Gejala sosial yang tidak dikehendaki dalam masyarakat yang bersifat abnormal dan patologis disebut

Sosiologi sebagai salah satu cabang disiplin ilmu sosial, banyak menelaah berbagai macam gejala-gejala sosial yang wajar dalam kehidupan masyarakat. Gejala sosial yang wajar tersebut meliputi kelompok sosial, lapisan masyarakat, dan norma-norma sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan, serta perwujudannya. Tidak semua gejala sosial berjalan secara normal sebagaimana dikehendaki masyarakatbersangkutan. Bejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala patologis. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Gejala-gejala abnormal tersebut dinakaman masalah-masalah sosialtersebut berbeda dengan problema-problema lainnya di dalam masyarakat, karena masalah-masalah sosial tersebut berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangut-paut dengan hubungan antarmanusia dan di dalam kerangka bagian-bagian kebudayaan yang normatif. Hal ini dinamakan masalah karena bersagkut-paut dengan gejala-gejala yang mengganggu kelanggengan dalam masyarakat. Dengan demikian, masalah-masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial yang mencakup pula segi moral, karena untuk dapat mengklasifikasikan suatu persoalan sebagai masalah sosial harus digunakan penilaian sebagai npengukurannya. Apabila suatu masyarakat menganggap sakit jiwa, bunuh diri, perceraian, penyalahgunaan obat bius (narcotic addiction) sebagai masalah sosial maka masyarakat tersebut tidak semata-mata menunjuk pada tata kelakuan yang menyimpang. akan tetapi sekaligus juga mencerminkan ukuran-ukuran umum mengenai moral. Setiap masyarakat tentunya memiliki ukuran yang berbeda mengenai hal ini; seperti contohnya soal gelandangan merupakan masalah sosial nyata yang dihadapi kota-kota besar di Indonesia. Tetapi belum tentu masalah tadi dianggap sebagai masalah sosial di tempat lainnya.

Jadi pada dasarnya, masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Sebab itu masalah-masalah sosial tak akan mungkin ditelaah tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Sosiologi menyangkut teori yang hanya dalam batas tertentu menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, yang terpokok adalah aspek ilmiahnya.

Walaupun sosiologi meneliti gejala-gejala kemasyarakatan, namun juga perlu mempelajari masalah-masalah sosial. Karena ia merupakan aspek-aspek tata kelakuan sosial. Dengan demikian, sosiologi juga berusaha mempelajari masalah sosial seperti kejahatan, konflik antar ras, kemiskinan, perceraian, pelacuran, delinkuensi anak-anak dan seterusnya. Hanya dalam hal ini, sosiologi bertujuan untuk menemukan sebab-sebab terjadinya masalah sosiologi tidak terlalu bmenekankan pada pemecahan atau jalan ke luar dari masalah-masalah tersebut.

Sumber:

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

A. GEJALA SOSIAL Gejala sosial menggambarkan sesuatu yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perilaku individu lain di sekitar masyarakat. Gejala sosial merupakan suatu fenomena sosial. Kajian fenomena sosial: – Norma sosial – Kelompok sosial – Lapisan masyarakat – Proses sosial

– Perubahan sosial budaya

Fenomena sosial: gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial. Salah satu fenomena sosial yang terdapat dalam kehidupan kita sehari-hari adalah adanya masalah-masalah sosial yang timbul baik dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal sebagaimana dikehendaki masyarakat yang bersangkutan. Gejala-gejala yang tidak dikehendaki merupakan gejala abnormal atau gejala-gejala patologis. Hal tersebut disebabkan karena unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan.

Gejala-gejala abnormal tersebut dinamakan masalah-masalah sosial.

Gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat ini terjadi secara spontan dan pada umumnya menimbulkan perubahan-perubahan, baik itu perubahan yang mengarah pada sesuatu yang positif maupun negatif. Contoh: kesenjangan sosial, trend boyband/girlband Korea, pencemaran lingkungan, dll.

Kriteria masalah sosial

Kriteria utama masalah sosial yaitu: tidak adanya kesesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial.

Jadi, unsur pokok atau utama dari masalah sosial adalah adanya perbedaan yang mencolok antara nilai-nilai dengan kondisi-kondisi nyata kehidupan.

Soerjono Soekanto mengatakan bahwa masalah sosial adalah ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial..
Ada bentuk 4 masalah sosial : Masalah sosial dari faktor ekonomis, seperti kemiskinan dan pengangguran. Masalah sosial dari faktor biologis, seperti penyakit menular. Masalah sosial dari faktor psikologis, seperti penyakit syaraf dan bunuh diri. Masalah sosial dari faktor kebudayaan, seperti perceraian dan kenakalan remaja Contoh masalah sosial Kemiskinan Kejahatan Disorganisasi keluarga Masalah Generasi muda Peperangan Pelanggaran norma sosial dalam masyarakat Masalah kependudukan Penyimpangan Sosial

B. NILAI SOSIAL


Nilai sosial adalah sebuah konsep abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk , indah atau tidak indah , dan benar atau salah .

Nilai sosial menurut Notonegoro 1. Nilai Material Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur fisik manusia Misalnya makanan, air, pakaian nilai material relatif lebih mudah diukur 2. Nilai Vital Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melakukan aktivitas Contohnya buku dan alat tulis bagi pelajar dan mahasiswa, kalkulator bagi auditor 3. Nilai Kerohanian

Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi batin (rohani) manusia

a. Nilai kebenaran: bersumber pada unsur akal manusia b. Nilai keindahan: bersumber pada unsur rasa indah (estetis) c. Nilai kebaikan/nilai moral: bersumber pada kodrat manusia (kehendak, kemauan) d. Nilai religius: bersumber pada kepercayaan dan keyakinan manusia Klasifikasi nilai berdasarkan cirinya 1. Nilai Dominan

Nilai dominan adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.

Contoh :
Seorang pelajar akan berangkat ke sekolah, melihat temannya kecelakaan, dia memilih menolong temannya dan membawa ke rumah sakit

2. Nilai yang mendarah daging (internalized value)
Nilai mendarah daging adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan, sehingga ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau pertimbangan lagi (bawah sadar).

Biasanya nilai ini telah tersosialisasi sejak seseorang masih kecil. Umumnya bila nilai ini tidak dilakukan, ia akan merasa malu, bahkan merasa sangat bersalah

Contoh nilai yang mendarah daging: a. seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan merasa sebagai kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab

b. guru yang melihat siswanya gagal dalam ujian akan merasa gagal dalam mendidik anak tersebut.

C. Sosialisasi dan Pembentukan Kepribadian Sosialisasi adalah proses belajar individu menerima dan menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakatnya. PROSES SOSIALISASI

1. Role Taking Theory

dalam proses ini seseorang belajar mengetahui peran apa yang harus dijalankan dirinya dan orang lain (George Herbert Mead)

Tahap perkembangan diri manusia Preparatory Stage (0-2 th) Play Stage (2-4 th) Game Stage (4-6 th)

Generalized Other (>6 th)

a. Preparatory Stage Pada tahap persiapan ini, seorang anak mengamati apa yang dilakukan orang lain

Ia mencoba mengenali setiap perilaku orang lain yang ada di sekitarnya

b. Play Stage

Dalam tahap ini seorang anak kecil mulai belajar mengambil peran (menirukan) orang-orang di sekitarnya yang sering berinteraksi dengannya. meniru orang tua, berperan sebagai polisi atau dokter.

Ia belum memahami mengapa peran itu dilakukan

c. Game Stage Pada tahap ini seorang anak telah mengetahui peran apa yang harus dijalankannya, dan peran yang dijalankan orang lain dengan siapa ia berinteraksi

Contoh: dalam bermain sepak bola, ia menyadari adanya peranan sebagai wasit, kiper, atau penjaga garis.

d. Generalized Other Pada tahap ini seorang anak telah mampu mengambil peran-peran orang lain yang lebih luas

Ia mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat dan mampu memahami peran dirinya dan peran orang lain

2. Looking Glass Self Theory Diperkenalkan oleh Charles Horton Cooley Seseorang berkembang melalui interaksi dengan orang lain. Diri seseorang merupakan sebuah produk sosial, yaitu sebuah produk interaksi sosial Analogi : cermin Cermin selalu memantulkan apa yang ada di depannya

Seseorang memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadap dirinya.

Faktor-faktor pembentukan kepribadian a. Warisan biologis Warisan biologis (faktor keturunan) merupakan faktor penting dalam pembentukan kepribadian Setiap warisan biologis juga bersifat unik Karakteristik fisik yang sama belum tentu memiliki kepribadian yang sama

Orang tua tetap memberikan pengaruh terhadap pembentukan kepribadian anak

b. Lingkungan fisik Lingkungan fisik atau geografis (termasuk iklim dan topografi) mempengaruhi kepribadian seseorang Setiap orang yang tinggal di lingkungan fisik yang berbda, akan berbeda pula pola perilakunya.

Orang yang tinggal di daerah pegunungan dan yang tinggal di pantai akan berbeda perilaku dan kepribadiannya.

c. Kebudayaan Kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial, untuk memahami lingkungan dan pengalamannya, serta dijadikan sebagai pedoman hidup anggota masyarakat

Setiap kebudayaan menyediakan seperangkat norma yang berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat yang lain, dan mempengaruhi kepribadian anggotanya.

d. Faktor Pengalaman Kelompok Sepanjang kehidupan seseorang, pasti ada gagasan-gagasan dan norma-norma kelompok-kelompok tertentu yang diserap oleh seseorang. Kelompok keluarga adalah kelompok pertama yang akan dilalui oleh individu dan mungkin yang memiliki peranan paling penting bagi pembentukan kepribadian seseorang.

Kelompok lain yang menjadi referensi individu dalam membentuk kepribadiannya adalah kelompok bermain. Peranan kelompok bermain ini akan semakin berkurang pengaruhnya seiring dengan pertambahnya usia seseorang.

e. Faktor Pengalaman Unik Dua orang yang hidup di lingkungan yang sama, belum tentu memiliki kepribadian yang sama. Hal tersebut disebabkan karena pengalaman yang pernah didapatkan oleh masing-masing individu selalu bersifat unik dan tidak ada seorangpun yang menyamainya.

Itulah mengapa dua orang individu yang hidup pada lingkungkungan yang sama tidak akan menghasilkan kepribadian yang sama, bahkan pada seseorang yang lahir kembar sekalipun.

Dari kelima faktor tersebut, sosiologi menekankan pada faktor kebudayaan, pengalaman kelompok, dan pengalaman unik

1. Agen/Media Sosialisasi Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, a. Keluarga Unit terkecil dalam masyarakat

Keluarga penting dalam sosialisasi karena merupakan tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian individu

Ada 2 bentuk keluarga: Keluarga inti/batih (nuclear family) Terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum menikah Keluarga luas (extended family)

Terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga yang lain (cucu, menantu, keponakan, nenek/kakek)

Menurut Gertrudge Jaeger peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam lingkungan keluarganya terutama orang tuanya sendiri. b. Kelompok sebaya (peer group)

Teman pergaulan (teman bermain/ kelompok sebaya) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah.

Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja.
Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.

c. Sekolah
Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity).

Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.

d. Media massa Jenis: media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) media elektronik (radio, televisi, video, film). pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan. Media massa yang paling efektif mempengaruhi kepribadian adalah televisi Contoh: Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.

Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.

2. Bentuk-bentuk Sosialisasi Sosialisasi Primer  Sosialisasi pertama (dini) yang diterima oleh seseorang dari lingkungan keluarganya. Proses sosialisasi ini terjadi ketika seorang anak berusia 0-4 tahun.

Peran keluarga dalam sosialisasi ini sangatlah penting  orang tua harus mampu memberikan bimbingan dan arahan dalam kelompoknya baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Sosialisasi Sekunder  Merupakan kelanjutan dari sosialisasi primer. sosialisasi tahap kedua yang terjadi di luar lingkungan keluarga  individu yang mulai bersosialisasi diperkenalkan ke sektor baru. Dalam sosialisasi sekunder, sang anak mulai dapat berpikir dan berwawasan luas. Sosialisasi sekunder adalah proses  sosialisasi berikutnya yang memperkenalkan kepada individu tersebut sektor-sektor baru dunia objektif masyarakat.

Sosialisasi sekunder mengajarkan nilai-nilai baru di luar lingkungan keluarga seperti di lingkungan sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan kerja.

3. Tipe sosialisasi Agar sosialisasi dapat berjalan lancar, tertib dan berlangsung terus menerus maka terdapat dua tipe sosialisasi yaitu formal dan informal. Informal, sosialisasi ini terdapat dalam pergaulan sehari-hari yang bersifat kekeluargaan.

Contoh: antara teman, sahabat dan kelompok social yang ada dalam masyarakat.

Formal  terbentuk melalui lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat yang memiliki tugas khusus dalam mensosialisasikan nilai, norma dan peranan-peranan yang harus dipelajari oleh masyarakat.
Contoh: pendidikan di sekolah atau pendidikan militer

4. Pola Sosialisasi Ada 3 pola sosialisasi di keluarga:

Sosialisasi represif (repressive socialization)

menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri-ciri: penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak pada orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah,

penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.

Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Ciri-ciri: hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak.

Keluarga menjadi generalized other.

Sosialisasi Equilibrium
Sosialisasi yang menggabungkan kedua pola sosialisasi sebelumnya (represif dan partisipatoris)

Tujuan Sosialisasi: Sosialisasi bertujuan agar anak hidup dengan baik di masyarakat Kepribadian seeorang tergantung pada proses sosialisasi yang ada Jika proses sosialisasi tidak berjalan dengan baik, maka akan timbul kepribadian yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan kepribadian generasi sebelumnya.

Jadi, kepribadian terbentuk melalui proses sosialisasi.

D. Penyimpangan Sosial (Social Deviation)
Penyimpangan Sosial: yaitu semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang atau perilaku abnormal itu. (Robert M.Z Lawang)

Dalam kamus istilah sosilogi, deviation diartikan sebagai pola perilaku yang menyimpang dari kaidah-kaidah dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat. Faktor pendorong orang melakukan perbuatan menyimpang Sikap mental yang tidak sehat Dorongan kebutuhan ekonomi Pelampiasan kekecawaan yang mendalam Pengaruh media massa

Keinginan dipuji orang lain

Penyebab Perilaku menyimpang 1. Karena sosialisasi yang tidak sempurna “seseorang menyerap nilai dan norma dari masyarakat, tapi dlm proses penyerapan mengalami gangguan, karena ketidaksepadanan pesan-pesan yang disampaikan” Contoh:

Orang tua yang memanjakan anak sehingga anak tidak bisa memilah mana yang baik dan yang buruk.

2. Karena sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang

Suatu kebudayaan khusus yang memiliki norma yang bertentangan dengan budaya dominan Lingkungan yang tidak baik, maka bisa saja perilaku menyimpang ditransmisikan pada warganya contoh: Di lingkungan kumuh anak-anak pemulung berkenalan dengan berbagai perilaku menyimpang

Seseorang bergaul dengan orang yang berperilaku menyimpang, misal pemabuk lambat laun akan terpengaruh

Sifat penyimpangan : 1) Penyimpangan bersifat positif Penyimpangan bersifat positif adalah penyimpangan yang mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial karena mengandung unsur-unsur inovatif, kreatif, dan memperkaya wawasan seseorang. Penyimpangan seperti ini biasanya diterima masyarakat karena sesuai perkembangan zaman. Misalnya: emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang memunculkan wanita karier. 2) Penyimpangan bersifat negatif Penyimpangan bersifat negatif adalah penyimpangan yang bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dianggap rendah dan selalu mengakibatkan hal yang buruk. Bobot penyimpangan negatif didasarkan pada kaidah sosial yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kaidah susila dan adat istiadat pada umumnya dinilai lebih berat dari pada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. BENTUK PERILAKU MENYIMPANG Penyimpangan Primer Penyimpangan Sekunder 1. Penyimpangan primer (primary deviation)  penyimpangan yang dilakukan seseorang yang hanya bersifat temporer dan tidak berulang-ulang. Seseorang yang melakukan penyimpangan primer masih diterima di masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh perilaku menyimpang tersebut.

Misalnya, siswa yang terlambat, pengemudi yang sesekali melanggar peraturan lalu lintas, dan orang yang terlambat membayar pajak.

2. Penyimpangan sekunder (secondary deviation) Penyimpangan sekunder merupakan perilaku menyimpang yang nyata dan seringkali terjadi, sehingga berakibat cukup parah serta menganggu orang lain.

Perilaku menyimpang sekunder tidak dapat ditoleransi masyarakat

Misalnya orang yang terbiasa minum-minuman keras dan selalu pulang dalam keadaan mabuk, serta seseorang yang melakukan tindakan pemerkosaan. Tindakan penyimpangan tersebut cukup meresahkan masyarakat dan mereka biasanya di cap masyarakat sebagai “pencuri”, “pemabuk”, “penodong”, dan “pemerkosa”. Julukan itu makin melekat pada si pelaku setelah ia ditangkap polisi dan diganjar dengan hukuman. Berdasarkan jumlah pelaku, perilaku menyimpang dibedakan menjadi 2:

a. Penyimpangan individual/personal  suatu perilaku pada seseorang dengan melakukan pelanggaran terhadap suatu norma pada kebudayaan yang telah mapan akibat sikap perilaku yang jahat atau terjadinya gangguan jiwa pada seseorang.

b. Penyimpangan Kolektif  suatu perilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh kelompok orang secara bersama-sama dengan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat sehingga menimbulkan keresahan, ketidakamanan, ketidaknyamanan serta tindak kriminalitas lainnya Jenis-jenis penyimpangan a) perilaku menyimpang yang dilihat dan dianggap sebagai kejahatan b) penyimpangan seksual (perilaku seksual yang lain dari biasanya) c) bentuk-bentuk konsumsi yang berlebihan seperti alkoholisme, kecanduan narkoba, dan sebagainya.

d) Gaya hidup (life style) yang berbeda dari yang lainnya, seperti geng, perjudian, dan sebagainya.

a) Tindakan Kriminal / Kejahatan

Kejahatan merupakan perilaku yang merugikan orang lain dan melanggar hukum, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan

Yang termasuk dalam tindakan kriminal adalah pencurian, penganiayaan, pembunuhan, penipuan, pemerkosaan, dan perampokan.
Tindakan ini biasanya mengakibatkan pihak lain kehilangan harta benda, cacat tubuh, bahkan kehilangan nyawa (masuk kedalam KUHP/ Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Tipe kejahatan : a. Kejahatan tanpa korban (crime without victim)

Tidak merugikan orang lain akibat tindak pidana orang tersebut. Contoh : Perbuatan judi, mabuk-mabukan, penyalahgunaan obat bius, dll.

b. Kejahatan Terorganisasi (organized crime) Pelaku kejahatan merupakan komplotan yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Misalnya komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, perjudian gelap, dll.

Melibatkan hubungan antarnegara. Contoh jaringan narkoba internasional.

c. Kejahatan korporat (corporate crime)
Dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Misalnya suatu perusahaan membuang limbah beracun ke sungai dan mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.

d. Kejahatan kerah putih (white collar crime) Mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang terpandang atau berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya.

Contoh, penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan oleh pemilih perusahaan, dll.

e. Kejahatan Kerah Biru (Blue Collar Crime), merupakan kejahatan konvensional seperti perampokan, pencurian dan lainnya. Kejahatan kerah biru biasanya dilakukan oleh golongan yang berasal dari golongan bawah/kelas pekerja.
b). Penyimpangan Seksual

penyimpangan sosial adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan. Perzinahan (hubungan seksual di luar nikah) Lesbianisme (hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama wanita) Homoseksual (hubungan seksual yang dilakukan oleh sesama pria) Kumpul kebo (hidup seperti suami istri tanpa nikah)

Dll.

c). Penyimpangan dalam bentuk konsumsi yang berlebihan Konsumsi yang berlebihan tersebut dapat berupa narkoba dan minum minuman keras

Pemakaian dan pengedaran obat terlarang merupakan bentuk penyimpangan dari nilai dan norma sosial maupun agama.

Remaja memakai narkotika dan obat terlarang karena : Ingin membuktikan keberanian dengan melakukan tindakan berbahaya. Ingin tahu dan iseng Ingin menunjukkan tindakan menentang Ingin mencari dan menemukan arti hidup yang semu Solidaritas semu Ingin mencari pengalaman emosional dan melepaskan diri dari kesepian Ingin mengisi kebosanan Ingin menghilangkan kegelisahan. d). Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup Sikap arogansi : kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian.

Sikap Eksentrik : perbuatan yang menyimpang dari biasa sampai dianggap aneh, seperti anak laki-laki memakai anting atau benda lainnya yang dikenakan wanita.

E. Pengendalian Sosial Pengendalian sosial adalah proses untuk membina, mengajak warga masyarakat ke arah kepatuhan atau ketaatan terhadap nilai dan kaidah dinamakan dengan pengendalian sosial (social control).

Pengendalian Sosial adalah segala proses, baik yang direncanakan ataupun tidak, yang bersifat mendidik untuk mengajak atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku. (Soerjono Soekanto)

Pengertian Pengendalian Sosial Peter L. Berger: Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggotanya agar bertindak menurut nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Roucek: Pengendalian sosial adalah proses terencana yang bertujuan untuk menganjurkan, membujuk, atau memaksa individu untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup suatu kelompok. Proses pengendalian sosial tersebut dapat dilakukan oleh: individu terhadap individu kelompok terhadap kelompok lainnya Individu terhadap kelompok kelompok terhadap individu lainnya

Pengendalian sosial berlangsung setiap hari sekalipun tidak disadari oleh manusia itu sendiri.

Fungsi Pengendalian Sosial

Koentjaraningrat menyebut sekurang-kurangnya lima macam fungsi pengendalian sosial, yaitu :

  1. Mempertebal keyakinan masyarakat tentang kebaikan norma.
  2. Memberikan imbalan kepada warga yang menaati norma.
  3. Mengembangkan rasa malu
  4. Mengembangkan rasa takut
  5. Menciptakan sistem hukum

Tujuan Pengendalian Sosial

  • Agar dapat terwujud keserasian dan ketentraman dalam masyarakat
  • Agar pelaku penyimpangan dapat kembali mematuhi norma -norma yang berlaku
  • Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang berlaku baik dengan kesadaran sendiri maupun dengan paksaan

Sifat Pengendalian Sosial 1. PREVENTIF Tindakan pengendalian sosial sebelum terjadi pelanggaran Contoh: Ibu menasehati kakak agar tidak bergaul dengan anak-anak yang sering mangkal di ujung gang, karena mereka adalah pemakai narkoba 2. REPRESIF Pengendalian sosial setelah terjadi pelanggaran Contoh: hukuman penjara atau rehabilitasi bagi pengguna narkoba CARA PENGENDALIAN SOSIAL 1. PERSUASIF Pengendalian sosial tanpa kekerasan, biasanya melalui nasihat, ajakan, bujukan. Ada 2 macam pengendalian sosial secara persuasif: Pengendalian LisanPengendalian lisan diberikan dengan menggunakan bahasa lisan guna mengajak anggota kelompok sosial untuk mengikuti peraturan yang berlaku.

Pengendalian SimbolikPengendalian simbolik merupakan pengendalian yang dilakukan dengan melalui gambar, tulisan, iklan, dan lain-lain. Contoh : Spanduk, poster, Rambu Lalu Lintas, dll.

2. KOERSIF Pengendalian sosial dengan kekerasan, apabila secara persuasif tidak bisa dilakukan Misal: penggusuran pemukiman kumuh atau pedagang liar di kaki lima

Pembubaran demonstrasi mahasiswa menggunakan water cannon

Koersif ada 2 macam: Compulsion Pemaksaan terhadap sesesorang agar taat dan patuh pada aturan serta norma-norma yang berlaku Pervasion

Penanaman norma secara berulang-ulang agar masuk ke dalam kesadaran orang agar orang tersebut mau mengubah perilakunya. Misalnya dengan bimbingan yang terus menerus.

Lembaga pengendalian sosial Lembaga Formal: Polisi Pengadilan Sekolah Lembaga Informal: Tokoh masyarakat Pengandilan adat Keluarga

Mahasiswa

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA