Bagaimana adab mengucapkan salam ketika bertemu dengan teman

“Dari Abu Hurairah berkata, Nabi SAW bersabda: hak muslim atas sesama muslim ada enam. Maka ditanyakan kepada Beliau: Apa itu wahai Rasulullah? Maka Beliau menjawab: Jika kamu bertemu dengannya hendaknya memberi salam, jika ia mengundangmu maka penuhilah, jika ia meminta nasihat maka nasihatilah, jika ia bersin lalu mengucapkan ‘Alhamdulillah’ maka do’akanlah, jika ia sakit maka jenguklah dan jika ia meninggal maka iringilah jenazahnya”.[1]

Memberi salam termasuk salah satu amalan terbaik. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

“Dari Abdullah bin ‘Amru bahwa ada seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW: Islam manakah yang paling baik? Nabi SAW menjawab: Kamu memberi makan dan memberi salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal”.[2]

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda: “Sebarkan salam di antara kalian, niscaya kalian saling mencintai”.[3]

Tata-cara Memberi Salam

1. Salam kepada sesama muslim

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَطُولُهُ سِتُّونَ ذِرَاعًا ثُمَّ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلَى أُولَئِكَ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فَاسْتَمِعْ مَا يُحَيُّونَكَ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ ذُرِّيَّتِكَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ فَقَالُوا السَّلَامُ عَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَزَادُوهُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ فَكُلُّ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ آدَمَ فَلَمْ يَزَلْ الْخَلْقُ يَنْقُصُ حَتَّى الْآنَ

“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW bersabda: Dahulu Allah mencipta Adam a.s. yang tingginya enam puluh hasta (tangan kalian) kemudian berfirman: Pergilah kamu dan berilah salam kepada mereka para malaikat dan dengarkanlah bagaimana mereka menjawab salam penghormatan kepadamu dan juga salam penghormatan dari anak keturunanmu. Maka Adam menyampaikan salam: “as-Salaamu ‘alaikum” (salam sejahtera untuk kalian). Mereka menjawab: “as-salaamu ‘alaika wa rahmatullah” (salam sejahtera dan rahmat Allah buat kamu). Mereka menambahkan kalimat “wa rahmatullah”. Nanti setiap orang yang masuk surga bentuknya seperti Adam ‘alaihissalam dan manusia terus saja berkurang (tingginya) sampai sekarang”.[4]

Ucapan salam yang lengkap adalah:

ألَسلامُ عليكم ورحمةُ الله وبركاتُهُ

(Semoga keselamatan tetap atas kamu sekalian, demikian pula rahmat Allah dan barakah-Nya).

Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan mengucapkan: “Assalamu’alaikum”, Nabi bersabda: “sepuluh”. Lalu datang laki-laki lain dan mengucapkan: “Assalamu’alaikum Warahmatullah”, Nabi bersabda: “dua puluh”. Dan datanglah laki-laki yang ketiga dan mengucapkan: “Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh”, Nabi bersabda: “tiga puluh”.[5]

2. Salam kepada penghuni kubur

Salam kepada penguni kubur adalah dengan ucapan sebagai berikut:

سَلَامٌ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ

“Keselamatan atas kalian semua wahai kaum muslimin, dan sungguh insyaallah kami akan menyusul kalian.”

Lafal tersebut seperti yang dicontohkan Rasulullah dalam hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَقْبَرَةِ فَسَلَّمَ عَلَى أَهْلِهَا قَالَ سَلَامٌ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ

“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW keluar menuju areal pekuburan, lalu Beliau memberi salam kepada para penghuninya seraya bersabda: Keselamatan atas kalian semua wahai kaum muslimin, dan sungguh insyaallah kami akan menyusul kalian”.[6]

3. Salam kepada ahli kitab

Rasulullah SAW melarang kita mendahului ahli kitab dengan salam. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ

“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kalian mendahului orang-orang Yahudi dan Nasrani memberi salam. Apabila kalian berpapasan dengan salah seorang di antara mereka di jalan, maka desaklah dia ke jalan yang paling sempit.”[7]

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِي وَالْمَاشِي عَلَى الْقَاعِدِ وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ وَزَادَ ابْنُ الْمُثَنَّى فِي حَدِيثِهِ وَيُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ

“Dari al-Hasan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, Beliau bersabda: hendaknya yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan, yang berjalan memberi salam kepada yang duduk, kelompok yang sedikit memberi salam kepada yang banyak. Ibnu Mutsanna menambahkan dalam haditsnya: hendaknya yang kecil memberi salam kepada yang besar.”[8]

Berdasarkan hadits Nabi SAW riwayat Tirmidzi tersebut, maka orang yang seharusnya memberi salam terlebih dahulu adalah:

1. Orang berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki

Orang yang berkendaraan diutamakan mendahului mengucapkan salam kepada para pejalan kaki. Apabila Anda naik kendaraan, usahakan mendahului mengucapkan salam jika bertemu muslim pejalan kaki lainnya. Hal ini tentu saja dilakukan apabila kendaraan yang digunakan cukup memungkinkan Anda untuk mengucapkan salam. Apabila naik kendaraan yang melaju dengan cepat, seperti misalnya kereta api, bus dan mobil, tentu Anda tidak mudah memberikan salam. Dalam hal ini, tidak mengapa apabila Anda tidak mengucapkan salam. Tetapi jika Anda mengendarai sepeda motor, becak, andong atau alat transportasi lain yang dijalankan dengan tidak terlalu kencang, tentu Anda dapat memberikan salam dengan mudah.

2.  Pejalan kaki memberi salam kepada yang duduk

Orang yang sedang berjalan diutamakan mendahului salam kepada mereka yang diam di tempat. Bagi pejalan kaki tentu tidak menemui hambatan dalam mengucapkan salam kepada orang yang dijumpainya, baik dalam keadaan sedang duduk atau berdiri. Hal ini tentu berbeda apabila dibandingkan dengan orang yang sedang berkendaraan dengan kecepatan tinggi. Oleh sebab itu, maka orang yang berjalan kaki hendaknya mendahului mengucapkan salam kepada mereka yang dijumpainya, baik sedang duduk atau berdiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kondisi seperti ini sering kita alami di berbagai tempat, baik sekolah/kampus, kantor atau tempat-tempat lainnya. Bagi pegawai yang tiba di tempat kerja dan dalam keadaan berjalan menemui rekan-rekan yang telah datang lebih dahulu serta sudah berada di ruang kerja masing-masing, maka kewajiban Anda adalah mendahului memberi salam. Bagi pelajar/mahasiswa yang baru memasuki ruang belajar dan mendapati teman-temannya sudah berada di tempat, maka kewajiban Anda adalah memberi salam kepada mereka. Apabila sedang mendapatkan layanan, seperti misalnya pemeriksaan oleh dokter, berbelanja, mengurus ijin usaha, membeli tiket, check-in atau check-out hotel, dan lain sejenisnya, maka kewajiban Anda adalah memberi salam kepada orang-orang yang melayani Anda. Demikian halnya ketika sedang bertamu, maka kewajiban Anda adalah memberi salam kepada shahibul bait atau tuan rumah.

3. Kelompok sedikit memberi salam kepada kelompok yang lebih besar

Apabila ada dua kelompok orang saling bertemu, maka hendaknya mereka yang paling sedikit jumlah anggotanya mendahului memberi salam. Orang yang sendirian termasuk dalam kelompok yang sedikit. Dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika berjalan sendirian atau bersama istri/suami dan bertemu sahabat yang sedang berjalan-jalan sekeluarga, atau tatkala berangkat bersama rombongan menuju tempat pengajian dan di jalan bertemu rombongan dengan jumlah yang lebih banyak, maka kewajiban Anda adalah mendahului memberi salam. Dalam kelompok tersebut cukup seorang saja yang mengucapkan salam.[9]

4.  Anak muda memberi salam kepada orang yang lebih tua

Rasulullah SAW mengajarkan agar anak muda menghormati orang yang lebih tua. Sebaliknya, orang yang lebih tua menyayangi mereka yang lebih muda. Demikian halnya dengan memberi salam, anak muda hendaknya mendahului mengucapkannya sebagai wujud penghormatan kepada orang yang lebih tua. Ketika bertemu kakek, nenek, orangtua, paman, bibi, guru, kakak dan orang-orang yang usianya lebih tua dari Anda, dahuluilah mereka dengan salam.

  • Menjawab Salam Sesama Muslim
1. Menjawab Salam adalah kewajiban

Menjawab salam adalah kewajiban bagi orang yang mendapatkan ucapan salam. Menerima salam balik menjadi hak orang yang telah memberikan ucapan salam. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berikut:

عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ

“Dari al-Awza’iy berkata, telah mengabarkan kepada saya Ibnu Syihab berkata, telah mengabarkan kepada saya Sa’id bin al-Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata, Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendo’akan orang yang bersin”.[10]

Kewajiban menjawab salam akan berakibat kepada si pemberi salam. Dalam hal ini, pemberi akan mendapatkan salam yang sama sesuai dengan apa yang ia berikan. Tata-cara salam yang mengedepankan hak salam atas orang lain pun akan menempatkan kita pada posisi memberi kemanfaatan baginya. Dengan demikian, kita didorong menjadi manusia terbaik, sebab sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

Apabila terdapat sekelompok orang, cukuplah salah satu di antaranya yang memberi atau menjawab salam. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “cukuplah salah seorang dari kelompok yang lewat memberikan salam, dan salah seorang dari orang-orang yang duduk menjawabnya”.[11]

2. Menjawab salam dengan yang lebih baik

Menjawab salam dengan yang lebih baik didasarkan firman Allah sebagai berikut: “apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).[12]

  • Keadaan-keadaan Khusus Tidak Menjawab Salam
a. Saat Melaksanakan Shalat

Tidak menjawab salam tatkala melaksanakan shalat didasarkan pada hadits berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنْتُ أُسَلِّمُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الصَّلَاةِ فَيَرُدُّ عَلَيَّ فَلَمَّا رَجَعْنَا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ وَقَالَ إِنَّ فِي الصَّلَاةِ لَشُغْلًا

Artinya: “Dari ‘Abdullah r.a. berkata: Aku pernah memberi salam kepada Nabi SAW ketika Beliau sedang shalat, maka Beliau membalas salamku. Ketika kami kembali (dari negeri an-Najasyi), aku memberi salam kembali kepada Beliau, namun Beliau tidak membalas salamku. Kemudian Beliau berkata: Sesungguhnya dalam shalat terdapat kesibukan”.[13]

Dalam hadits lain, dari Jabir bin ‘Abdullah r.a. berkata; Rasulullah SAW mengutusku untuk menyelesaikan keperluan Beliau. Maka aku berangkat, kemudian kembali setelah menuntaskan tugasku itu, lalu aku menemui Nabi SAW. Aku memberi salam kepada Beliau, namun Beliau tidak membalas salamku. Kejadian itu menimbulkan kegusaran dalam hatiku yang hanya Allah sajalah yang lebih mengetahuinya. Kemudian aku berkata dalam hatiku, barangkali Rasulullah SAW menganggap aku terlambat menunaikan tugas dari Beliau. Kemudian aku memberi salam kembali, dan lagi-lagi Beliau tidak membalasnya. Timbul lagi kegusaran dalam hatiku yang lebih besar dari yang pertama. Kemudian aku memberi salam lagi, lalu Beliau membalasnya seraya berkata: “Sesungguhnya yang menghalangiku buat menjawab salammu adalah karena Aku sedang melaksanakan shalat”. Saat itu, Beliau sedang berada di atas hewan tunggangannya yang tidak menghadap ke arah kiblat.

b. Ketika Buang Hajat

Tidak menjawab salam ketika sedang buang hajat didasarkan pada hadits berikut:

عَنْ الْمُهَاجِرِ بْنِ قُنْفُذٍ أَنَّهُ سَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَتَّى تَوَضَّأَ فَلَمَّا تَوَضَّأَ رَدَّ عَلَيْهِ

Artinya: “Dari al-Muhajir bin Qunfudz, ia pernah memberi salam kepada Rasulullah SAW ketika ia sedang buang air kecil, dan Rasulullah SAW tidak membalas salamnya. Setelah berwudlu, Beliau membalas salamnya”.[14]

Dalam hadits lain, dari Jabir bin Abdullah berkata: “Seorang laki-laki melewati Nabi SAW, kemudian ia mengucapkan salam ketika Beliau sedang kencing”. Maka Rasulullah SAW bersabda kepadanya: “Apabila kamu melihatku dalam kondisi seperti ini, maka jangan memberi salam kepadaku. Karena sesungguhnya jika kamu melakukannya, maka aku tidak akan membalasnya”.[15]

c. Menjawab Salam Ahli Kitab

Apabila mendapat salam dari Ahli Kitab, maka jawaban kita adalah: وَعَلَيْكُمْ

)Demikian juga atas kalian). Jawaban tersebut didasarkan atas pertanyaan para sahabat kepada Nabi SAW dalam hadits berikut:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ قَالَ قُولُوا وَعَلَيْكُمْ

Artinya: “Para sahabat Nabi SAW bertanya kepada Beliau: Sesungguhnya Ahli Kitab memberi salam kepada kami, bagaimana kami menjawabnya? Jawab Beliau: Ucapkan: Wa’alaikum”.[16]

Dalam hadits lain, yang juga dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jika Ahli Kitab memberi salam kepada kalian, maka jawablah, Wa’alaikum”.[17] Salam orang Yahudi yang biasanya bukanlah salam keselamatan, karena itu perlu dijawab dengan: عَلَيْكَ(demikian juga atasmu). Jawaban ini didasarkan pada hadits Nabi sebagai berikut:

حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُودَ إِذَا سَلَّمُوا فَإِنَّمَا تَقُولُ السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْ عَلَيْكَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ مَالِكٍ عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ مِثْلَهُ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Dinar ia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar ia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: Jika orang Yahudi memberi salam, sesungguhnya ia mengucapkan, ‘Assamu ‘Alaikum (semoga kecelakaan atas kalian), maka katakanlah, ‘Alaika (atasmu pula). Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Nabi SAW seperti itu”.[18]

Dalam hadits lain, yang diriwayatkan Ahmad dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda: “Jika orang-orang Yahudi memberi salam kepada kalian dengan mengatakan, Assaamu Alaikum (kecelakaanlah atas kalian), maka katakanlah, Wa Alaika (dan untuk kalian).”[19]

Fadhilah Salam

Salam dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan salam-salam lain yang telah menjadi tradisi ucapan umat manusia di dunia, seperti: selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam pada masyarakat Indonesia; atau good morning, good afternoon, dan good night pada tradisi masyarakat yang berbahasa Inggris. Keistimewaannya terletak pada kandungan ucapan salam yang berisi do’a agar keselamatan, rahmat Allah dan barakah-Nya diberikan kepada orang yang diberikan salam. Bandingkan dengan ucapan selamat pagi atau good morning, yang hanya menyiratkan maksud pagi yang selamat atau pagi yang baik. Paginya baik, tetapi buat siapa?

Salam yang diucapkan dengan iringan senyum memberikan dorongan energi positif bagi mereka yang mengucapkan dan yang menerimanya. Menurut Hiromi Shinya, MD dorongan energi positif yang muncul dari cinta, tawa dan kebahagiaan dapat menstimulasi DNA untuk memproduksi limpahan enzim pangkal dalam tubuh kita, yaitu sang enzim ajaib yang beraksi sebagai bio-katalis untuk memperbaiki sel-sel kita. Kebahagiaan dan cinta dapat membangunkan suatu potensi yang jauh di luar pemahaman kita sebagai manusia saat ini.[20]

Pernyataan Rasulullah tentang adanya hak-hak seorang muslim atas muslim lainnya menunjukkan adanya kewajiban kita terhadap muslim di luar diri kita. Salah satu kewajiban tersebut adalah apabila menemui seorang muslim, maka ia mempunyai hak mendapatkan salam dari kita. Hak orang lain tersebut bermakna kewajiban yang harus kita tunaikan kepadanya. Apabila lalai, berarti kita telah menahan hak orang lain. Inilah salah satu indahnya ajaran Islam. Semangatnya adalah memberi kemanfaatan kepada orang lain. Jika dapat memenuhi haknya mendapatkan salam dengan kewajiban memberi salam, berarti kita telah memberi manfaat kepadanya melalui do’a dan senyuman. Do’a dan senyuman memberikan manfaat bagi kedua-duanya, baik yang memberi maupun yang menerima.

Ucapan “semoga keselamatan tetap atas Anda, demikian pula rahmat Allah dan barakah-Nya” merupakan do’a yang akan mempengaruhi pikirannya bahwa Allah akan memberinya keselamatan, rahmat dan barakah-Nya. Pikiran tersebut apabila sering diulang-ulang (karena banyaknya orang yang mendo’akannya) akan menjadi keyakinan bahwa insya Allah ia akan mendapatkan keselamatan, rahmat, dan barakah Allah. Keyakinan itu akan membawanya menjalani hidup sesuai jalan yang dikehendaki oleh Allah, sehingga dirinya betul-betul pantas mendapatkan keselamatan, rahmat dan barakah-Nya.

Senyuman juga memberikan manfaat karena mampu menstimulasi keluarnya hormon endorphin yang dikenal pula sebagai hormon kebahagiaan. Semakin banyak hormon endorphin dikeluarkan pada diri seseorang, ia akan merasakan kebahagiaan yang meningkat. Memberi senyum kepada seseorang akan menjadi rangsangan bagi orang tersebut untuk juga ikut tersenyum. Rata-rata orang akan membalas senyuman apabila kita mengajaknya tersenyum. Hanya orang-orang yang sedang mengalami gangguan jiwa sajalah yang tidak merespons senyum yang kita berikan dengan senyum. Dengan senyuman kita yang direspon dengan senyuman, setidak-tidaknya kita telah bersedekah hormon endorphin kepadanya.

Keyakinan positif bahwa keselamatan dan curahan rahmat dan barakah Allah akan menjadi miliknya serta perasaan bahagia yang dirasakannya memberikan banyak manfaat luar biasa. Ia semakin mantap dalam menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depannya, dan Insya Allah menjadi manusia yang sukses [  ]

Wallahu A’lam

Penulis : Agus Sukaca

Sumber Artikel : //tuntunanislam.id/

catatan akhir:

[1] Kitab Ahmad dalam Lidwa Pustaka HN 8490

[2] Kitab Bukhari dalam Lidwa Pustaka HN 27

[3] HR Al Hakim

[4] Kitab Bukhari dalam Lidwa i Pusaka HN 3079

[5] HR Abu Daud, Tirmidzi

[6] Kitab Ahmad dalam Lidwa’ i Pustaka HN 8924

[7] Kitab Muslim dalam Lidwa i Pusaka HN 4030

[8] Kitab Tirmidzi dalam Lidwa i Pusaka HN 2627

[9] HR Abu Daud dari Ali

[10] Kitab Bukhari dalam Lidwa i Pustaka HN 1164

[11] HR Abu Daud dari Ali

[12] QS An-Nisa’ ayat 86

[13] Kitab Bukhari dalam Lidwa i Pustaka HN 1140

[14] Kitab Nasa’i dalam Lidwa’ i Pustaka HN 38

[15] Kitab Ibnu Majah dalm Lidwa’ i Pustaka HN 346

[16] Kitab Muslim dalam Lidwa’ i Pustaka HN 4025

[17] Kitab Muslim dala Lidwa’ i Pustaka HN 4024

[18] Kitab Ahmad dalam Lidwa’ i Pustaka HN 4469

[19] Kitab Ahmad dalam Lidwa’ i Pustaka HN 5668

[20] Hiromi Shinya, MD : The Miracle of Enzyme, Self Healing Program, Cet. Pertama, (Bandung: Qanita Mizan, 2008), hlm. 21–22.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA