Bagaimana pengaruh Islam dalam kehidupan politik masyarakat Indonesia?

Lihat Foto

Kemdikbud

Masjid Mantingan Jepara.

KOMPAS.com - Sejarah Indonesia baru meliputi perkembangan kehidupan masyarakat, pemerintahan dan budaya pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, perkembangan Islam di Indonesia mulai abad ke-13 yang menunjukkan intensitas tinggi. Pengaruh Islam terlihat dari sistem pemerintahan, perilaku keagamaan dan bukti fisik.

Sistem pemerintahan

Kemunculan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam di Indonesia menunjukkan bukti konkrit pengaruh Islam pada sistem kemasyarakatan, dalam konteks sistem politik dan pemerintahan. Ditunjukkan dengan penggunaan gelar Sultan untuk raja.

Dalam struktur pemerintahan Kraton Demak juga menunjukkan Islam telah memengaruhi pola dan tatanan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia, ditandai adanya jabatan penghulu.

Baca juga: Wali Songo: Penyebar Islam di Tanah Jawa

Perilaku keagamaan

Di masyarakat Sumatera Barat mengakui perlunya norma-norma adat yang tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang ditetapkan Islam. Adanya pepatah "adat bersendi sara, dan sara bersendikan kitabullah" memperkaya norma-norma adat di Sumatera Barat Islam.

Di Jawa memadukan antara upacara adat dengan dakwah Islam, ditunjukkan dengan adanya grebeg Maulud.

Di berbagai tempat di nusantara banyak diadakan upacara adat dengan latar belakang terkait paham-paham tertentu dalam Islam. Misal, kenduri bubur sura, asan-usen tabut, kanji asura, dan lain-lain.

Di bidang keagamaan, tasawuf memiliki pengaruh cukup penting. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tasawuf adalah ajaran untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya.

Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Ritual-ritual keagamaan masyarakat didasarkan atas ajaran tarekat. Tokoh-tokoh tarekat seperti Hamsah Fansuri, Abdur Rauf Singkel, Nuruddin Ar Raniri.

Mereka adalah pengembang tarekat yang punya banyak pengikut di Sumatera dan menjadi rujukan masyarakat dalam menjalankan ritual keagamaan.

Ada tiga fase perkembangan Islam yang dijelaskan dalam tulisan ini. Pertama tetang masuknya Islam ke Indonesia. Pada fase ini Islam sebagai sebuah ide baru di Nusantara mendapatkan tempatnya tidak hanya sebagai agama yang kemudian dianut oleh penduduk asli, tetapi juga mengubah lembaga politik yang semula berbentuk kerajaan bercorak Hindu menjadi bentuk kerajaan yang bercorak Islam. Fase kedua tentang bagaimana Islam bereaksi terhadap kolonialisme yang masuk ke Indonesia. Perlawanan terhadap kolonialisme dilakukan oleh kelompok Islam selama 3,5 abad. Gerakan perlawanan yang semula bersifat sporadis kemudian berkembang menjadi gerakan politik yang lebih modern karena bangkitnya kesadaran dari kelompok terpelajar Islam yang disebut dengan urban Islam (Islam perkotaan). Di tengah kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang menghambat perkembangan dan pelaksanaan syari'at Islam, kelompok Islam bersikap defensif (bertahan) dan bahkan terus berkembang higga Islam tetap sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia. Fase ketiga tentang bagaimana kelompok Islam bersikap pro aktif terhadap persiapan pembentukan negara pasca kemerdekaan. Para tokoh nasionalis islami berusaha untuk menetapkan Islam sebagai asas kehidupan bernegara dan berbangsa setelah pada akhirnya harus berkompromi dengan heterogintas masyarakat Indonesia. Kata Kunci: Islam, Indonesia, politik, sejarah

To read the full-text of this research,
you can request a copy directly from the author.

ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication.

ResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.

Presentation

Full-text available

April 2019

  • Asep Maulana Rohimat

Tahun 2019 sebagai tahun politik memang terasa sekali. Di berbagai penjuru wilayah Indonesia sudah bertebaran spanduk, pamplet, baliho para politisi yang ingin bersaing berebut simpati rakyat. Mereka ada yang berniat menjadi calon legislatif (caleg) DPRD Kabupaten/kota, DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI, dan juga yang paling membahana adalah capres dan cawapres. Jika capres dan cawapres pemilu 2019 ... [Show full abstract] ini hanya dua pasangan calon yang mudah sekali diingat, yaitu Pasangan 01 Ir. H. Joko Widodo-Prof. KH.Ma'ruf Amin dan pasangan 02 Letjen Purnawirawan H. Prabowo Subianto-Dr. H. Sandiaga Salahudin Uno. Sedangkan calon anggota legislatif sangat banyak sekali dan tentu akan sangat susah diingat, baik dalam visi misinya ataupun profil personalnya. Maka sudah sangat penting bagi rakyat Indonesia untuk teliti dalam pelaksanaan pemilu ini, terutama dalam memilih calon anggota legislatif, karena dari sisi kuantitas jumlahnya sangat banyak sekali.dari sisi kualitas tentunya pilihan kita harusnya adalah para caleg yang punya profil positif dan rekam jejak yang bagus. Tentunya kita tidak asal pilih sesuai dengan hati nurani saja, namun harus memakai akal sehat logis, dalam tulisan ini logika tersebut menggunakan pendekatan teori maqashid as-syari'ah, yaitu memilih calon pemimpin /perwakilan kita di parlemen nanti, bisa kita gunakan konsep maqashid as-syari'ah sebagai parameter visi misi dan kebijakan mereka. Konsep maqashidusyariah dipopulerkan oleh As-Syatibi (abad ke 7 H.) sebagai tujuan (maqashid) munculnya norma-norma syariah di muka bumi ini. As-Syatibi merumuskannya dalam lima poin. Pertama, Hifdu ad-Diin yaitu menjaga agama.konsepini merumuskan norma-norma syariah adalah untuk menjaga agama Islam ini supaya bisa tetap bisa berjalan dengan baik dan lancar. Tidak ada gangguan dari pihak lain. Di Indonesia, kebebasan beragama dilindungi oleh konstitusi perundangan. Bahkan menjadi sila pertama dalam Pancasila sebagai dasar negara.Kementerian Agama sebagai kepanjangan pemerintah dalam mengatur kehidupan beragama di republik ini, sangatlah penting untuk dijaga agar tidak lagi menjadi lembaga kementerian yang dicap sebagai sarang koruptor. Kemenag-pasca OTT KPK terhadap Romy dalam kasus dugaan jual beli jabatan-dengan seluruh elemen SDM di dalamnya, harus menunjukan kepada masyarakat bahwa saat ini sudah berubah ke arah yang lebih baik, yaitu bukan lagi sarangnya koruptor. Justru kemenag ini harusnya adalah institusi model integrasi-interkoneksi nilai-nilai agama dan negara yang bisa membawa bangsa ini menjadi sejahtera, adil dan makmur.

View full-text

October 2019 · Journal of Islamic Civilization

Penelitian ini membahas tentang Politik Hijrah Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Sosok yang mewarisi keahlian narasi dari tokoh kebangkitan Islam di Indonesia yakni HOS Cokroaminoto sekaligus pendiri PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) pada periode selanjutnya speninggal HOS Cokroaminoto, Kartosuwiryo muncul dengan melanjutkan perjuangan Islam di Indonesia melalui konsep Politik Hijrah. Pokok ... [Show full abstract] masalah dalam peneitian ini adalah mengenai awal kemunculan politik hijrah, konsep politik hijrah, dan fungsi politik hijrah yang diusung oleh S.M. Kartosuwiryo. Oleh karena itu batasan penelitian ini adalah mengenai politik hijrah Kartosuwiryo yang problematikanya terjadi pada rentang tahun 1931 sampai 1962. Ditulis dengan menggunakan pendekatan ilmu politik, penelitian ini bertujuan menggali informasi seputar kondisi Bangsa Indonesia Menjelang Kemerdekaan, Riwayat dan Perjuangan Kartosuwiryo, dan mengapa politik hijrah ini dilakukan. Dari Penelitian ini setidaknya penulis memperoleh informasi bahwa setidaknya terdapat berbagai kelompok maupun organisasi yang membentuk partai politik, ada semacam persaingan antara kelompok nasionalis dan islamis, maka dari dua kondisi berbeda ini masing-masing membuat kelompoknya masing-masing dengan membentuk partai politiknya masing-masing sesuai arah perjuangan kelompoknya. Dilihat dari metode perjuangannya ada yang kooperatif dengan Hindia Belanda, ada juga yang memilih non kooperatif. Kartosuwiryo memilih jalan non kooperatif melalui ide Politik Hijrahnya dengan memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.

Read more

June 2019 · Al-Ulum

Artikel ini mengelaborasi penerapan hukum Islam di Indonesia yang selalu mengundang polemik. Akar masalahnya ternyata tidak hanya bermuara pada masalah epistemologis, tetapi juga pada masalah sosial politik. Penulis berargumen bahwa hukum Islam yang mendapatkan legitimasi dan justifikasi dalam tata hukum Indonesia harus memenuhi kriteria epistemologis dan sosial politis. Secara epistemologis, ... [Show full abstract] wajar jika tidak ada pandangan tunggal tentang model syariat yang ingin diterapkan. Sedangkan secara sosiologis politis hukum Islam harus lebih mempertimbangkan variabel-variabel sosial, politik dan sejarah yang mempengaruhi pembentukan sistem hukum Islam Indonesia. Fakta yang disebutkan terakhir ini merupakan keharusan mengingat kenyataan penampilan hukum Islam itu sendiri di berbagai negara Islam tidak seragam. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam dataran substantif hukum Islam pada dasarnya merupakan resultant dari interaksi antara para ulama sebagai perumus hukum dengan faktor-faktor sosial politik yang ada di sekitarnya, termasuk konfigurasi politik negara.

Read more

October 2020

Tradisi menulis dikalangan para ulama dimasa silam sangat mengakar dengan berbagai disiplin ilmu dalam Islam, ribuan karya para ulama yang dihasilkan dari tradisi menulis memberikan dorongan yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, perhatian Islam itu sendiri sangat besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dengan memulai ayat pertama yang turun kepada nabi adalah perintah untuk ... [Show full abstract] membaca, dengan perintahan inilah melahirkan tradisi menulis, disamping terdapat pahala yang besar bagi mereka yang mewariskan ilmu pengetahuanya melalui karya tulis, karena dapat diwariskan kepada generasi berikutnya, tujuan pembahasan ini supaya menjadi spirit dalam melestarikan tradisi menulis dikalangan akademik terutama para guru dan dosen sehingga meningkatkan pembaangan intelektualnya, metode yang digunakan dalam pembahasan ini dengan menelaah beberapa literatur yang berkenaan dengan tradisi menulis para ulama mualai dari masa silam hingga sekarang, serta ditarik kesimpulannya dengan beberapa point pembahasannya, kesimpulannya bahwa Pertama, akar doktrin tradisi menulis ulama bersumber pada wahyu pertama yang diurunkan kepada nabi Muhammad-alaihissolatuwassalam- serta termotivasi dengan pahala akan terwarisinya ilmu dengan adanya tulisan, di Indonesia juga memiliki tradisi menulis yang dihasilkan oleh para ulama yang ada di Indonesia, hanya saja terjadi pasang surut dalam hal ini dikarenakan kondisi social politik pada masa penjajahan memberikan pengalihan konsentrasi untuk melalukan perjuangan melawan penjajahan sehingga para ulama sibuk dengan melakukan perjuangan melawan penjajah disamping terdapat factor pendukung seperti kebutuhan umat terhadap penjelasan-penjelasan para ulama melalui tulisannya. Diantara ulama Indonesia yang melakukan tradisi menulis di abad 19-20 diantaranya KH. Hasyim ‘Asyari dan Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA dengan melahirkan berbagai karya tulisnya.

Read more

Article

Full-text available

December 2019

  • Pendidikan Karakter
  • Siti Marlina

Siti Marlina-1503618007 Pendidikan Teknik Bangunan 2018 Dosen : Prof. Nadiroh, M.Pd ABSTRAK Pendidikan karakter, sebuah ide cemerlang untuk menjadikan bangsa Indonesia ini sebagai bangsa yang bermartabat dan mempunyai karakter yang kuat. Pendidikan ini mempunyai Sembilan prinsip yang dikenal dengan Sembilan Pilar Karakter yang meliputi: Cinta Tuhan dan Segenap Ciptaan-Nya; Tanggung jawab, ... [Show full abstract] Kedisiplinan, dan Kemandirian; Kejujuran/ Amanah dan Diplomasi; Hormat dan Santun; Dermawan, Suka Menolong, dan Gotong-royong/ Kerjasama; Percaya Diri, Kreatif, dan Pekerja Keras; Kepemimpinan dan Keadilan; Baik dan Rendah Hati; Toleransi, Kedamaian, dan Kesatuan. Melalui pendidikan karakter ini, maka diharapkan tunas-tunas bangsa Indonesia yang dikemudian hari menjadi pemimpin, bisa menjadikan Indonesia ini adalah sebuah Negara yang penuh dengan perdamaian. Kata kunci : kebhinekaan, pendidikan karakter, generasi muda. PENDAHULUAN Dewasa ini, pergeseran tren kehidupan dalam diri pelajar di Indonesia menjadi sebuah masalah yang sangat penting bagi dunia pendidikan.Berbagai kasus yang melibatkan remaja (sering disebut dengan kenakalan remaja) mulai mengkhawatirkan para orang tua Persoalan ini pada dasarnya menjadi sebuah tanggung jawab utama untuk seluruh bagian dari pihak-pihak dalam sebuah lembaga pendidikan. Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia Indonesia saat ini, khususnya remaja, dihadapkan pada problema kemerosotan moral.Persoalan ini seolah-olah melengkapi persolan yang sebelumnya sudah ada, seperti lemahnya penegakan hukum, korupsi yang semakin merebak, kolusi dan nepotisme.Bahkan etika politik kalangan pejabat pemerintahan dan penyelenggara negara dewasa ini juga sangat mengecewakan rakyat.Ingkar janji hingga tidak mengabaikan suara rakyat sudah lumrah dilakukan oleh pejabat negara,

View full-text

December 2020

  • Alwi Dahlan Ritonga
  • Firman Manan
  • Muradi Muradi

Naiknya gelombang kebangkitan populisme adalah salah satu fenomena politik yang sedang terjadi di seluruh dunia saat. Hal ini ditandai dengan kemunculan tokoh-tokoh dan narasi populistik dalam setiap kontestasi pemilu. Hampir seluruh negara mengalami hantaman gelombang ini dengan berbagai corak tersendiri. Dalam konteks Indonesia, para peneliti mengatakan bahwa populisme yang bangkit di Indonesia ... [Show full abstract] adalah populisme sayap kanan yang membawa narasi agama sebagai semangat perjuangannya. Lebih spesifik, populisme sayap kanan yang dimaksud di Indonesia adalah populisme Islam. Kajian mengenai populisme Islam di Indonesia sangat banyak, akan tetapi hampir tidak ada ahli yang menjadikan mahasiswa sebagai fokus penelitiannya. Padahal, mahasiswa adalah salah satu entitas yang tidak bisa dinafikan perannya dalam melakukan perubahan sosial di Indonesia. Dalam artikel ini, peneliti akan memuat kajian tentang adanya gerakan populisme Islam pada kalangan mahasiswa Islam di Indonesia. Fokus penelitian ini membahas tentang beberapa organisasi kemahasiswaan Islam digerakkan oleh mahasiswa di lingkungan kampus/universitas. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan studi literatur serta teknik analisis data adalah menggunakan teknik analisis deskriptif.

Read more

Article

Full-text available

November 2019 · Jurnal Academia Praja

  • Chatrine Debora
  • Yohanes Sulaiman

Kelompok kepentingan menjadi saluran bagi masyarakat dalam mengekspresikan opini atau pandangannya kepada pemerintah yang dimana partisipasi masyarakat dalam pembuatan kebijakan bisa juga menjadi tekanan dan menimbulkan masalah baru untuk para pembuat kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan yang diputuskan. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini membahas bagaimana kelompok Islam Radikal ... [Show full abstract] berusaha mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia melalui isu Palestina. Selanjutnya akan dibahas menggunakan teori kepemimpinan yang dikemukakan Margareth yang menyatakan bahwa pemimpin menjadi aktor penting dalam pembuatan kebijakan luar negeri dalam interpretasinya yang juga dipengaruhi politik domestik. Teori persuasi elit politik yang dikemukakan Snyder yang menyatakan elit politik menggunakan isu etnis dalam mencapai tujuan politiknya. sebagai kelompok penekan yang digunakan dan saling mendukung dengan partai oposisi pemerintahan Jokowi yakni Gerindra dan PKS yang memiliki kesamaan ide mengenai anti imperialisme dan penjajahan asing berupaya memperbesar pengaruh dengan melakukan mobilisasi massa dalam tujuannya mencapai kursi di pemerintahan dan mempertahakan posisinya dalam masyarakat dengan penyebaran ide dan pemahaman terkait isu Islam. Oleh karena itu, upaya meredam gejolak politik dalam negeri dan mempertahankan kepemimpinan serta kredibilitasnya serta untuk semakin aktif dalam perpolitikan luar negerinya, Jokowi berusaha memberikan apa yang diinginkan oleh masyarakat yang memperjuangkan ide-ide tersebut dengan ikut fokus dalam perjuangan kemerdekaan Palestina dan menekan kelompok oposisi yang berusaha menurunkan kepemimpinan dalam pemerintahannya bahwa pihak yang memiliki kedudukan dan pengakuan dalam pemerintahan.

View full-text

September 2018

Polemik pendidikan agama dan keagamaan di Indonesia mengalami perdebatan yang panjang. Perdebatan terkait hal tersebut pada awal kemerdekaan lebih mengarah pada perdebatan perlu tidaknya pelajaran agama masuk dalam ranah sekolah umum. Namun, belakangan, melalui UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989, masyarakat politik Indonesia bersepakat bahwa pendidikan agama adalah sesuatu yang urgen dan ... [Show full abstract] perlu untuk masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah negara. Akan tetapi saat itu, belum ada kesatuan sikap terkait pendidikan keagamaan. Pengakuan-pengakuan terhadap pendidikan keagaman baru pada sebatas kementerian dan tidak masuk dalam undang-undang. Pada masa reformasi, perdebatan tak lagi pada perlunya pendidikan agama di sekolah umum tapi lebih pada upaya pengakuan terhadap lembaga pendidikan-pendidikan keagamaan yang ada selama ini. Naiknya, para politikus Muslim yang berangkat dari moral agama Islam disebut-sebut menjadi faktor atas perubahan kecenderungan ini. Artikel ini menyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan Islam mendapat tempat bersamaan dengan makin naiknya Islam politik di negeri ini di era reformasi. Artikel ini ditulis dengan menggunakan kajian literatur atas regulasi terhadap pendidikan agama dan keagamaan Islam di Indonesia.

Read more

Article

Full-text available

October 2014 · ISLAMUNA Jurnal Studi Islam

Hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban umat manusia. Hubungan antara keduanya telah melahirkan kemajuan besar dan menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara ber-tahta di atas agama pra abad pertengahan, ketika negara di bawah agama di abad pertengahan atau ketika negara terpisah dari agama setelah abad pertengahan, atau di abad modern ... [Show full abstract] sekarang ini. Secara garis besar para sosiolog teoretisi politik Islam me-rumuskan teori-teori tentang hubungan agama dan negara serta membedakannya menjadi tiga paradigma yaitu paradigma integralistik, paradigma simbiotik, dan paradigma sekularistik. Pada era kontemporer, pandangan para pemikir politik Islam mengenai pemerintahan, paling tidak mengerucut ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok konservatif yang menolak sistem politik barat, kelompok modernis yang menerima secara selektif atau dengan penyesuaian tertentu, dan kelompok sekuler yang menerima dengan sepenuhnya.

View full-text

Article

Full-text available

June 2019 · JURNAL PENELITIAN

Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk selamat di dunia dan akhirat, yaitu sebagai manusia yang bertaqwa terhadap Tuhannya, beradab, dan manusiawi, yang berbeda dari cara-cara hidup hewan atau makhuluk lainnya. Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian dan inti dari ... [Show full abstract] sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol tindakan para anggota masyarakat tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan, pranata sosial masyarakat yang bersangkutan, maka nilai pranata sosial itu terwujud sebagai simbol suci dan maknanya bersumber pada ajaran-ajaran agamanya yang menjadi kerangka acuannya. Di sebuah negara yang pluralis dalam kehidupan agama seperti Indonesia ini, pemerintah tidak bisa tinggal diam, ikut sertanya pemerintah dalam urusan agama didukung oleh tiga macam motif. Pertama, motif historis, bahwa menurut sejarah, bangsa Indonesia dari zaman ke zaman urusan hidup beragama menjadi urusan pemerintah pusat. Kedua, ikut sertanya pemerintah dalam urusan agama dalam bentuk lembaga kenegaraan dimaksud juga untuk memenuhi keingginan golongan Islam yang merupakan mayoritas dan menurut keyakinan golongan ini agama tidak bisa dipisahkan dari negara. Ketiga, motif politik, pemerintah mempunyai jaminan yng kuat bahwa dengan ikut sertanya dalam masalah ini akan dapat diciptakan kerukunan dan keamanan nasional yang merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan pembangunan bangsa dan negara.

View full-text

January 2019

p>Fatwa memegang peranan kunci di Indonesia. Mayoritas umat Islam membutuhkan jawaban hukum yang solutif dan kontekstual. Majlis Ulama Indonesia (MUI) lewat Komisi Fatwa selama ini sudah membimbing umat lewat fatwa-fatwa hukum dalam semua bidang, baik akidah, ekonomi, politik, dan sosial. Fatwa MUI menjadi rujukan umat lintas sektoral yang ada di berbagai organsiasi masyarakat (ormas) di ... [Show full abstract] Indonesia. Metode fatwa MUI berpijak pada empat hal. Pertama, meninjau pendapat para imam madzhab dalam masalah yang dikaji secara serius berikut dalil-dalilnya. Kedua, masalah-masalah yang jelas hukumnya (qath’iyyat) ditetapkan apa adanya. Ketiga, dalam masalah yang diperselisihkan ulama madzhab, diselesaikan dengan dua cara, yaitu: menemukan titik temu dengan metode al-jam’u wa at-taufiq, dan menggunakan tarjih (memilih pendapat yang paling kuat argumentasinya) melalui metode perbandingan madzhab dengan menggunakan kaidah ushul fiqh perbandingan. Keempat, masalah yang tidak ditemukan hukumnya dalam madzhab ditetapkan dengan ijtihad jama’i (kolektif) dengan metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sad adz-dzari’ah. Kelima, fatwa harus selalu memperhatikan kemaslahatan umum dan tujuan syariat Islam (maqasidus syariah). Melihat metode penetapan hukum MUI di atas, maka MUI sudah menerapkan talfiq manhaji, yaitu: menggabungkan metode penetapan hukum para imam madzhab untuk menghasilkan hukum yang kontekstual dan solutif. Produk fatwa MUI yang berkaitan dengan ekonomi syariah misalnya dilengkapi dengan al-Qur’an, hadis, ijma’, qiyas, kaidah fiqh, dan pendapat para ulama lintas madzhab. Semua dasar itu berorientasi kepada kemaslahatan umum dan tujuan syariat Islam. Talfiq manhaji yang dikembangkan Komisi Fatwa MUI ini merupakan terobosan paradigmatik yang bisa digunakan untuk merespons problematika kontemporer yang membutuhkan jawaban yang cepat, tepat, dan akurat yang bisa dipertanggungjawabkan secara normatif dan sosial sekaligus. Tidak ada fanatisme madzhab dan absolutisme pemikiran. Inklusivitas dan obyektivitas yang dikedepankan untuk memajukan umat di berbagai aspek kehidupan.</p

Read more

Article

Full-text available

December 2021

  • Agus Junaidi
  • Dosen Pengampuh
  • Ma H Kamsi

Abstrak Konstitusi adalah aturan dasar pada sebeuah negara, dimana di Indonesia dinamakan Undang-Undang Dasar (UUD) yang mana awalmula UUD 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia masih tergolong pada tahap yang belum mapan, proses pembentukan hukum atau konstitusi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kekuatan politik yang ada. hukum ... [Show full abstract] yang lahir dari negara demokratis juga sangat dipengaruhi oleh kekuatan dan pendapat rakyat melalui prosedur demokrasi itu sendiri. Dalam penulisan ini penulis mengangkat rumusan masalah dalam ialah; 1). Mengapa sidang pengesahan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 ? dan 2). Bagaimana relasi perdebatan Agama dan Negara dalam sidang pengesahan UUD 1945 ? Para the founding fathers Indonesia melakukan perdebatan yang sengit antara agama dengan negara.Salah satu poin yang menjadi perdebatan yaitu, pada Pasal 6 Ayat 1 tentang calon Presiden dan Wakil Presiden beragama Islam. Dilanjutkan dengan revisi Pasal 29 Ayat 1 tentang agama yang sebelumnya berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya". Lalu dikarenakan dalam UUD 1945 menegaskan kembali rumusan sila pertama Pancasila sebagaimana tertulis dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut dalam Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa." Kemudian juga dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar" dan ayat (3) yang menyatakan "Negara Indonesia adalah negara hukum" ditegaskan kembali bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasar atas hukum atau konstitusi dan sekaligus sebagai negara hukum.Dengan adanya keyakinan mutlak akan Kemahakuasaan Tuhan, maka setiap manusia dipandang setara antara satu sama lain. Dengan demikian, bahwa yang berdaulat dalam kegiatan bernegara adalah rakyat, bukan penguasa. Kata Kunci: Konstitusi, UUD 1945, Perdebatan Agama dan Negara.

View full-text

Last Updated: 03 Dec 2021

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA