diajak puasa adalah hadits berikut ini. Dari Rabi binti Mu’awwid radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِي حَوْلَ الْمَدِينَةِ ‏ "‏ مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ‏"‏ ‏.‏ فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ ‏

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusannya pada siang hari ‘Asyura (sepuluh Muharam) ke desa-desa kaum Anshar di sekitar Madinah untuk mengumumkan, ‘Barang siapa telah berpuasa sejak pagi hari, hendaklah dia menyempurnakan puasanya. Barang siapa yang pagi harinya tidak berpuasa, maka hendaknya puasa pada sisa harinya.’ Maka setelah itu kami berpuasa, dan kami membiasakan anak-anak kecil kami untuk berpuasa insya Allah. Kami pergi ke masjid, lalu kami buatkan untuk mereka (anak-anak) mainan dari kapas yang berwarna. Kalau salah satu di antara mereka menangis karena (kelaparan). Kami berikan kepadanya (mainan tersebut) sampai berbuka puasa.” (HR. Bukhari, no. 1960 dan Muslim, no. 1136).

  • anak berpuasa
  • puasa anak
  • hukum anak puasa
  • ramadhan 2022
  • puasa anak sah

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA