AKURAT.CO, Junub dalah salah satu hadas yang termasuk sebagai hadas besar bersama dengan haid atau nifas. Dalam hal ini junub adalah ketika seseorang dalam keadaan setelah mengeluarkan air mani dan setelah berhubungan badan, termasuk juga ketika tanpa mengeluarkan air mani saat berhubungan badan. Show Junub digolongkan sebagai hadas besar sehingga seseorang yang dalam keadaan junub tidak dapat menjalankan sholat sebelum ia melakukan mandi besar. Bagi orang yang sedang junub, ia tidak boleh melakukan hal-hal tertentu yang menjadi ketentuan syariat. Disebutkan dalam Safinah An-Najah:
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
3. Menyentuh Al-Qur`an
Nules.co - Ada kalanya seorang muslim berada dalam keadaan berhadas besar. Bisa jadi karena haid, nifas, usai berhubungan intim, ataupun setelah keluar air mani. Dalam kondisi tersebut, maka orang tersebut dilarang untuk melakukan beberapa perkara ini. 1. Shalat. Shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang suci dari hadas, besar maupun kecil. Dengan demikian, orang yang masih berhadas besar diharamkan untuk melakukan shalat dan termasuk juga untuk sujud tilawah. Baca Juga: Hubungan intim jangan cuma masuk saja! 6 cara ini bisa membuat istri semakin nempel 2. Thawaf. Thawaf adalah mengelilingi ka'bah sebanyak tujuh putaran, dan itu hanya boleh dilakukan oleh orang yang suci dari hadas besar dan kecil. Bedanya dengan shalat, ketika thawaf lalu wudhunya batal, orang itu tidak usah mengulang dari putaran pertama, melainkan bisa melanjutkan hitungan sampai dimana batalnya tadi. 3. Menyentuh Mushaf. Menyentuh mushaf Al-Qur'an hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah bersuci dari hadas besar dan kecil. Adapun menyentuh Quran android di ponsel, maka itu tidak apa-apa, hukumnya seperti menyentuh kaca yang di baliknya ada tulisan Al Qur'an. Baca Juga: Sholawat Syajarotun Nuqud, amalan pelancar rezeki seperti punya pohon uang 4. Membaca Al Qur'an dengan lidahnya, atau bertilawah. Bagi orang yang sedang berhadas besar ataupun kecil, diharamkan untuk menyengaja membaca Al-Qur'an dengan lidahnya, atau dengan isyarat untuk orang yang bisu. Namun, jika membaca ayat atau surat tertentu dengan niatan do'a dan dzikir, maka dibolehkan. Atau jika seseorang melafalkan ayat tersebut untuk tujuan belajar dan mengajar, maka tidak mengapa. Demikian juga jika melafalkannya karena lupa atau tidak sengaja, maka tidak mengapa. Kali ini adalah serial kelima dari pembahasan Safinatun Naja mengenai yang diharamkan bagi yang berhadats Daftar Isi tutup 1. [Yang Diharamkan Bagi yang Berhadats] 2. [Yang Diharamkan Bagi Orang Junub] 2.1. Diam di masjid bagi orang yang junub 3. [Yang Diharamkan Bagi Wanita Haid] 3.1. Berjimak ketika haidh 3.2. Mentalak saat haidh
[Yang Diharamkan Bagi yang Berhadats]مَنِ انْتَقَضَ وُضُوْءَهُ حَرُمَ عَلَيْهِ أَرْبَعَةُ أَشُيَاءَ: 1- الصَّلاَةُ. وَ2- الطَّوَافُ. وَ3- مَسُّ الْمُصْحَفِ. وَ4- حَمْلُهُ. Siapa yang batal wudhunya maka dia diharamkan 4 hal, yaitu [1] shalat, [2] thawaf, [3] memegang mushaf, dan [4] membawanya. Faedah:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ “Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram).” (HR. Muslim, no. 224. Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa ghulul berarti khianat, aslinya adalah harta curian dari ghanimah—yaitu harta rampasan perang—sebelum dibagi). Adapun thawaf dipersyaratkan suci dari hadats, disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, الطَّوَافُ حَوْلَ الْبَيْتِ مِثْلُ الصَّلاَةِ إِلاَّ أَنَّكُمْ تَتَكَلَّمُونَ فِيهِ فَمَنْ تَكَلَّمَ فِيهِ فَلاَ يَتَكَلَّمَنَّ إِلاَّ بِخَيْرٍ “Thawaf mengelilingi Kabah itu seperti shalat. Namun dalam thawaf kalian boleh berbicara. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf hendaklah ia berbicara dengan perkataan yang baik.” (HR. Tirmidzi, no. 960. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Dilarang menyentuh mushaf bagi yang berhadats, juga membawanya. Allah Ta’ala berfirman, لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79) Begitu pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, لاَ تَمُسُّ القُرْآن إِلاَّ وَأَنْتَ طَاهِرٌ “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an kecuali engkau dalam keadaan suci.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Catatan:
[Yang Diharamkan Bagi Orang Junub]
وَيَحْرُمُ عَلَى الْجُنُبِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ: 1-الصَّلاَة. وَ2- الطَّوَافُ. وَ3- مَسُّ الْمُصْحَفِ. وَ4- حَمْلُهُ. وَ5- اللُّبْثُ فِيْ الْمَسْجِدِ. وَ6- قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ. Orang junub diharamkan 6 hal, yaitu: [1] shalat, [2] thawaf, [3-4] memegang mushaf dan membawanya, [5] berdiam diri di masjid, dan [6] membaca Al-Qur’an.
Faedah:
Diam di masjid bagi orang yang junubAllah Ta’ala berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُورًا “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisaa’: 43) Kebanyakan (baca: jumhur) ulama melarang orang junub berdiam lama di masjid.
Para ulama empat madzhab sepakat bahwa haram bagi orang yang junub membaca Al-Qur’an. Dalil pendukungnya adalah hadits berikut dari ‘Ali bin Abi Thalib, أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ لا يَحْجُبُهُ عَنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ شَيْءٌ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ جُنُبًا “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang dari membaca Al-Qur’an sedikit pun juga kecuali dalam keadaan junub.” (HR. Ibnu Hibban, 3:79; Abu Ya’la dalam musnadnya, 1:400. Husain Salim Asad menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Catatan: Wanita haidh boleh membaca Al-Qur’an. Itu hukum asalnya, sampai ada dalil yang menyatakan wanita haidh haram untuk membaca Al-Qur’an. Yang tepat, dalil tegas mengenai larangan wanita haidh membaca Al-Qur’an tidak ada. Adapun pengqiyasan (penyamaan) terhadap orang junub tidaklah tepat karena antara wanita haidh dan orang junub ada perbedaan. Sebagian ulama menyatakan boleh bagi wanita haidh membaca Al-Qur’an jika ada kebutuhan seperti karena sudah punya rutinitas (al-awrad) atau ia adalah pengajar Al-Qur’an. Namun, yang paling tepat adalah wanita haidh masih boleh membaca Al-Qur’an secara mutlak.
[Yang Diharamkan Bagi Wanita Haid]
وَيَحْرُمُ بِالْحَيْضِ عَشَرَةُ أَشْيَاءَ: 1- الصَّلاَةُ. وَ2- الطَّوَافُ. وَ3- مَسُّ الْمُصْحَفِ. وَ4- حَمْلُهُ. وَ5- اللُّبْثُ فِيْ الْمَسْجِدِ. وَ6- قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ. وَ7- الصَّوْمُ. وَ8- الطَّلاَقُ. وَ9- المُرُوْرُ فِيْ المَسْجِدِ إِنْ خَافَتْ تَلْوِيْثَهُ. وَ10- الاسْتِمْتَاعُ بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ.
Wanita haidh diharamkan 10 hal, yaitu [1] shalat, [2] thawaf, [3-4] menyentuh mushaf dan membawanya, [5] berdiam diri di masjid, [6] membaca Al-Qur’an, [7] puasa, [8] talak, [9] melewati masjid jika takut mengotorinya, dan [10] istimta’ (bercumbu) di sekitar daerah antara pusar dan lutut.
Faedah:
اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٍ – رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidaklah membolehkan wanita haidh dan yang junub berada di masjid.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 232 dan Ibnu Khuzaimah, no. 1327. Para ulama berselisih pendapat mengenai kesahihan hadits ini dan bagaimana berdalil dengannya. Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar di sini. Al-Baihaqi menyatakan hadits ini dhaif].
Faedah hadits Hadits ini yang dijadikan dalil bahwa wanita haidh dan junub tidak boleh berdiam di masjid. Inilah pendapat jumhur ulama dari ulama Hanafiyah, ulama Malikiyah, ulama Syafiiyah, dan menjadi pendapat ulama Hambali terkait masalah haidh. Dalil jumhur ulama adalah firman Allah Ta’ala, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا ۚ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An-Nisaa’: 43). Ayat ini ada perselisihan pendapat di antara para ulama apakah yang dilarang itu shalatnya ataukah yang dilarang adalah berdiam di masjid dalam keadaan junub. Pendapat yang menyatakan dilarang berdiam di masjid bagi orang junub dipilih oleh kebanyakan tabi’in seperti Sa’id bin Al-Musayyib, Al-Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i. Pendapat ini juga dianut oleh Imam Syafii. Jumhur ulama mengqiyaskan wanita haidh dengan orang junub. Wanita haidh lebih-lebih dilarang mendekati masjid karena hadatsnya lebih berat. Wanita haidh bukan hanya dilarang shalat dan gugur shalatnya, tetapi juga dilarang puasa. Sedangkan orang junub masih diperintahkan puasa dan diperintahkan shalat ketika sudah mandi. Pendapat kedua dari kalangan ulama Zhahiriyah, begitu juga pendapat Ibnul Mundzir, dan Imam Al-Muzani, mereka membolehkan wanita haidh dan orang junub masuk dan berdiam di masjid. Pendapat ketiga dari pendapat Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa boleh berdiam di masjid untuk orang junub saja jika dalam keadaan memiliki wudhu karena yang dimaksud ayat di atas adalah dilarang mengerjakan shalat untuk orang junub. Sebab perbedaan pendapat ini adalah karena:
Kesimpulan hukum wanita haidh dan orang junub masuk masjid
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda padanya, نَاوِلِيْنِى الخُمْرَةَ مِنَ الْمَسْجِدِ. فَقُلْتُ: إِنِّيْ حَائِضٌ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: إِنَّ حَيْضَتَكِ لَيْسَتْ فِى يَدِكِ. “Ambilkan untukku khumrah (sajadah kecil) dari masjid.” “Sesungguhnya aku sedang haid”, jawab ‘Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya haidhmu itu bukan atas kuasamu.” (HR. Muslim, no. 298).
Berjimak ketika haidhPara ulama sepakat bahwa menyetubuhi wanita haidh di kemaluannya dihukumi haram. Allah Ta’ala berfirman, وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222) Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haidh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haidh, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjimak) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?” (HR. Bukhari, no. 302 dan Muslim, no. 293).
Mentalak saat haidhDari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya beliau pernah mentalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haidh, itu dilakukan di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menanyakan masalah ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ، ثُمَّ لِيُمْسِكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيضَ ، ثُمَّ تَطْهُرَ ، ثُمَّ إِنْ شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ ، فَتِلْكَ الْعِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللَّهُ أَنْ تُطَلَّقَ لَهَا النِّسَاءُ “Hendaklah ia merujuk istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haidh hingga ia suci kembali. Bila ia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka ia boleh mentalaknya dalam keadaan suci sebelum ia menggaulinya (menyetubuhinya). Itulah al ‘iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah ‘azza wa jalla.” (HR. Bukhari, no. 5251 dan Muslim, no. 1471) Apa saja larangan ketika berhadas besar?Dikutip dari buku Panduan Lengkap Ibadah: Menurut Al-Quran, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama oleh Muhammad Al-Baqir, hal-hal yang menyebabkan orang berhadas besar dilarang melakukan sholat dan tawaf di sekitar Ka'bah, memegang dan membaca mushaf Al Quran, serta duduk dan berhenti di masjid sebelum menyucikan diri.
Apa yang dilarang bagi seseorang yang berhadas besar brainly?Jawaban. Penjelasan: Ketika sedang Hadas besar (junub), kita setiap muslim diwajibkan untuk menyucikan diri dengan cara mandi besar. Junub sendiri merupakan keadaan ketika seseorang dilarang mengerjakan ibadah-ibadah tertentu baik disebabkan karena keluarnya sperma (air mani) atau karena berhubungan badan suami istri.
Tuliskan halSeseorang berhadas besar apabila mengalami atau melakukan salah satu dari beberapa hal berikut yaitu: 1) melakukan hubungan seksual; 2) keluar sperma (mani); 3) menstruasi (haid); 4) melahirkan, 5) nifas (keluar darah setelah melahirkan); dan 6) meninggal dunia. Mandi wajib adalah cara menyucikannya.
|