Bagaimana cara memilih tokoh dalam sebuah cerita agar cerita tersebut dapat menarik dan menyenangkan?

Kamu ingin menjalani profesi sebagai penulis? Atau menulis dijadikan sebagai hobi saja, sekedar untuk melepaskan penat dan stress di kepala. Sah-sah saja, asalkan menulis dilakukan dari hati. Bukan karena paksaan. Karena apapun yang dipaksakan, hasilnya tidak akan bagus.

Jika dulu banyak orang yang menyepelekan kegiatan menulis, maka sekarang tidak lagi. Menulis banyak dilirik sebagian besar orang. Baik itu dijadikan sebagai hobi saja, atau dijadikan sebagai profesi. Yah, profesi sebagai penulis kini menjanjikan masa depan cemerlang loh.

Tengok saja penulis novel atau penulis skenario. Pundi-pundi uang datang sendiri hanya dengan mengandalkan kepiawaian kita merangkai kata-kata.

Menulis Tidak Sama Dengan Merangkai Kata

Pernah tidak terpikir olehmu bahwa menulis itu adalah merangkaikan huruf menjadi kata. Lalu kata menjadi kalimat dan akhirnya kumpulan kalimat menjadi paragraf. Itu pelajaran yang saya terima saat sekolah dasar dulu. Belajar membuat cerita saat liburan sekolah.

Namanya juga masih belajar. Tidak tahu apa yang akan ditulis awalnya. Jadi apa yang terlintas di pikiran ditulis saja. Tidak runtut. Tidak urut. Asal nulis, yang penting ada kalimat yang bisa dibaca di sana.  Lalu apakah itu bisa disebut sebagai tulisan?

Guru SD mungkin memberi nilai 8, karena anak SD sudah berhasil membuat kalimat dengan baik dan benar. Tidak typo, tidak salah tanda baca dan aturan kepenulisan lainnya. Masalahnya ada tidak cerita yang mengalir dalam tulisan itu.

Jika ada kisah yang berhasil ditulis, berarti tulisan itu layak disebut sebagai cerita. Tapi kalau tidak ya tulisan saja. Anggap sebagai tugas bahasa Indonesia yang sudah terselesaikan dengan baik.

Misal nih ya, Rani dan Riko menceritakan kegiatannya saat liburan sekolah. Diajak mama papa pergi ke rumah kakek nenek di desa. Di sana mereka bermain kelereng, main ke kebun dan diajak ke sawah. Makan di tengah sawah sambil menunggu orang-orangan sawah. Riko ingin memakai baju orang-orangan sawah itu. Tapi dilarang kakek. Katanya itu dari karung beras. Bisa gatal-gatal kalau dipakai.

Riko merajuk, kakek menghiburnya dengan membuatkan layangan. Riko senang karena bisa bermain layangan di sekitar sawah bersama kakek dan Rani, kakaknya.

Ada cerita kan di sana. Nah, itulah yang dinamakan tulisan. Ada kisah yang mengalir di dalamnya. Bukan sekadar kata-kata yang disejajarkan.

Satu hal yang perlu saya tekankan di sini. Menulis yang baik bukan sekedar merangkai kata-kata. Seperti menulis naskah novel atau skenario. Karena ada kisah di balik rangkaian kata itu. Sehingga barisan huruf yang diketik tidak hanya menjadi kalimat atau paragraf. Tapi juga alunan cerita yang mampu menggugah emosi pembacanya. Itulah tugas utama penulis. Yaitu membuat rangkaian cerita yang bisa menggugah emosi pembacanya.

Penulis membuat rangkaian kejadian dengan bahasa yang enak dibaca. Tulisan yang sudah bisa menggambarkan rangkaian kejadian atau gagasan sebuah wacana, bisa dikatakan sebagai sebuah karya tulis. Karya tulis inilah yang dikategorikan dalam berbagai bentuk. Bisa berita, cerita pendek, cerita bersambung, novelet, novel, bahkan naskah skenario.

Bagaimana Caranya Memulai Menulis ?

Saya punya sedikit pengalaman soal ini. Pengalaman yang mungkin juga dialami sebagian besar orang yang baru pertama kali belajar menulis.

Orang yang sudah punya karya terlebih dulu, misalnya novel, kebanyakan memberikan saran untuk langsung menulis. Namun ketika saya menerapkan arahan itu, saya dihadapkan pada labirin yang membuat saya semakin bingung.

Pertanyaan seperti saya mau menulis apa, kalimat apa yang pertama kali harus saya tulis dan semacamnya langsung berloncatan di kepala saya. Sadarlah saya, kalau memulai menulis itu ternyata tidak mudah. Tidak semudah perintah langsung menulis saja. Menulis apa saja. Karena kita memerlukan adanya pemetaan yang jelas.

Dari pengalaman saya itulah, akhirnya saya bisa merumuskan hal apa saja yang harus dilakukan oleh penulis pemula untuk memulai menulis. Ini dia :

Fokus Pada Jenis Karya Tulis

Jika penulis lain menyebutkan langkah awal menulis yaitu langsung menulis saja. Maka saya akan menganjurkan untuk memilah dulu jenis karya apa yang ingin kita tulis. Jangan langsung menulis. Ibarat kata kita mau bepergian kemana, maka jangan langsung pergi. Kalau kita tidak tahu jalan, yang ada kita malah nyasar. Benar kan?

Maka dari itu, sebelum pergi perlu kita petakan dulu kita mau pergi kemana. Transportasinya apa menuju ke tempat tujuan kita, mau berapa lama kita di sana, bekal apa saja yang perlu kita bawa dan keperluan lainnya. Setelah kita tahu dengan jelas detail yang kita perlukan, barulah kita bisa berangkat dengan perencanaan yang sudah matang. Kalau toh di perjalanan nanti, kita mendapatkan hambatan. Kita sudah bisa mengatasinya dengan prediksi awal yang kita buat. Jadi kita tidak asal berangkat begitu saja.

Menulis juga seperti itu. Jika kita mau menulis, langkah awal yang kita lakukan adalah tentukan dulu jenis tulisan yang akan kita buat.

Saya kurang setuju dengan himbauan langsung menulis. Karena kita akan tersesat di tengah jalan. Hal ini juga yang menjadi penyebab banyak penulis novel pemula, yang tidak bisa merampungkan ceritanya. Karena terjebak dalam tikungan jalan cerita yang makin melebar. Jadi kita perlu fokuskan dulu jenis tulisan seperti apa yang ingin kita tulis. Mau menulis berita, cerita pendek, novel atau naskah skenario. Hal ini penting karena masing-masing jenis karya tulis itu punya ciri khas dan gaya tulisan yang berbeda.

BACA JUGA: YUMMY APP INSPIRASI MEMASAK YANG WAJIB DICOBA

Menulis berita jelas berbeda dengan menulis novel. Jika berita membutuhkan riset berisi data pasti dan akurat, maka menulis novel lebih membutuhkan imajinasi liar penulisnya. Narasi pada penulis berita menggunakan bahasa yang tegas dan sesuai EYD. Bahasanya pun bisa terbilang formal. Berbeda dengan penulis novel yang lebih mengedepankan keindahan diksi dalam kata-katanya. Bukan berarti novelis tidak membutuhkan riset. Survey tempat dan kejadian tetap diperlukan novelis untuk memperkaya cerita yang akan dibuatnya. Hanya saja bahasa yang digunakan lebih bebas daripada penulis berita.

Penulis naskah skenario berbeda lagi. Karena format skenarionya saja sudah berbeda dari format novel. Ada kepala scene, narasi, dialog, bahasa kamera yang tentu tidak digunakan dalam penulisan novel ataupun karya fiksi lainnya. Ilmu menulis skenario juga lebih banyak daripada karya fiksi lainnya. Karena naskah skenario melibatkan banyak unsur. Akan saya bicarakan tersendiri tentang naskah skenario.

Buat Cerita. Bukan Merangkai Kata

Inilah kesulitan yang sering dibuat oleh sebagian besar penulis pemula. Ketika disuruh untuk menulis, mereka cenderung untuk merangkai kata demi kata menjadi paragraf. Tapi tidak ada kejadian di dalamnya. Meskipun penulis pemula sudah berkata kalau mereka sudah berusaha untuk membuat cerita, namun tetap saja pembaca tidak menemukan cerita yang bisa ditangkap. Hal ini juga yang saya alami ketika saya pertama kali belajar menulis dulu. Tidak ada cerita yang terkandung dalam kalimat saya. Sehingga membuat pembaca bosan membacanya. Inilah kesalahan fatal yang dilakukan sebagian besar penulis pemula.

Perhatikan contoh berikut.

Hari berganti dengan cepat. Kanisi berharap suasana hatinya yang amburadul kemarin di perpustakaan tidak terjadi lagi hari ini. Minggu adalah Kanisi time. Benar-benar sepenuhnya hari milik Kanisi tanpa membawa tugas kantor. Setelah menjalani rutinitas wajib selama seminggu bekerja apalagi yang ia lakukan kalau bukan ke toko buku gramedia. –NEBULA BAB 2-

Pada paragraf di atas, ada cerita yang ditulis penulisnya. Yaitu tentang satu hari yang dilalui oleh tokoh KANISI. Jadi pembaca mengetahui tentang apa yang dilakukan oleh tokoh KANISI lewat narasi penulisnya. Tulisan di atas tidak akan enak dibaca, jika hanya sekedar merangkai kata tanpa ada cerita yang mengalir di dalamnya.

Maka dari itu, hal yang dibutuhkan adalah kemampuan mendeskripsikan kalimat. Jadi setelah menentukan mau menulis jenis karya apa, hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah belajar mendeskripsikan sesuatu dengan jelas. Misal ada kejadian apa yang ada di sekitar kita. Ibu yang sedang memasak di dapur, kemudian kompornya meledak. Atau adik yang menggambar orang menangis karena ternyata sedang rindu dengan mamanya. Tulis tentang keadaan adik, kertas yang dipakainya menggambar, ekspresi wajahnya. Maka akan ada cerita yang dialirkan dalam tulisan itu. Bukan sekedar kata-kata kosong.

Ceritakan Kejadian, Bukan Sekadar Cerita Kosong

Sebuah cerita akan membekas di hati pembaca, jika ada rangkaian kejadian yang berhasil ditulis dengan jelas. Seolah-olah pembacanya bisa merasakan sendiri apa yang dirasakan oleh penulisnya. Itulah inti dari poin ini.

Perhatikan contoh ini.

“Alia menutup laptopnya dan memicingkan mata tajam pada Irwan. Tanda kalau Alia sedang marah. Alia memang begitu, gadis yang tak banyak omong. Kalau kesal atau marah bisa dilihat dari tatapan matanya saja. Alia bisa dibilang pecinta film horror. Alia suka sekali menyeting kamarnya agar memiliki suasana horror saat menonton film.”

Pada paragraf di atas, rangkaian kejadian hanya terdapat pada kalimat pertama. Dimana ALIA menutup laptopnya dan memicingkan mata tajam pada IRWAN. Sementara kalimat selanjutnya adalah penjelasan tentang sifat tokoh ALIA. Penjelasan tersebut seharusnya tidak diceritakan gamblang seperti itu. Karena hanya akan membuat pembaca cepat bosan. Cerita juga tidak mengandung kejutan lagi karena sudah dijelaskan dalam narasi.

Kesalahan seperti ini sering ditulis oleh penulis pemula. Banyak yang ingin segera menceritakan tentang karakter tokoh yang dibuat. Tapi penyampaian tentang karakter ini dijelaskan terlalu gamblang. Padahal untuk membuat cerita yang penuh kejutan dan menahan pembaca untuk terus membaca tulisan kita, diperlukan “SIASAT” menulis agar pembaca tetap terpaku pada tulisan kita. Caranya yaitu dengan menjabarkan karakter tokoh lewat kejadian dan tingkah lakunya. Ceritakan kejadiannya, bukan sekedar cerita tentang tokohnya.

Perhatikan paragraf berikut :

Gia mencorat-coret kertas yang sudah ditandainya dengan stabilo hijau pupus. Menandainya lagi dan menambahkan kata-kata di ujung kertas dengan bantuan garis melengkung panjang dari kata yang digarisbawahi. Matanya fokus ke kertas di depannya sampai-sampai suara gertakan Nandu di sebelahnya tak terdengar. Baru setelah tangan Nandu merebut bolpoint dari tangan Gia, gadis itu menolehkan wajahnya dengan kesal. Terlebih setelah melihat siapa yang sudah membuyarkan konsentrasinya yang sudah susah payah dia bangun selama satu jam terakhir. – DLS PROJECT, DRAFT NOVEL BY WAHYUINDAH –

Dari kalimat di atas, pembaca seolah-olah bisa melihat sendiri rangkaian kejadian yang dilakukan oleh GIA. Sehingga pembaca ikut terbawa emosi ketika GIA diganggu oleh NANDU. Dari paragraf di atas, pembaca juga bisa menyimpulkan bahwa karakter GIA adalah serius, rajin dan pekerja keras. Jadi penulis tidak perlu menulis kata-kata kalau GIA itu tipe orang yang serius, rajin dan pekerja keras.

Biarkan pembaca yang menyimpulkan sendiri. Tugas penulis adalah menjabarkan kebiasan tokoh dengan detail, sehingga pembaca dapat menceritakan sendiri bagaimana karakter tokohnya.

Ini juga menjadi kesalahan lain yang sering dilakukan penulis pemula. Banyak penulis yang menulis kalau tokohnya cantik, pintar, kaya. Pembaca jelas bingung menentukan bagaimana cantik itu, pintar atau kaya.

Berbeda jika penulis menuliskan kalau tokoh perempuannya punya hidung yang mancung, mata bulat dengan bulu mata lentik, kulit putih bersih tanpa noda dan rambut hitam khas orang ASIA. Dengan deskripsi seperti itu, pembaca akan lebih bisa membayangkan sosok tokoh dalam cerita. Pembaca juga akan menyimpulkan kalau tokoh itu sangatlah cantik. Begitu juga dengan karakter pintar.

Penulis bisa menuliskan kalau di kamar si tokoh terpajang beberapa piagam penghargaan olimpiade sains tingkat nasional. Juga lemari kaca berisi penuh piala lomba cerdas cermat. Pembaca akan menyimpulkan sendiri kalau si tokoh pastilah orang yang pintar. Nah, sekarang coba deskripsikan bagaimana tokoh dikatakan “kaya”.

Pertajam Konflik

Cerita yang bagus dan menarik pembaca adalah cerita yang memiliki konflik tinggi. Hal ini berlaku bagi semua jenis karya tulis. Baik itu berita, cerita pendek, novel ataupun skenario. Kalau diwujudkan dalam bentuk grafik, maka alur grafiknya adalah semakin naik tajam hingga puncak. Lalu turun lagi dan kemudian naik kembali. Naik turunnya konflik inilah yang membuat emosi pembacanya akan diadu. Sehingga cerita akan menjadi menarik.

Bagi penulis pemula, mungkin kesulitan menemukan konflik dalam ceritanya. Hal ini wajar karena pengenalan konflik membutuhkan banyak riset dan kepekaan penulisnya. Tapi dengan sering berlatih mendeskripsikan kejadian dan membangun cerita, maka konflik itu akan ketemu dengan sendirinya. Bahkan konflik inilah yang sebenarnya dicari terlebih dulu untuk menemukan sebuah ide cerita.

Misal penulis ingin bercerita tentang laki-laki yang mencintai perempuan dengan sangat tulus. Tapi perempuan itu tak pernah mau membalas cintanya. Bahkan sangat membencinya. Konflik terjadi ketika laki-laki itu tidak pernah membalas kebencian perempuan yang dicintainya. Bahkan laki-laki itu terus memujanya sampai akhir hayat.

Konflik bertambah ketika laki-laki itu juga menyanyangi anak dari perempuan yang dicintainya. Padahal anak itu hasil dari hubungan gelap perempuan itu dengan laki-laki lain. Cinta laki-laki itu kepada anak haram itu sangat besar, laki-laki itu mencintai anak haram itu seperti anak kandungnya sendiri. sementara ibu kandugnya sendiri membuangnya karena anak itu anak haram.

Konflik yang terjadi dalam cerita di atas melahirkan novel berjudul “AYAH” karya ANDREA HIRATA. Laki-laki dalam konflik tersebut diperankan oleh tokoh SABARI yang sangat memuja MARLENA. Sementara anak haramnya diberi nama ZORO. Novel “AYAH” berputar pada cerita tiga tokoh tersebut. Namun penulisnya berhasil mengolah konflik di dalamnya naik turun. Sehingga pembaca ikut merasakan emosi di dalamnya.

Penulis pemula juga bisa membuat rangkaian konflik terlebih dulu sebelum menentukan cerita. Dalam sebuah karya, rangkaian konflik ini bisa ditemukan dalam premis. Yaitu ide dasar. Tapi ini tidak menjadi patokan awal. Bisa jadi penulis menemukan ide dasarnya dulu, baru mengembangkannya menjadi rangkaian konflik. Atau bisa juga konflik dulu diutarakan, baru muncul ide dasarnya. Berlatihnya membuat konflik untuk menemukan ide dalam bercerita. Setelah menemukan ide, baru belajar mengembangkannya menjadi sebuah sinopsis.

BACA JUGA : 5 CARA MEMBUAT KONFLIK YANG MENARIK DALAM CERITA

Buat Kejutan Dalam Cerita

Kejutan dalam sebuah cerita dapat berupa gimmick, twist, atau suspense.

Gimmick

Gimmick merupakan kejadian yang menimbulkan emosi pada pembaca atau tokohnya. Gimmick inilah yang memunculkan konflik dan membangun cerita menjadi lebih hidup.

Misal, pada naskah novel NEBULA, bab 1. Diceritakan tentang rutinitas Kanisi di perpustakaan kota Malang. Gimmick yang dimunculkan penulis adalah kedatangan Liam yang tak sengaja bertemu dengan Kanisi. Juga pertemuan tak sengaja Kanisi dengan Tefan. Tokoh pria yang nantinya akan menjalin hubungan serius dengan Kanisi. Kejutan inilah yang membuat konflik terbangun sejak awal bab.

Twist

TWIST adalah kejutan lain yang membangun rasa penasaran pembaca.

Pada naskah skenario pintu berkah, ditulis adegan tentang tokoh antagonis yang iri dengan keberhasilan tokoh protagonis. Kamera merekam kemarahan yang tergambar jelas pada wajah si tokoh. Tangannya terkepal dengan kuat. Seakan dendam membara di hatinya. Penonton pastinya akan penasaran tentang apa yang akan dilakukan si tokoh tersebut kepada si protagonis.

Penulis pemula kadang sering melewatkan poin penting ini. Karena kejutan inilah yang membuat cerita tetap ditunggu oleh pembacanya. Berlatihnya membuat twist yang membuat pembaca penasaran dengan ceritamu.

Misal, ketika kamu ingin membuat cerita tentang sepasang kekasih yang kasmaran, jangan dibuat happy ending. Tapi buat kejutan yang tak diduga oleh pembaca. Misalnya laki-lakinya tiba-tiba tertabrak dan meningal di tempat. Kejutan lain, ternyata si perempuannya sedang dalam keadaan hamil. Pasti bingung dong. Karena mereka belum menikah secara sah.

Kejutan ini tentu akan membangun konflik baru. Tentunya dari konflik baru inilah, cerita kamu akan lebih hidup dan menarik. Pembaca pasti akan penasaran dengan apa yang akan terjadi dengan tokoh dalam ceritamu.

Suspense

SUSPENSE adalah ketegangan yang membuat konflik terasa semakin tinggi. Kebanyakan suspense digambarkan dengan adegan horor. Tapi sebenarnya suspense tidak selalu horor. Kejadian marah maupun sedih juga bisa ditulis dengan sangat tegang sekaligus dramatik. Sehingga pembaca ikut merasakan ketegangan yang ditulis penulisnya.

Penulis pemula wajib berlatih menulis kejadian tegang yang ada di sekitarnya, jika ingin membuat cerita yang lebih hidup. Mulailah dengan menulis kejadian di sekitar kita.

Misal ketika kita asyik menonton tv, tiba-tiba hujan turun dengan deras. Lampu mendadak mati dan petir menyambar. Tokoh kaget bukan main dan teriak ketakutan. Mengingat film yang disaksikan di televisi adalah film horor. Lalu muncul sosok dalam gelap dengan rambut panjangnya. Tokoh mengira itu hantu. Padahal sosok itu adalah ibunya yang sedang membawakan lilin untuk menerangi rumah mereka yang mendadak gelap.

Nah, bagaimana? Sudah merasakan tegang. Bagaimana dengan penggambaran rumah yang mendadak didatangi maling. Coba tulis keteganganya.

Konsisten Berlatih Menulis

Menulis sebuah karya tidak harus langsung dari hal-hal yang besar. Mulailah berlatih menulis tentang hal-hal kecil di sekitar kita. Komitmen pada diri sendiri untuk terus menulis dan mengembangkan ilmu. Dari komitmen itu, akan muncul konsistensi kita sehingga tulisan kita semakin berkembang.

Mulailah dengan poin-poin yang saya jabarkan di atas. Maka tulisanmu tidak akan menjadi sekedar tulisan kosong. Tapi ada poin tersendiri yang didapatnya.

Jika masih bingung, cobalah membuat ploting. Yaitu urutan poin yang ingin kamu tulis untuk ceritamu. Semua penulis melakukannya. Tidak terpaku pada satu jenis karya tulis saja. Cerpenis, novelis bahkan penulis skenario sangat membutuhkan ploting. Agar cerita tidak lari kemana-mana.

Isi ploting mencakup ide dasar, konflik yang akan dimunculkan, kejutan yang akan dibuat, konklusi atau penyelesaian masalah dan ending cerita. Semakin banyak konflik dan kejutan yang akan dibuat, semakin menarik cerita kamu.

Tapi ingat, penulisan narasi juga penting. Karena pemilihan gaya bahasa menentukan menarik atau tidaknya tulisanmu. Jangan khawatir kalau masih pemula, karena gaya menulis penulis berbeda-beda. Semakin sering kita menulis, kita akan menemukan sendiri gaya bercerita kita. Itu soal waktu dan jam terbang. Jadi bisa diasah dengan banyak membaca dan berlatih.

Kesimpulan

Sudah tahu bagaimana cara memulai menulis? Mudah kan. Tentunya jangan langsung menulis ya. Pikirkan dulu apa yang akan kamu tulis. Buat rencananya, perbanyak riset dan baru menulis.

Ingat. Menulis itu ending. Bukan mukadimah. Kita butuh banyak kosakata dan pembendaharaan pengetahuan untuk dituangkan dalam sebuah tulisan. Karena bagaimanapun juga, tulisan itu adalah karya. Jadi kita harus membuatnya benar-benar berharga. Jangan asal menulis atau menulis sesuatu yang kurang berharga. Tulislah sesuatu yang membuat pembacamu sangat terkesan dan menantikan tulisanmu yang lainnya.

Semangat and keep writing ya.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA