Contoh kasus PENGAMBILAN keputusan dalam PENDIDIKAN

(Penulis, adalah Dosen FKIP-Universitas Halmahera. Tinggal di Tobelo)

SEKOLAH adalah sebuah organisasi yang di dalamnya terlibat banyak pihak a.l. : guru, tenaga administrasi, murid, dan penjaga sekolah. Di luar itu sekolah juga berhubungan dengan Badan Penyelenggara Sekolah, orang tua murid, pengguna lulusan, dan pihak lain yang terkait. Semuanya itu harus diorganisasikan sedemikian rupa agar tujuan organisasi dapat dicapai optimal, efektif, dan efisien.

Sekolah juga sebuah sistem yang didalamnya melibatkan banyak sub sistem yang perlu di tata dan di susun secara struktural dan fungsional demi tercapainya tujuan. Kunci sukses dalam pengelolaan sekolah sebagai sebuah sistem sebagian besai terletak pada pemimpin pada semua tingkat kepemimpinan. Karena pemimpin terkait dengan banyak orang yang harus dipimpin, maka salah satu persoalan penting dalam seni memimpin adalah bagaimana agar keputusan yang diambil oleh pemimpin yang mendapat dukungan penuh dari mereka yang dipimpin dengan hasil kerja optimal dilihat dari tujuan organisasi.

Harus disadari bahwa pemimpin, dalam hal ini Kepala Sekolah atau guru, mempunyai tujuan pribadi dalam keterlibatannya di sekolah sebagai organisasi. Tujuan pribadi ini tidak selamanya searah dengan tujuan organisasi. Tugas pemimpin untuk menyerasikan tujuan pribadi dan tujuan organisasi. Karena itu, keputusan yang diambil dalam setiap kebijakan tidak terlalu dirasakan sebagai beban oleh mereka yang dipimpin tetapi sebagai bagian dari proses aktualisasi diri sebagai manusia melalui dan di dalam organisasi (sekolah) di mana yang bersangkutan terlibat sebagai salah satu komponen sistem.

Walaupun partisipasi penuh dari mereka yang dipimpin atas keputusan yang diambil adalah penting tetapi yang jauh lebih penting lagi adalah isi dan kualitas isi keputusan itu dilihat dari kepentingan organisasi (sekolah) dalam jangka panjang. Tidak sedikit keputusan yang kelihatannya bagus dan karena itu di dukung penuh oleh mereka yang dipimpin tetapi dalam jangka panjang menimbulkan masalah yang jauh lebih berat dan sekaligus menjadi beban yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Tidak terkecuali kepemimpinan guru di kelas yang kadang-kadang justru membuat potensi peserta didik tidak berkembang secara optimal tanpa disadari oleh yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, pengambil keputusan harus yakin terlebih dahulu bahwa keputusan yang diambilnya adalah pilihan terbaik dari berbagai kemungkinan keputusan yang bisa diambil. Hal inilah yang akan disoroti dalam paparan berikut.

BERPIKIR LENGKAP DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Sebuah keputusan yang bertanggung jawab adalah keputusan yang diambil setelah dipikirkan secara matang. Hal ini penting karena tidak satupun keputusanyang tidak mengandung risiko, betapapun kecilnva risiko itu. Oleh sebab itu, keputusan yangbertanggung jawab adalah keputusan yang mampu mengoptimalkan manfaat dan meminimalkan risiko serta tidak menimbulkan masalah serius dikemudian hari.

Baca Juga :   POTRET PENDIDIKAN DI KABUPATEN DEMAK

Berpikir matang sebelum mengambil keputusan yang dimaksud di sini adalah berpikir lengkap. tidak sekedar berpikir kreatif, apalagi berpikir pasif atau berpikir emosional.

Berpikir lengkap dilakukan melalui tahapan berikut: 1. Inventarisasi data. Data yang diinventarisasi meliputi: a. Aspek. (1). Sosial (2). Ekonomi (3). Fisik (4). Teknik. b. Faktor pembatas. (1). Ruang (tempat) (2). Waktu (3). Gerak/energi. Hasilnya: Data Mentah.

2. Analisis (Olah data). Perlu di saring mana data yang relevan dan mana yarg tidak relevan. Hasilnya: (a). mengetahui apa masalahnya yang akan dirumuskan secara tajam. (b). mengetahui potensi yang dimiliki (kekuatan).

3. Sistesis. Perlu mencari cara-cara pemecahan masalah dengan memanfaatkan potensi. Hasilnya: (a). Beberapa altervatif pemecahan masalah. (b). Potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan.

4. Membandingkan Berbagai Altematif Pemecahan Masalah. Hasilnya : alternatif terbaik di lihat dari segi manfaat dan risiko.

5. Perencaan Seksama (detail planning). Hasilnya : Rencana yang siap dilaksanakan.

6. Pelaksanaan (execution implementation). Hasilnya: (a). Perangkat administrasi dan (b). Fisik Sebagai penunjang.

7. Pemeliharaan (maintainance Operation). Hasilnya: (a). Terpeliharanya sarana dan prasarana fisik. (b). Terpeliharanya ideal dan tujuan lembaga.

Dari ke tujuh tahapan tersebut pengambilan keputusan berada pada setiap tahapan proses. Bisa jadi kegiatan pada setiap tahapan dilakukan oleh orang lain tetapi pada akhimya keputusan ada pada pemimpin. Ini berarti pemimpir. harus memiliki kepribadian yang kuat dan tidak takut atau ragu dalam mengambil keputusan.

Sejalan dengan tahapan proses pengambilan keputusan seperti tersebut di atas, H.A. Simon dalam buku “Administrative Behaviour” (1997) mengemukakan tiga proses dalam pengambilan keputusan, yaitu: (1). Intelegence Activity, yaitu proses penelitian situasi dan kondisi dengan wawasan yang inteligen. (2). Design Activity, yaitu proses menemukan masalah, mengembangkan pemahaman dan menganalisa kemungkinan pemecahan masalah serta tindakan lebih lanjut; jadi ada perencanaan pola kegiatan. (3). Choice Activity, yaitu memilih salah satu tindakan dari sekian banyak altematif atau kemungkinan pemecahan.

Salah satu keputusan strategis yang sering dilupakan oleh pemimpin adalah keputusan melakukan aliansi strategis dengan pihak lain, baik organisasi lain yang berkecimpung dalam bidang yang sama maupun bidang lain tetapi saling terkait dalam arti saling menguntungkan. Hal ini penting karena tidak ada orang atau lembaga yang mampu menangani semuanya. Kalau potensi ada pada pihak lain, mengapa tidak diikutkan dalam ikatan kerjasama? Studi tour, studi banding, fasilitator tamu, mitra kerja dan lain-lain merupakan cara untuk mengisi kekurangan yang ada pada kita tanpa beban finansial yang berat.

Baca Juga :   PEMBELAJARAN INOVATIF - BLENDED LEARNING

DECISION TRAPS

Seorang pemimpin yang baik adalah orang yang bisa membantu orang lain merealisasikan potensinya secara optimal. Seorang guru adalah pemimpin di kelas yang ia pimpin. Ia harus membantu murid merealisasikan potensinya secara optimal. Tetapi tidak sedikit pemimpin yang melakukan kesalahan karena jatuh dalam perangkap keputusan.

J. Edward Russo dan Paul J.H. Schoemaker mengidentifikasi sepuluh perangkap keputusan yang banyak dialami oleh banyak pemimpin. (1). Plunging In. Ketika pemimpin mulai mengumpulkan data dan informasi dan menarik kesimpulan, sering dia tidak menyediakan waktu beberapa saat untuk memikirkan isue besar yang sosoknya masih belum jelas, yang sedang dihadapi. Bisa jadi issue besar itu bisa mengurangi kualitas keputusan yang diambil.

(2). Frame Blindness. Kebanyakan pemimpin sudah mempunyai bingkai sendiri untuk menempatkan suatu masalah. Dalam kenyataan tidak semua masalah cocok dalam bingkai itu. Dalam keadaan begitu keputusan yang diambil tidak bisa menyelesaikan masalah. Atau dengan perkataan lain karena kerangka pikir yang tidak tepat untuk masalah yang dihadapi maka kita sulit menemukan pilihan cara pemecahan masalah yang tepat.

(3). Lack of Frame Control. Keterbatasan frame kontrol dapat mengakibatkan ketidaktepatan rumusan masalah yang pada gilirannya melahirkan keputusan yang tidak tepat. (4). Over confidence in Your Judgment. Seringkali pemimpin terlalu percaya diri dan yakin bahwa asumsi dan pendapatannya sudah betul. Dalam keadaan demikian data dan informasi yang dikumpulkan sebagai bahan pengambilan keputusan bisa tidak lengkap bahkan mubazir. (5). Shortsighted Shortcuts. Percaya pada aturan main (rules of thumb) yang biasa dijadikan pedoman dapat menjadikan seorang pemimpin tidak berusaha mencari data dan informasi lain sebagai dasar pengambilan keputusan.

(6). Shooting From The Hip. Melihat persoalan hanya dari satu sisi atau setengah dari persoalan dianggap sudah mengetahui masalahnya secara utuh. Karena itu yang bersangkutan tidak mau lagi mengikuti prosedur standar untuk sampai pada keputusan final. (7). Group Failure. Bertolak dari anggapan bahwa sebagian besar partisipan adalah orang-orang yang kompeten maka altematif yang dipilih dianggap secara otomatis dapat dijalankan dengan baik dan karena itu tidak perlu lagi mengikuti proses pengambilan keputusan yang standar.

Baca Juga :   ETIKA REMAJA JAMAN NOW

(8). Fooling Yourself About Feedback. Ada pemimpin yang barangkali ingin melindungi egonya enggan atau bermasa bodoh terhadap hasil-hasil yang dicapai pada masa lalu atau tidak mau belajar dari pengalaman organisasi di masa lalu. Ganti mentri ganti kebijakan merupakan contoh perangkap ini. (9). Nol Keeping Track. Dengan asumsi bahwa pengalaman telah menjadi bahan pembelajaran maka pemimpin seringkali tidak lagi melakukan analisis terhadap cara dan hasil yang dicapai untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan berikutnya.

(10). Failure to Audit Your Decision Process. Banyak pemimpin tidak lagi melakukan peninjauan kembali terhadap proses pengambilan keputusan yang sudah dilakukannya. Apabila nantinya kualitas keputusan jelek dia tidak tahu dimana letak kesalahan dan bagaimana mempebaikinya. Kalau hal ini teijadi maka yang bersangkutan cenderung membela diri sambil mencari kambing hitamnya di luar dirinya.

Terhadap keputusan yang tidak berdampak luas dan jauh ke depan, kesalahan dalam pengambilan keputusan tidak dirasakan sebagai kesalahan. Dan kalau disadari maka perbaikannyapun tidak terlalu sulit apalagi memakan biaya banyak. Tetapi untuk hal yang berdampak luas maka kekeliruan dalam pengambilan keputusan bisa menyita banyak biaya, waktu, dan energi untuk memperbaikinya. Hal inilah yang kita alami bertalian dengan perubahan kurikulum sekolah ataupun Ujian Akhir Nasional. Begitu pula murid kita banyak yang gagal mengaktualisasi potensinya karena kesalahan guru dalam mengambil keputusan.

PENUTUP

Kesulitan utama dalam pengambilan keputusan tidak hanya karena kelemahan dari pemimpin yang akan mengambil keputusan tetapi lebih dari itu karena tidak ada keputusan yang akan memuaskan semua pihak tanpa risiko apapun. Tetapi bagaimanapun juga keputusan itu harus diambil. Kadang-kadang yang sulit sehingga dia cenderung membiarkan masalah berlarut-larut sampai pada akhir masa kepemimpinannya. Tentu ini bukan cara terpuji. Bisa jadi kita memilih altematif terbaik dari semua altematif yang jelek. Tetapi itu sudah jalan ke’nar terbaik sepanjang prosedur pengambilan keputusan sudah ditempuh dan tidak teijebak dalam perangkap keputusan yang dapat mengurangi kualitas keputusan itu. Dalam era globalisasi dengan dinamika yang sulit diramalkan harusnya membuat Kepala Sekolah dan Guru Kelas harus selalu meninjau kembali dan sekaligus mengoreksi keputusan yang pemah diambilnya. Bila perlu harus berani keluar dari bingkai pemikiran yang ditetapkan oleh Depdiknas. (Editor: Sam Nussy)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA