Berapa kali penyebutan kalimat taqwa dalam alqur an


Disusun Oleh:
H. Ahmad Ridla Syahida, Lc., M.Ag.
Email:  
Dosen Pendidikan Bahasa Arab
STAI Al-Ma’arif Ciamis

A.  Pendahuluan

Al-Qur`an al-Karim adalah kitab yang oleh Rasulullah Saw dinyatakan sebagai ma’dūbatullāh (hidangan Ilahi). Hidangan ini membantu manusia untuk memperdalam pemahaman dan penghayatan tentang Islam dan merupakan pelita bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup. Kitab Suci inipun memperkenalkan dirinya sebagai hudan li al-nās (petunjuk bagi seluruh umat manusia) kepada kebenaran dan ke jalan yang lurus, sebagaimana firman-Nya, “Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia…” (QS. Al-Baqarah: 185). Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap insan untuk bisa memahami dan mentadaburi kandungan maknanya, sehingga al-Qur`an benar-benar bisa menjadi pedoman bagi dirinya dalam mengarungi bahtera kehidupan dengan selamat menuju kehidupan akhirat kelak.

Namun pada realitanya, tidak semua manusia bisa memanfaatkan hudan (petunjuk) yang terdapat dalam al-Qur`an dan mengaplikasikannya ke dalam pola hidup dan tingkah laku. Maka timbul sebuah pertanyaan mendasar tentang siapa sebenarnya manusia yang bisa memanfaatkan dan mengoptimalkan hudan (petunjuk) al-Qur`an tersebut sehingga bisa menjadi penerang bagi kehidupannya menuju cahaya ilahi?

 Jika dilihat pada ayat yang lain, yaitu pada pembuka QS. Al-Baqarah: 1-2, di sana al-Qur`an menampilkan informasi berbeda tentang bagaimana hakikat hudan (petunjuk) tersebut bisa berfungsi secara optimal: “Alif Lam Mim, itulah (al-Qur`an) kitab yang sempurna, tidak ada keraguan di dalamnya, dia adalah petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa.” Dari pemaparan ayat tersebut seakan memberi suatu penegasan bahwa tidak semua manusia bisa mendapatkan nūr (cahaya) petunjuk yang bersifat khusus ini. Namun, hanya orang-orang yang bertakwalah yang mampu memfungsikan/memanfaatkannya dengan baik.

Dari sini, timbul pertanyaan berikutnya, siapakah sebenarnya sosok yang disebut oleh al-Qur`an sebagai pelopor dalam menjemput hidāyah qur`ānī ini yang divisualisasikan sebagai Muttaqīn? Bagaimana sifat-sifatnya? Bagaimana pula al-Qur`an menjelaskan urgensi dari ketakwaan ini sehingga mampu membangun kualitas dan stabilitas sosial, serta menjauhkan setiap jiwa dari segala penyakit komunal, sehingga manusia yang memiliki karakter muttaqīn ini menjadi dambaan seluruh manusia di muka bumi ini untuk menjadi pemimpin (QS. Al-Furqān: 74). Berangkat dari berbagai pertanyaan tersebut, penulis mencoba untuk memaparkan hakikat “Takwa Persepektif Al-Qur`an” ke hadapan sidang pembaca.

B.  Definisi Takwâ

Secara etimologi, term takwâ terulang dalam al-Qur`an sebanyak 259 kali penyebutan, pada 63 surat dan 240 ayat. Dengan segala bentuk derivasinya, kata ini mengandung makna yang cukup beragam, di antaranya: memelihara, menghindar, menjauhi, menutupi dan menyembunyikan. Namun demikian, beragam arti tersebut masih tetap mengacu pada satu makna, yaitu antisipasi diri tehadap dunia luar. Al-Rāghib al-Aṣfahānī menjelaskan bahwa kalimat takwâ mengandung arti memelihara diri dari hal-hal yang akan membawa kepada kemudaratan.

فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا

“Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati.” (QS. Al-Insān: 11)

Lebih lanjut Ibn Fāris menjelaskan bahwa kata takwâ (التقوى) diambil dari kata (وقى) waw, qaf dan ya, yaitu kata yang menunjukkan arti menghalangi sesuatu dengan menggunakan sebuah media lain yang dapat melindunginya. Dalam arti yang lebih luas, takwâ adalah memelihara diri dari ancaman siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dapat dikatakan juga bahwa takwâ adalah keinsyafan mengikuti dengan kepatuhan dan ketaatan melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya.

Menurut Imam al-Qusyairī bahwa takwâ merupakan seluruh kebaikan dan hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman Tuhan dengan ketundukan kepada-Nya. Asal-usul takwâ adalah menjaga diri dari syirik, dosa, kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat), kemudian meninggalkan hal-hal utama (yang menyenangkan). Sementara Quraisy Shihab memberikan penegasan bahwa takwâ bukanlah satu tingkatan dari ketaatan kepada Allah, tetapi ia adalah penamaan bagi setiap orang yang beriman dan mengamalkan amal shaleh. Seseorang yang mencapai puncak ketaatan adalah orang bertakwa, tetapi yang belum mencapai puncaknya pun, bahkan yang belum luput sama sekali dari dosa, juga dinamai orang bertakwa, walaupun tingkat ketakwaannya belum mencapai puncak. Takwâ adalah nama yang mencakup semua amal kebajikan. Siapa yang mengerjakan sebagian darinya ia telah menyandang ketakwaan.

C.  Makna Takwâ Menurut Al-Qur`an

Untuk mendapatkan pemahaman sempurna tentang hakikat takwâ menurut al-Qur`an, pantas sekiranya penulis menyajikan ayat-ayat yang menyebutkan kata takwâ (التقوى) yang ada dalam al-Qur`an agar bisa memberikan deskripsi secara menyeluruh. Kata takwâ (التقوى) diulang di dalam al-Qur`an sebanyak 15 kali. Adapun rinciannya sebagai berikut:

1.            وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى (البقرة:197)

2.            وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى (البقرة:237)

3.            وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى (المائدة:2)

4.            اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى (المائدة:8)

5.            وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ (الأعراف:26)

6.            لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ (التوبة:108)

7.            أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى تَقْوَى مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَى شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ (التوبة:109)

8.            لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (طه:132)

9.            ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (الحج:32)

10.        لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ (الحج:37)

11.        وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا (الفتح:26)

12.        أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى (الحجرات:3)

13.        وَتَنَاجَوْا بِالْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (المجادلة:9)

14.        وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ (المدثر:59)

15.       أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَى . أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَى (العلق:11-12)

Dari ayat-ayat di atas yang menggambarkan terma takwâ, kita dapat melihat dengan jelas bagaimana keserasian kandungan makna takwâ dari setiap ayat tersebut yang saling melengkapi, sehingga memberikan gambaran sempurna tentang hakikat takwâ. Pertama, Allah Swt adalah Ahl al-Taqwā, Dia tidak menerima dari hambanya kecuali ketakwaan, dan Rasulullah Saw pun diperintahkan oleh Allah Swt untuk berlaku takwâ. Kemudian takwâ mewujud menjadi Kalimat al-Takwā, bagi pemiliknya pun menjadi hiasan, yaitu Libās al-Taqwā. Takwa pun mampu bersemayam di sebagian anggota badan insan, yaitu hati (Taqwā al-Qulūb), dan ia juga merupakan bekal terbaik bagi seseorang (Khair al-Zād al-Taqwā). Meskipun tempat bersemayam ketakwaan berada di hati, namun darinya tumbuh dan berkembang sulūk yang akan melahirkan akhlak mulia yang mendorong pemiliknya untuk mengagungkan sya’ā`ir Allāh yang bersandar kepada fondasi takwâ. Terakhir dijelaskan bahwa aqībah (balasan terbaik) khusus bagi orang-orang yang bertakwâ di dunia maupun di akhirat.

Dari penelusuran mengenai makna takwâ yang ada dalam al-Qur`an, penulis menemukan sedikitnya lima makna berbeda sesuai dengan konteks ayatnya masing-masing, yaitu sebagai berikut:

1.    Takut, sebagaimana firman Allah Swt:

وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (البقرة:41)

وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ (البقرة:281)

2.    Taat dan ibadah. Firman Allah Swt:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (ال عمران:102)

Dalam mengomentari ayat ini, Ibnu Mas’ūd berkata: ketakwaan itu adalah ketaatan tanpa diiringi dengan kemaksiatan, mengingat Allah tanpa lalai melupakannya, bersyukur kepada-Nya dengan tidak mengkufuri-Nya.

3.    Membersihkan hati dari segala bentuk dosa. Inilah yang menurut mayoritas ulama merupakan esensi dari takwâ. Firman Allah Swt:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ (النور:52)

Dari ayat ini kita melihat bahwasannya Allah menyebutkan kata taat (al-ṭā’ah), takut (khasyyah) dan diakhiri dengan menyebutkan takwâ. Hal ini menandakan bahwasannya takwâ bukan bermakna taat ataupun takut, akan tetapi mensucikan hati dari segala bentuk dosa.

4.    Tauhid dan al-Syahādah. Firman Allah Swt:

أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى (الحجرات:3)

Yaitu, al-Tauḥīd (peng-Esa-an Allah).

5.    Ikhlas. Firman Allah Swt:

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ (الحج:32)

Yaitu, keikhlasan hati.

D.  Kedudukan Takwâ dan Urgensinya di Dalam Agama

Takwâ pada prinsipnya merupakan jalan (ṭarīq) yang bisa mengantarkan seorang hamba sampai kepada Allah Swt. Takwâ pun merupakan salah satu unsur yang dapat mendatangkan cinta (maḥabbah) dan keridaan-Nya. Oleh karena itu, term takwâ banyak disebutkan di dalam al-Qur`an sebagaimana telah penulis paparkan pada pembahasan sebelumnya. Takwâ menjadi pendorong jiwa manusia untuk melakukan tugas keagamaan (amal shaleh) secara paripurna, sehingga pada akhirnya pemilik takwâ tersebut tidak membutuhkan seorang pengawas (raqīb) yang memantau setiap gerak-geriknya, karena takwâ sudah mengejawantah menjadi perisai bagi dirinya yang dapat menghalangi dari berbagai dorongan perbuatan keji dan munkar.

Oleh karenanya, pantaslah orang yang bertakwa digelari sebagai ahl al-sa’ādah (pemilik kebahagiaan) dan kemuliaan yang agung. Allah Swt berfirman:

وَالْآخِرَةُ عِنْدَ رَبِّكَ لِلْمُتَّقِينَ (الزخرف:35)

Adapun dalam menjelaskan urgensi dari takwâ, penulis merangkumnya ke dalam tiga point penting berikut ini:

1.    Takwâ merupakan wasiat seluruh Rasul kepada kaumnya

Seluruh Rasul diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyampaikan kepada kaumnya agar mereka bertakwa, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Luth, Syu’aib ‘alaihimussalam. Sebagai contoh, berikut ini penulis sajikan salah satu ayatnya QS. Al-Syu’arā` ayat 105-110:

كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ. إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلَا تَتَّقُونَ. إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ. فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ. وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ.  فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ (الشعراء:105-110)

2.    Takwâ sebagai pakaian terindah.

Dalam hal ini Sayyid Quṭub memaparkan ulang kisah Nabi Adam ‘alaihimussalam dan Siti Hawa ketika digoda oleh setan. Kisah tersebut mengarah kepada sesuatu yang menjadi sumber potensi manusia dan fitrahnya, yaitu malu dari kondisi telanjang dan terbuka (terlihat) wilayah auratnya.

فَدَلَّاهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُلْ لَكُمَا إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُبِينٌ (الأعراف:22)

“Maka setan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS. Al-A’rāf: 22)

Penggalan kisah di atas memberikan satu prinsip bahwa manusia harus menutupi aurat yang ada di jasadnya dengan pakaian yang oleh Allah jadikan perhiasan (zīnah) bagi mereka. Begitupun takwâ menjadi pakaian untuk menutupi aurat yang ada pada jiwanya (nafsiyah). Karena fitrah manusia yang lurus akan menghindari dari keadaan tersingkapnya aurat baik berupa jasadiyah ataupun nafsiyah. Allah Swt berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (الأعراف:26)

Ibnu Katṡīr mengomentari ayat ini, bahwa setelah Allah menyebutkan pakaian yang bersifat inderawi (ḥissī), kemudian Allah mengingatkan akan pentingnya pakaian bersifat maknawi, yaitu khusyuk, taat dan takwâ dengan menjelaskan bahwa libās al-taqwā lebih bermanfaat dan lebih baik.

3.    Takwâ sebagai bekal terbaik

Allah Swt berfirman:

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى (البقرة:197)

Terkumpul dalam ayat ini bekal yang diperlukan bagi manusia, yaitu bekal sebagai kebutuhan hidup di dunia fana, juga bekal yang kelak akan mengantarkannya menuju hari pembalasan yang bersifat kekal.

E.  Sifat-sifat Orang yang Bertakwa

Di dalam al-Qur`an banyak sekali ayat-ayat yang memuat tentang ciri-ciri orang bertakwa, sehingga bisa dijadikan sebagai acuan bagi pemilik keimanan agar berusaha dan bersungguh-sungguh berakhlak dengan akhlak tersebut dan menjauhi dari segala sifat yang bertolak belakang dengannya. Penulis berusaha menyajikan ayat-ayat tersebut sebagai berikut:

1.       الم (1) ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3) وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ (4) أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (5) (البقرة:1-5)

2.       لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (البقرة:177)

3.       قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ (15) الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (16) الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ (17) (ال عمران:15-17)

4.       وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134) وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (135) أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (136) (ال عمران:133:136)

5.       إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آخِذِينَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18) وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ (19) (الذاريات:15-19)

6.       وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (33) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (34)  (الزمر:33-34)

7.       وَقِيلَ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا مَاذَا أَنْزَلَ رَبُّكُمْ قَالُوا خَيْرًا لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ (31) الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (32) (النحل:30-32)

8.       لَا يَسْتَأْذِنُكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (44) (التوبة:44)

9.       إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ (201) (الأعراف:201)

10.  وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً لِلْمُتَّقِينَ (48) الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ (49) (الأنبياء:48-49)

Dari ayat-ayat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa ciri-ciri orang bertakwa adalah:

1.        Beriman kepada yang ghaib (metafisik)

2.        Mendirikan Shalat

3.        Berinfak, bersedekah dan berzakat (atas harta yang ia cintai, baik di waktu senang maupun susah)

4.        Beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat, para nabi dan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para Rasul (membenarkan apa-apa yang dibawa Rasul)

5.        Menepati janji

6.        Bersabar atas segala cobaan dan penderitaan

7.        Senantiasa beristighfar di waktu sahur

8.        Jujur atas apa yang ia ucapkan/yakini

9.        Senantiasa taat menjalankan segala yang diperintahkan oleh Allah (qāniṭ)

10.    Pandai menahan emosi/amarah

11.    Mudah memaafkan kesalahan

12.    Selalu optimis dan tidak putus asa di kala berbuat dosa. Kemudian bertaubat dan menjauhi dari perbuatan dosa tersebut

13.    Menjauhkan perutnya dari tempat tidur di waktu malam dan menggunakan waktu malamnya untuk beribadah bermunajat kehariban Ilahi

14.    Meninggal (didatangi malaikat maut) dalam keadaan tenang dan nyaman

15.    Berjihad dengan harta dan jiwa

16.    Senantiasa mengingat Allah ketika rasa was-was yang dibisikkan setan datang

17.    Senantiasa takut kepada Allah, dan takut (mawas diri) akan datangnya hari kiamat

F.   Balasan Bagi Orang yang Bertakwa

Sebagaimana diketahui bahwa takwâ merupakan ekspresi dari semua jenis amal-amal kebajikan. Allah Swt akan memberikan berbagai macam balasan yang berlimpah bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun sebagian ayat-ayat yang membicarakannya adalah sebagai berikut:

1.    Balasan di Dunia Bagi Orang yang Bertakwa

a.    Senantiasa dimudahkan dan diberi pertolongan oleh Allah Swt

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى.  وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى.  فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى . (الليل:5-7)

b.    Terjaga dari gangguan Setan

إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ (201) (الأعراف:201)

c.    Keberkahan langit dan bumi

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (الأعراف:96)

d.   Dianugerahi furqān (kekuatan untuk bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ (الأنفال:29)

e.    Dikeluarkan dari kesempitan dan dihamparkan jalan menuju rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا. (الطلاق:2-3)

f.       Memperoleh derajat wilayah (wali)

وَمَا لَهُمْ أَلَّا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَا كَانُوا أَوْلِيَاءَهُ إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلَّا الْمُتَّقُونَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (الأنفال:34)

g.    Tidak akan tertimpa rasa takut dan gangguan dari orang-orang kafir

إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ (ال عمران:120)

h.    Diterimanya amal dan diampuni dosa

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (الأحزاب:70-71)

i.      Mendapatkan ilmu laduni

وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (البقرة:282)

2.    Balasan di Akhirat Bagi Orang yang Bertakwa[16]

a.    Diselamatkan dari azab Allah pada hari kiamat

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا. ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا. (مريم:71-72)

b.    Orang yang bertakwa sebagai pewaris utama Surga

تِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي نُورِثُ مِنْ عِبَادِنَا مَنْ كَانَ تَقِيًّا (مريم:63)

c.    Kelak (di surga) dianugerahi tempat bertingkat-tingkat

لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ غُرَفٌ مِنْ فَوْقِهَا غُرَفٌ مَبْنِيَّةٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَعْدَ اللَّهِ لَا يُخْلِفُ اللَّهُ الْمِيعَادَ (الزمر:20)

d.   Dihapus segala dosa dan kesalahan

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (المائدة:65)

e.    Pada hari kiamat terbebas dari rasa takut dan kesedihan juga terbebas dari tertimpa azab

وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (الزمر:61)

f.     Surga didekatkan

وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (ق:31)

g.    Dilipat gandakannya pahala dan kebaikan

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (الحديد:28)

G.    Penutup

Jika ditelusuri makna takwâ dalam al-Qur`an, maka ia akan memberikan sebuah kenyataan bahwa takwâ bukan hanya sebuah simbol semata yang bisa diucapkan oleh lisan dan dituliskan oleh tangan, namun takwa dalam wujud aslinya merupakan sebuah pengejawantahan keimanan seseorang yang mengkristal menjadi ekpresi kreatif ego manusia ke dalam bentuk nyata berupa amal shaleh. Al-Qur`an di berbagai tempat -surat dan ayat- memotret beragam bentuk kepribadian yang dimiliki oleh seorang muttaqīn, sehingga kita bisa menyaksikan bagaimana agungnya orang yang memilki karakter tersebut sampai oleh Allah diangkat derajatnya dan dilebihkan keutamaannya di atas makhluk lain di dunia. Selain itu, diberikan juga balasan yang sangat agung dengan disiapkan baginya surga seluas langit dan bumi dengan segala isinya.

Teringat dengan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah, ketika ditanya oleh seorang sahabat tentang bagaimana akhlak Rasulllah Saw. ‘Aisyah menjawab, Kāna khuluquhū al-Qur`ān, akhlaknya adalah al-Qur`an. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kemuliaan dan keagungan akhlak Rasulullah Saw yang oleh Allah Swt saja dipuji secara langsung, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung” (QS. Al-Qalam: 4). Dari sini kiranya sebuah keniscayaan bahwasannya Rasul-lah sebenarnya profil sosok pertama yang dapat menyabet gelar muttaqīn secara paripurna. Namun, tiada mustahil juga bagi siapa saja pengikutnya yang setia dan selalu mengamalkan ajarannya bisa mencontoh perilaku dan mendapatkan gelar yang serupa.

Dari sinilah kiranya manusia harus sadar, bahwa potensi yang diberikan oleh Allah kepadanya berupa akal, hati, perasaan dan penunjang lainnya bisa digunakan dalam rangka pengabdian kepada-Nya. Dengan selalu berusaha agar pengabdian kepada Allah (ketakwaan) setiap saat terus bertambah baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya agar keridaan dan cinta-Nya bisa menaungi kita dari segala bentuk kemarahan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA


Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA