Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materiil Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi dalam perkara nomor 70/PUU-XVII/2019. MK menyatakan KPK tidak perlu izin Dewan Pengawas dalam melakukan penggeledahan, penyadapan, dan penyitaan.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Hakim Anwar Usman saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (4/5).
Kewenangan Dewan Pengawas dalam memberikan izin tertuang dalam Pasal 12C ayat 2, Pasal 37B ayat (1) huruf b, dan Pasal 47 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2019. Hakim pun menyebutkan, ketiga pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Keputusan MK itu ditetapkan lantaran Dewan Pengawas bukan aparat penegak hukum. Hakim Aswanto pun menilai, izin Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan merupakan bentuk campur tangan terhadap aparat penegak hukum oleh lembaga yang melaksanakan fungsi di luar penegak hukum.
Lebih dari itu, izin Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan merupakan bentuk nyata tumpang tindih kewenangan dalam penegakan hukum. "Mahkamah menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawasan," kata Aswanto.
Meski begitu, pimpinan KPK tetap memberitahukan penyadapan kepada Dewan Pengawas. Izin dari Dewan Pengawas untuk penggeledahan atau penyitaan dianggap tidak tepat. Sebab, kewenangan pemberian izin tersebut merupakan bagian dari tindakan yudisial.
Dengan demikian, frasa terkait izin tertulis dari Dewan Pengawas harus dimaknai menjadi memberitahukan kepada Dewan Pengawas.
Gugatan uji materiil itu diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof Fathul Wahid bersama dengan 4 orang lainnya. Dalam gugatannya, Fathul dkk menilai penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan merupakan tindakan pro justicia sehingga tidak tepat jika kewenangan untuk memberikan izin diberikan kepada Dewan Pengawas.
Fathul dkk memperkirakan keputusan yang dihasilkan Dewan Pengawas kemungkinan tidak independen. "Sebagai contoh, bagaimana jika yang ingin disadap oleh KPK adalah Ketua atau anggota dewan pengawas sendiri, istri/suami atau bahkan keluarganya?" demikian dalil yang disampaikan.
Reporter
Senin, 27 Januari 2020 15:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan mereka tengah menyiapkan aplikasi berbasis teknologi untuk permohonan dan pemberian izin penggeledahan dan penyadapan.
"Sedang dibangun aplikasi berbasis IT dalam pemberian izin karena ini mensyaratkan kecepatan," kata Tumpak dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 27 Januari 2020. Tumpak mengatakan, pemberian izin akan keluar dalam 1x24 jam.
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho mengatakan ada beberapa mekanisme pemberian izin itu. Pertama, penyidik mengajukan permohonan izin penyadapan ke Dewas melalui Kepala Sekretariat Dewas. Penyidik kemudian mengadakan gelar perkara di hadapan Dewan Pengawas.
Selanjutnya, Dewas akan memberikan pendapat atas permohonan izin yang diajukan. Surat pemberian atau penolakan pemberian izin akan disusun setelahnya.
"Kemudian draf suratnya itu dibuat, lalu kembali lagi ke Dewas. Kalau disetujui ditandatangani, kalau tidak disetujui tidak ditandatangani," kata Albertina.
Albertina mengatakan, penyidik harus melampirkan syarat-syarat dalam permintaan penyadapan itu. Di antaranya surat perintah penyelidikan (sprinlidik), surat perintah penyidikan (sprindik), nomor telepon yang akan disadap, uraian singkat mengenai perkara, dan alasan melakukan penyadapan.
Albertina mengatakan prosedur ini juga berlaku untuk permintaan izin penggeledahan dan penyitaan. Permintaan penggeledahan dan penyitaan juga harus melampirkan sprinlidik, sprindik, penjelasan mengenai perkara, alasan penggeledahan atau penyitaan. "Memuat juga barang-barang yang akan disita kalau itu penyitaan. Kalau penggeledahan memuat obyek dan lokasi yang akan digeledah," kata dia.
Albertina mengatakan, Dewan Pengawas memberlakukan tenggat waktu untuk setiap izin yang dikeluarkan. Surat izin penggeledahan dan penyitaan berlaku selama 30 hari sejak izin dikeluarkan.
Adapun untuk izin penyadapan berlaku selama enam bulan. Jika belum selesai, penyidik dapat mengajukan perpanjangan izin kembali, tetapi tanpa melalui gelar perkara.
"Jadi untuk penyadapan total seluruhnya bisa selama satu tahun. Kemudian untuk penyadapan ada kewajiban dari penyidik untuk melaporkan setelah selesai melakukan penyadapan harus melaporkan hasilnya kepada Dewas," ujar Albertina.
Rekomendasi Berita
Soal Dugaan Upaya Kriminalisasi Anies Baswedan, Forum Advokat Indonesia Minta Dewas KPK Periksa Firli Bahuri
3 hari lalu
Forum Advokat Indonesia meminta Dewas KPK memeriksa Firli Bahuri terkait upayanya mengkriminalisasi Anies Baswedan.
Dewas Tolak Laporan Dugaan Konflik Kepentingan Lagu Mars KPK Bikinan Istri Firli
3 hari lalu
Dewas menilai tidak menemukan benturan kepentingan dalam pemilihan lagu mars KPK bikinan istri Firli Bahuri.
Pengamat: Disinformasi Aplikasi Penyadapan Social Spy WhatsApp Masif
6 hari lalu
Pada kasus Social Spy WhatsApp, puluhan domain Indonesia .id, .co.id dan .or.id secara serentak menyebarkan disinformasi.
Presiden Jokowi Sudah Serahkan Surpres Soal Pengganti Lili Pintauli Siregar ke DPR
17 hari lalu
Presiden Jokowi sudah menyerahkan nama calon pengganti Lili Pintauli Siregar ke DPR.
Kepala Badan Intelijen Yunani Mundur, Akui Sadap Jurnalis CNN
6 Agustus 2022
Kepala dinas intelijen Yunani, Panagiotis Kontoleon, mengundurkan diri di tengah sorotan terhadap praktik penyadapan badan tersebut
KPK Sebut Tak Bisa Tangani Kasus Gratifikasi Lili Pintauli
22 Juli 2022
Dewas KPK menggugurkan sidang etik Lili Pintauli. Menyerahkan penanganan kasus selanjutnya kepada pimpinan KPK.
ICW Sayangkan Keputusan Jokowi Kabulkan Pengunduran Diri Lili Pintauli
15 Juli 2022
Pembuktian dugaan gratifikasi dan tindak penyuapan oleh Lili Pintauli dianggap makin sulit.
ICW Gelar Aksi Penyerahan Balsem Masuk Angin kepada Dewan Pengawas KPK
15 Juli 2022
ICW menggelar aksi protes terhadap putusan Dewan Pengawas KPK. Aksi hanya dihadiri kurang dari lima orang dan satu orang sebagai aktor teatrikal.
ICW Menilai Pengguguran Sidang Etik Lili Pintauli Siregar Janggal
15 Juli 2022
ICW menganggap janggal pengguguran sidang etik Lili Pintauli Siregar. Aparat dituntut aktif mengusut dugaan tindak pidana korupsi oleh Lili.
ICW Desak Dewas KPK Berikan Bukti Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli ke Polisi atau Jaksa
14 Juli 2022
ICW mendorong agar Dewas KPK segera melaporkan dan menyerahkan bukti dugaan gratifikasi Lili Pintauli itu ke aparat penegak hukum.