Berikut alasan tari topeng sidakarya hanya boleh dimainkan oleh laki-laki adalah

Bacalah teks berikut! Bagi umat Hindu di Bali tari Topeng Sidakarya adalah tarian yang sangat sakral dan tidak semua orang diperbolehkan untuk menarikannya. tari Topeng Sidakarya hanya boleh ditarikan oleh seorang laki-laki untuk menyelesaikan sebuah upacara Hindu di Bali. Hal-hal magis dihubungkan dengan topeng yang dipakai oleh penari. Kata Sakral pada teks di atas bermakna?

  1. Indah
  2. Keramat
  3. Telarang
  4. Tertutup

Kunci jawabannya adalah: B. Keramat.

Menurut ensiklopedia, bacalah teks berikut! bagi umat hindu di bali tari topeng sidakarya adalah tarian yang sangat sakral dan tidak semua orang diperbolehkan untuk menarikannya. tari topeng sidakarya hanya boleh ditarikan oleh seorang laki-laki untuk menyelesaikan sebuah upacara hindu di bali. hal-hal magis dihubungkan dengan topeng yang dipakai oleh penari. kata sakral pada teks di atas bermakna keramat.

Kemudian saya sarankan Anda untuk baca pertanyaan selanjutnya yaitu Yuni membeli 3kg jeruk dan 5 kg dengan harga Rp54.000,00. Jika harga 1 kg apel sama dengan 3 kali harga 3 kg jeruk , maka besarnya harga 1 kg apel adalah? beserta kunci jawabannya.

Dhafi Quiz

Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at cp.dhafi.link. with Accurate Answer. >>

Harianjogja.com, SLEMAN-- Pura Widya Dharma yang berlokasi di Wedomartani, Ngemplak Sleman menggelar Upacara Piodalan pada Rabu (11/12/2019) malam. Salah satu ritual penting dalam upacara tersebut adalah ditampilkannya tari topeng Sidakarya yang dimainkan oleh orang pilihan dan memiliki tingkat kerohanian yang tinggi di kalangan umat Hindu.

Pemain Topeng di Upacara Piodalan Pura Widya Dharma Profesor I Wayan Dana menjelaskan topeng Sidakarya muncul dari legenda antara Raja Bali dengan Pendeta Keling dalam upacara besar di Pura Besakih. Di mana Pendeta Keling sempat diusir dari upacara, kemudian mengutuk pelaksanaan upacara, sampai akhirnya Raja Bali meminta maaf dan menjadikannya sebagai saudara

"Singkat cerita, supaya upacara bisa diselesaikan Raja Bali mengangkat Pendeta Keling sebagai saudara lalu diberikan tahta dalem sidakarya, artinya supaya upacara selesai sempurna, itu simbol topeng sidakaryo," terang dia dalam keterangan persnya, Kamis (12/12/2019).

Ia menambahkan adanya tarian topeng Sidakarya membawa pesan tentang kesabaran. Di mana setiap umat tidak diperbolehkan memiliki sikap atau perasaan marah, emosi dan saling membenci ketika mengikuti upacara suci.

"Ketika melaksanakan [upacara] jangan ada emosi, tidak boleh marah-marah, apalagi bertengkar, upacara suci seperti piodalan semua harus damai, sejahtera supaya rahayu itu nilai kehadiran topeng sidakarya," kata Dosen Fakultas Seni Pertunjukan ini.

Wayan menambahkan, tari topeng sidakarya hanya ditampilkan saat upacara besar. Jika dalam upacara besar tidak dapat menghadirkan topeng sidakarya maka diganti dengan ubarampe lain seperti sesaji, beras dan air suci sidakarya. Topeng ini memiliki visual dengan bentuk mata sipit, mulut menganga yang menggambarkan orang sedang konsentrasi melihat sesuatu yang jauh.

Tidak sembarang orang boleh memainkan tarian topeng sidakarya ini dalam suatu upacara besar umat Hindu. Selain harus dewasa, orang tersebut telah melalui proses upacara pembersihan baik secara fisik maupun mental atau dikenal dengan mowinten. Karena topeng sidakarya bukan sekedar tarian biasa tetapi harus disertai dengan doa baik diucapkan secara langsung di hadapan umat yang mengikuti sembahyang maupun secara batin.

"Bagaimana dia [penari topeng sidakarya] berdoa menghadap ke timur, selatan, barat, utara itu harus bisa. Selain [orang] pilihan tetapi juga tertentu, tidak sembarang orang, sehingga disebut Ki Dalang topeng, selain secara teknis bisa memainkan, secara tingkat kerohanian juga harus tinggi," ujarnya.

Ketua Pengelola Pura Widya Dharma I Wayan Gundana menjelaskan hari raya Piodalan Pura Widya Dharma diperingati setiap enam bulan sekali yang jatuh pada Rabu Kliwon. Upacara itu sekaligus dengan pelaksanaan hari raya Pager Wesi untuk meningkatkan kerohanian atau bagi umat. Upacara itu dihadiri oleh seluruh umat di Pura tersebut, mulai dari anak hingga dewasa.

"Makna dari upacara ini adalah sebagai persembahan kepada Tuhan, wujud terima kasih kepada Tuhan yang telah memberi berbagai anugerah keselamatan kesehatan bagi umat," katanya.

Budayawan dan seniman Bali Prof DR I Made Bandem MA mengakui, sangat sulit mengukur tingkat kematangan seorang penari Bali. Namun, khusus penari topeng upacara, diantaranya Topeng Sidakarya, wajib menguasai kematangan fisikal dan mental. 

GIANYAR, NusaBali 

Itu ditegaskannya dalam Seminar Topeng, serangkaian Festival Topeng Nusantara (FTN) di Wantilan Desa Mas, Ubud, Gianyar, Minggu (6/12). Paparannya itu menjawab pertanyaan peserta seminar terkait banyaknya penari topeng masih ‘belia’ dan sekadar menguasai patopengan, namun sudah berani menarikan Topeng Panyidakaryaan. 

Mantan Ketua STSI Denpasar dan ISI Jogjakarta ini, menegaskan aspek fisikal pada penari meliputi teknis keindahan menari dan pemanggungannya. Aspek mental terkait motivasi menari. Agar penari Topeng Panyidakaryaan bisa matang menari, harus berani melatih diri secara full (penuh serius). Latihannya tak hanya pada fisik tarian, juga kemampuan memindahkan jiwa dan karakter sebuah topeng ke dalam diri. ‘’Saya sejak belajar menari topeng diajari masiluman atau menjiwai karakter topeng dengan cara tidur bersama topeng itu sendiri,’’ ujarnya.

Lebih penting lagi, jelas seniman Bali wayah (senior, Red) asal Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar ini, setiap penari Topeng Panyidakaryaan wajib mendalami keadnyanaan (kemampuan) dengan cara banyak membaca buku atau lontar Darma Patopengan. Lontar ini berisi tuntutan spiritual tentang tarian berkaitan dengan Upacara Hindu dan kosmologi menyangkut Pangider Padma Bhuwana dan ngingkup Dasa Bayu (menyatukan 10 kekuatan energi).  ‘’Jika Dasa Bayu telah dikuasai, maka tarian akan mataksu (beraura magis) karena yang berstana pada penarinya adalah Tuhan bermanifestasi Siwa Nata Raja,’’ jelasnya. 

Prof Bandem juga mengingatkan, taksu patopengan pada penari Panyidakaryaan ‘wajib’ mawinten. ‘’Biasanya penari topeng, makin tua, makin mantap, dan mahal,’’ jelasnya.

Dosen Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Jogjakarta, Bambang Pudjasworo dengan makalah ‘Topeng Dalam Tradisi Seni Pertunjukan Istana dan Rakyat Jawa’ menjelaskan, di Jawa, berita-berita tentang adanya pertunjuakan bertopeng dapat ditemukan pada prasasti dan kesusastraan Jawa Kuna. Antara lain, Prasasti Wahana Kuti dan Jaha (840 M), Bebetin (896 M), dan Prasasti Gurun Pai (1071 M). Dalam prasasti-prasasti tersebut dicantumkan dalam istilah atapukan, patapelan, dan raket yang berarti pertunjukan bertopeng. Istilah sama juga ditemukan dalam Kitab Brahmandapurana dan Kidung Sunda, dan istilah ‘raket’ dalam kitab Wanban Wideha. ‘’Namun belum ada prasasti yang menjelaskan sumber materi dramatik yang digunakan dalam seni pertunjukan topeng baik wiracarita Mahabharata, Ramayana, atau Panji,’’ jelasnya.

Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata mengharapkan festival ini mampu memberikan dan mewarnai khasanah budaya Nusantara. Kegiatan seperti ini akan terus dilaksanakan Pemkab Gianyar karena dapat melestarikan budaya adiluhung, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya para seniman topeng. 

FTN berlangsung 5 - 7 Desember 2015 di areal Pura Taman Pule, Desa Mas, Ubud. Selain seminar, festival disi pameran topeng, workshop serta pementasan tari topeng dari masing-masing daerah. Tari topeng digelar di Pura Taman Pule, Desa Mas, dan di Puri Pejeng, Desa Pejeng, Tampaksiring. 

Ketua Panitia Festival I Gusti Ngurah Wijana mengatakan, melalui festival ini pihaknya ingin mengajak masyarakat lebih mengenal budaya khususnya topeng, hal tersebut berkaitan dengan mengoptimalkan pembangunan bangsa yang bermartabat berlandaskan budaya. 7 lsa

Topeng Sidakarya adalah salah satu seni pertunjukan sakral dari Bali yang termasuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia UNESCO tahun 2015 nomor registrasi 201500246.[1] Nama Tari Topeng Sidakarya berasal dari dua kata, yaitu topeng dan Sidakarya. Topeng berasal dari kata tup yang artinya tutup. Sidakarya berasal dari kata "sida" yang artinya mencapai, dan "karya" yang artinya tujuan atau pekerjaan. Sidakarya memiliki makna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Topeng Sidakarya pun menjadi lambang bahwa pekerjaan atau karya yang digelar sudah selesai dengan baik.[2][3]

Tari Topeng Sidakarya di Bali

Tari Topeng Sidakarya adalah bagian dari pementasan tari topeng yang mengiringi upacara besar di Bali, seperti upacara ngaben.

Tari Topeng Sidakarya dalam salah satu upacara di Bali

Saat ini, tari topeng Sidakarya merupakan pelengkap dari upacara Yadnya di Bali. Di desa Rianggede, Penebel, Tabanan, misalnya, tari wali Sidakarya wajib dilaksanakan di setiap upacara keagamaan. Tari topeng ditampilkan sebagai tari persembahan (wewalen) sebelum acara pemujaan bersama yang dipimpin sulinggih. Tujuannya, agar upacara yang berlangsung dapat terselenggara dengan baik dan selamat serta terhindar dari segala bahaya. Pada akhir tari ini secara simbolis penari menghamburkan uang kepeng dan beras kuning (sekarura) sebagai lambang pemberian berkat kesempurnaan dan kemakmuran.[4]

Sumber tertulis yang mengungkap sejarah Dalem Sidakarya adalah berupa lontar Bebali Sidakarya, koleksi Ida Pedanda Gede Nyoman Gunung dari Biau, Desa Muncan, Karangasem serta Babad Sidakarya yang disusun I Nyoman Kantun, S.H., M.H. dan Drs. I Ketut Yadnya. Dalam sumber tersebut dinyatakan bahwa, Brahmana Keling merupakan sebutan salah seorang pendeta dari Jawa Timur. Dalam sumber tersebut disebutkan Ida Dalem Sidakarya adalah seorang brahmana wulaka keturunan sakya dari Keling atau disebut juga brahmana Keling. Ia adalah putra dari Dang Hyang Kayu Manis, cucu dari Mpu Candra, kumpi dari Mpu Bahula dan cicit dari Mpu Bharada. Dang Hyang Kayu Manis sendiri menjadi nabe dari Dalem Baturenggong, raja Gelgel, Klungkung.

Sebelum ke Bali, ia pernah memimpin upacara mohon keselamatan (selamatan) di Madura. Ketika Dang Hyang Kayu Manis datang ke Jawa, ia kemudian bertemu ayahnya.[a] Tidak dikisahkan perjalanan dari Jawa ke Bali, namun sesampainya ia di Puri Gelgel, puri tersebut sepi karena raja Waturenggong sedang berada di Pura Besakih mempersiapkan pelaksanaan suatu upacara. Brahmana langsung menuju pura tersebut. Sesampainya disana, ia disapa para pembantu raja dan menanyakan maksud kedatangannya. Para pembantu (pengayah) ragu atas pengakuan Brahmana Keling yang hendak bertemu raja. Karena kelelahan, ia menuju pelinggih dan memutuskan beristirahat sejenak. Tak berselang lama datang raja dan melihat seseorang berpakaian lusuh itu.

Ketika raja melihat bahwa ada seseorang dengan pakaian lusuh datang hendak menemuinya, ia tidak mengakui brahmana Keling dan mengusirnya. Ia akhirnya meninggalkan Pura Besakih dan sempat mengucapkan Kutu Pastu yang isinya kurang lebih: Wastu tata astu, karya sane kalaksanayang tan sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan, sarwa gumatat-gumititi ngrubeda. Tak berselang lama, kutukan tersebut terbukti sehingga kerajaan Bali diserang hama dan penyakit. Raja kemudian mengutus rakyatnya untuk mencari Brahmana Keling dan menemukannya di daerah Bandanda Negara yang sekarang dikenal sebagai Desa Sidakarya. Ia pun bersedia mengembalikan keadaan seperti sedia kala.

Untuk mengenang jasa Dalem Sidakarya dan demi adanya tempat persembahyangan (parahyangan), sekitar tahun 1518 M, Dalem Waturenggong memerintahkan pendirian Pura Dalem Sidakarya (tahun Saka 1615).[5]

 

Pembuat tapel barong dan topeng di Bali

Selepas tragedi tersebut, masyarakat membuat Topeng Sidakarya. Bentuk wajahnya dibuat tidak tampan, giginya meranggas sebagai perlambang bahwa saat itu Pandita yang datang ke kerajaan berpenampilan compang-camping. Hanya seniman khusus yang bisa membuatnya dan harus ada prosesi khusus yang dilalui. Begitu pula dengan penari yang menampilkan tarian ini. Mereka juga harus melakukan ritual terlebih dahulu sebelum menari. Penampilan tarian ini biasanya disisipkan juga dengan pesan-pesan pengingat kebaikan.[2][6]

  1. ^ Kementerian, Pendidikan dan Kebudayaan (2018). Katalog Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2018 Buku Satu. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ a b "Topeng Sidakarya, Kesenian Khas Bali yang Unik dan Penuh Makna - Semua Halaman - Bobo". bobo.grid.id. Diakses tanggal 2020-07-04. 
  3. ^ JawaPos.com (2017-10-11). "Topeng Sidakarya Bermula dari Brahmana Dekil Muncul di Besakih". baliexpress.jawapos.com. Diakses tanggal 2020-07-04. 
  4. ^ Putu Melani Chandra Dewi, I Putu Putrayana Wardana (Juni 2018). "Mengenal Sejarah dan Perkembangan Topeng Sidakarya". Acarya Pustaka. 5 (1): 16. 
  5. ^ a b Sugiarta, Nopen (2016-06-14). "Sejarah dan Makna Topeng Sidakarya". Mantra Hindu Bali. Diakses tanggal 2020-07-04. 
  6. ^ "The Sacred Topeng Sidakarya Dance". NOW! Bali (dalam bahasa Inggris). 2017-04-11. Diakses tanggal 2020-07-04. 

  1. ^ Disini cerita masih samar. Diceritakan, ayahnya datang menemuinya ketika ia sedang menikmati panorama selat Bali. Setelah pertemuan itu ia buru-buru ingin ke Bali untuk bertemu dengan raja Dalem Baturenggong setelah, sepertinya, diceritakan bahwa ia masih bersaudara kandung dengan sang raja.[5]

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Topeng_Sidakarya&oldid=18351905"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA