Cara yang paling tepat dalam menilai ranah afektif

Terdapat dua kriteria untuk dapat diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981:4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang.

Bagaimana teknik mengukur penilaian afektif?

Teknik penilaian yang cocok adalah dengan non tes. Ada beberapa bentuk teknik penilaian non tes yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian ranah afektif, antara lain teknik observasi, penilaian diri, panilaian antar teman, jurnal. Selain itu juga ada skala minat, skala sikap, wawancara, questioner.

Bagaimana cara mengukur ranah psikomotorik dan ranah afektif?

Pengukuran ranah afektif dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi. Observasi dilaksanakan setelah proses pembelajaran berlangsung. Pengukuran ranah psikomotor dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi.

Apa yang dimaksud dengan penilaian ranah afektif?

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, watak, karakter, emosi, dan perilaku. Pada kegiatan pembelajaran, ranah afektif menjadi hal penting yang harus menjadi perhatian guru karena tujuan pendidikan tidak hanya mencerdaskan peserta didik, melainkan juga meningkatkan moralnya.

Apa yang dimaksud dengan penilaian afektif?

Sehingga penilaian ranah afektif dapat diartikan sebuah penilaian yang fokus pada ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Penilaian ranah afektif digunakan untuk menilai perilaku dan sikap siswa dalam segala interaksi selama menimba ilmu di sekolah.

Bagaimana cara mengukur ranah kognitif?

Ranah kognitif dapat diukur melalui dua cara yaitu dengan tes subjektif dan objektif. Tes subjektif biasanya berbentuk esay (uraian), namun dalam pelaksanaannya tes ini tidak dapat mencakup seluruh materi yang akan diujikan.

Kemampuan apa saja yang diukur dalam ranah kognitif?

Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.

Pengukuran Ranah Afektif - Kompetensi rendah afektif di dalam kegiatan pembelajaran sangat penting dikembangkan, baik kompetensi afektif guru (pendidik) maupun afektif siswa (peserta didik). Ranah afektif merupakan objek yang sangat dominan diperhatikan, bahkan afektif sering dijadikan sebagai objek penelitian dan pembahasan dalam bidang psikolgi pendidikan, yaitu masalah fenomena sikap, tingkah laku, perasaan, motivasi, yang berkaitan dengan dunia pendidikan.

Pengukuran ranah afektif dapat diukur berdasarkan beberapa bentuk skala pengukuran yaitu: (1) Skala likert, (2) Skala pilihan ganda, (3) Skala thurstone, (4) Skala guttman, (5) Skala differential, dan (6) Pengukuran minat.

Skala likert

Skala likert digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap sesuatu. Sikap disini bisa diartikan sebagai perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek baik berupa kegiatan atau mata pelajaran. Misalnya pada mata pelajaran matematika siswa menunjukkan sikap dan prilaku gemar melafalkan rumus-rumus matematika, siswa menunjukkan sikap hormat pada guru, dll.

Skala likert terdiri dari dua unsur yaitu pernyataan dan alternatif jawaban. Pernyataan ada dua bentuk yaitu pernyataan positif dan negatif, sedangkan alternatif jawaban terdiri dari: sangat setuju, setuju, neteral, kurang setuju dan tidak setuju.

Langkah-langkah untuk membuat skala likert untuk menilai afektif, yaitu:

  1. pilih variabel afektif yang akan diukur, 
  2. buat pernyataan positif terhadap variabel yang diukur, 
  3. minta pertimbangan kepada beberapa orang tentang pernyataan positif dan negatif yang dirumuskan, 
  4. tentukan alternatif jawaban yang digunakan, 
  5. tentukan pensekorannya dan,
  6. tentukan dan hilangkan pernyataan yang tidak berfungsi dengan pernyataan lainnya.

Contoh : Saya menghafal rumus pelajaran matematika sebelum tidur.

               a. sangat setuju

               b. setuju

               c. netral

               d. kurang setuju

               e. tidak setuju

Skala Pilihan Ganda

Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat.

Contoh: Dalam melaksanakan belajar kelompok, saya merasa:

              a. senang karena dapat berdiskusi dengan teman sekelompok

              b. mudah untuk mengerjakan tugas kelompok

              c. tidak begitu sulit untuk mengerjakan tugs kelompok

              d. dapat mengerjakan tugas kelompok tetapi mudah terganggu

              e. sulit untuk mengerjakan tugas kelompok

Skala Thurstone


Skala ini mirip dengan skala likert karena merupakan instrumen yang jawabannya menunjukkan adanya tingkatan thurstone menyarankan pernyataan yang diajukan lebih kurang 10 jam.Contoh:

Skala Guttman

Skala ini sama dengan skala yang disusun Bogardus yaitu pernyataan yang diurumuskan empat atau tiga pernyataan. Pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang beruurutan, apabila responden setuju persyaratan 2, diduga setuju persyaratan 1, selanjutnya setuju persayaratan 3, diduga setuju persyaratan 1, 2, dan 3.Contoh afektif yang indikatornya hormat pada orang tua.             1. saya permisi kepada orang tua bila bermain ketetangga             2. saya permisi kepada orang tua bila pergi kemana saja             3. saya permisi kepada orang tua bila pergi kapan saja dan kemana saja             4. saya tidak pergi kemana saja tanpa permisi kepada orang tua

Skala Differantial

Skala ini bertujuan untuk mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi yang akan diukur dalam kategori:baik - tidak baikkuat - lemahaktif - pasifContoh:              baik  1  2  3  4  5  6  7  tidak baik              kuat  1   2  3  4  5  6  7  lemah              aktif  1  2  3  4  5  6  7  pasif

Pengukuran Minat

Untuk mengetahui atau mengukur minat siswa terhadap mata pelajaran terlebih dahulu ditentukan indikatornya misalnya:
  • kehadiran di kelas,
  • keaktifan bertanya,
  • tepat waktu mengumpulkan tugas,
  • kerapian,
  • catatan,
  • mengerjakan latihan,
  • mengulan pelajaran, dan 
  • mengunjungi perpustakaan dan lain-lain.
Untuk mengukur minat ini lebih tepat digunakan kuesioner skala likert dengan skala lima yaitu; sangat sering, sering, netral, jarang, dan tidak pernah.

Jawaban sangat sering diberi skor 5, sering diberi skor 4, netral diberi skor 3, jarang skor 2, dan tidak pernah skor 1. Selanjutnya tehnik pensekoran minat siswa terhadap mata pelajaran dengan item pernyataan 12 butir maka skor terendah 12 dan skor tertinggi 60, jika dibagi menjadi tiga kategori maka skala 12 sampai 27 termasuk minat rendah, 28 sampai 43 berminat dan 44 sampai 60 sangat berminat, maka dapat dikomfersi ke pengukuran kualitatif karena penilaian afektif dilakukan secara kualitatif, maka 12 - 27 = C, 28 – 43 = B, 44 – 60 = A.

Paling tidak ada dua komponen afektif yang penting untuk dinilai setiap mata pelajaran yaitu sikap dan minat. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif, netral dan negatif. Tentu diharapkan sikap siswa terhadap semua mata pelajaran positif sehingga akan muncul minat yang tinggi untuk mempelajarinya, karena minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.

Untuk mengukur sikap siswa tepat digunakan pengematan terhadap siswa dengan menggunakan skala lima yaitu : 1 = sangat kurang, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 = amat baik. Skor untuk masing-masing sikap di atas dapat berupa angka, pada tahap akhir skor tersebut dirata-ratakan. Selanjutnya teknik pensekoran minat siswa dengan item 11 butir maka skor terendah 11 dan skor tertinggi 55, jika dibagi menjadi 3 kategori maka skala 11-24 termasuk cukup, 25-38 baik, dan 39-55 amat baik, maka dapat dikonfersikan ke penelitian kualitatif 11-24 = C, 25-38 = B, dan 39-55 = A.

Untuk menilai afektif dapat juga dilakukan dengan kolokium yaitu diskusi mendalam tentang suatu topik tertentu untuk mengungkapkan pengetahuan dan pengalaman seseorang. Kolokium ini dilakukan untuk pelengkap portopolio. 

Apabila dari sekian banyak siswa ternyata tidak berminat dan bersikap baik dengan substansi mata pelajaran pendidikan agama maka guru harus mencari sebab-sebabnya, perlu dikaji dan dilihat kembali secara menyeluruh hal yang terkait dengan pelajaran mata pelajaran tersebut atau guru belum menyampaikan diawal pembelajaran indikator yang dimiliki oleh siswa, oleh karenanya guru seharusnya menyampaikan kepada siswa kompetensi dasar yang harus dicapai siswa sekaligus indikator-indikator yang mesti dimiliki siswa.

Sumber Buku: Asrul, dkk. Evaluasi Pembelajaran. 2015. Bandung: Citapustaka Media.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA