Apa yang kamu ketahui tentang Syaikh Abdur Rauf As-Singkili?

REPUBLIKA.CO.ID,  Nama lengkapnya ‘Abdur- Rauf bin ‘Ali Al Jawi Al Fansuri As Singkili atau sering kali disebut Abdur Ra’uf As Singkel. Dia lahir pada 1024 Hijriyah atau 1615 Masehi di Singkil, Aceh.

Ayahnya adalah Syaikh Ali Fansuri yang memiliki hubungan saudara dengan Hamzah Fansuri, penyair dan ulama sufi ternama Melayu. Sang ayah pun merupakan ulama ternama Aceh. Dari sang ayah lah, pendidikan agama As Singkel bermula.

As Singkel kemudian belajar ke Barus atau Fansur, sebuah kawasan di Sumatra Utara yang menjadi pusat pembelajaran Islam bangsa Melayu dan Asia kala itu. Baru kemudian, pada usia remaja ia menuntut ilmu di Banda Aceh. Beberapa sejarawan juga menyebut Syekh sempat menjadi murid dari Hamzah Fansuri.

Di usia menginjak dewasa, As Singkel pergi m e n u n t u t ilmu ke Timur Tengah. Dari Doha, k e m u d i a n ke Yaman, Jeddah, kemudian menetap lebih lama di Makkah dan Madinah. Disebut kan, ia berguru pada 19 ulama di berbagai bidang ilmu agama ditambah lagi 27 ulama yang berhubungan akrab dengannya.

Salah satu gurunya, yakni Ahmad Kusyasyi yang mengajarkan As Singkel mempelajari ilmu tasawuf. Guru tersebut wafat saat As Singkel masih belajar padanya. Hingga kemudian, Kusyasyi digantikan muridnya, Mula Ibrahim Kurani. Dari murid Kusyasyi inilah As Singkel mendapat izin untuk mengajar dan mendirikan sekolah Islam di Aceh. Setelah 19 tahun belajar di Haramain, ditambah mengantongi banyak izin dari ulama, As Singkel pun pulang ke Aceh dan mulai mengajar.

Sejak 1661, As Singkel mengajar di Aceh. Muridnya luar biasa banyak jumlahnya, tak hanya dari Melayu, tapi juga dari seluruh nusantara. Laman Melayu Online menggambarkan sosok As Singkel sebagai mualim yang menaruh perhatian besar pada murid-muridnya. Setiap karyanya selalu bertolak dari perhatiannya pada mereka. Dia sangat perhatian agar para muridnya mendapat pemahaman Islam yang baik, teguh kesalihan, dan terhindar dari kesalahan.

Tak lama setelah pulang dari Haramain, As-Singkel diangkat sebagai mufti atau qadi oleh Sultan Aceh kala itu. Ia juga diangkat menjadi ulama besar bergelar Syekh Jamiah Ar Rahman. Ia pun kemudian sibuk mengajar dan menjadi hakim Kesultanan Aceh. Sekitar 30 tahun, As Singkel bergelut dibidang tersebut, mengajar dan menjadi hakim.

Selama hidupnya, syekh sangat produktif menghasilkan karya. Salah satu karya fenomenalnya, yakni di bidang tafsir. Tarjuman Al Mustafid merupakan karya tafsirnya yang pertama di nusantara. Hingga kini, karya tersebut masih dapat ditemui. Tafsir tersebut juga tak hanya dicetak dan diterbitkan di nusantara, melainkan juga di Istanbul Turki; Singapura; Penang, Malaysia; Bombay, India; Afrika Selatan, serta kawasan Timur Tengah, seperti Kairo dan Makkah.

Selain tafsir, masih banyak karyanya yang terkenal. Sedikitnya, 22 karya dia hasilkan di bidang fikih, hadis, tauhid, hingga tasawuf. Tak hanya dalam bahasa Melayu, dia juga menghasilkan karya dalam bahasa Arab. Di antara karyanya, selain tafsir, yakni Syarh (penjelasan) Hadits Arba’in Imam An-Nawawi. Dia menulisnya atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin. Kemudian, di bidang fikih, Mir’at al- Thullab fî Tasyil Mawa’iz al-Badî’rifat al-Ahkam al-Syar’iyyah li Malik al- Wahhab yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin. Selain itu, terdapat Mawa’iz Al Badi yang berisi nasihat tentang akhlak Muslimin.

Kemudian, Daqaiq Al Hurf mengenai pengajaran tasawuf dan teologi serta Kifayat al-Muhtajin ila Masyrah al- Muwahhidin al-Qailin bi Wahdatil Wujud berisi konsep wihdatul wujud. Setelah kiprah yang banyak ia torehkan untuk perkembangan Is lam di nusantara, As Singkel meng hembuskan napas terakhir di usia 73 tahun. Dia meninggal di Kuala Aceh pada 110 Hijriyah atau 1693 Masehi.

Syaikh Abdur Rauf-Singkil (Singkil, 1035 H 165M - Banda Aceh 1108 1093 M) adalah ulama besar dan tokoh tasawuf dari Aceh yang pertama kali membawa dan mengembangkan Tarekat Syattariyah Indonesia.

Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari adalah seorang ulama yang lahir di desa Lok Gabang pada tanggal 19 Maret 1710 M. Sejak kecil ia mempunyai bakat di bidang seni lukis dan kaligrafi (Khat). Muhammad Arsyad al-Banjari, ketika berumur 7 tahun, dijadikan anak angkat oleh Sultan Tahmidullah (Sultan Kerajaan Banjar saat itu) karena Sultan sangat terpesona melihat hasil lukisan beliau yang indah nan menawan. Ia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin.

Dengan demikian, Shekh Abdurrauf as Singkili dan Syaikh Arshad Al Banjari adalah dua ulama yang berpengaruh di bidang tasawuf.

Biografi Teungku Syiah Kuala

Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M-Kuala Aceh, Aceh 1105H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili.

Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.

Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh yang penganut dan penyebar pertama kali Tarekat Syattariyah di nusantara mempunyai salah seorang guru yang bernama Ahmad al-Qusyasyi. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta'wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.

Abdurrauf Singkil meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh.

Murid-Murid dan Keturunan

Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri sangat banyak, tetapi yang dapat dipastikan ada beberapa ulama besar yang sangat terkenal menyebarkan Islam di beberapa tempat di seluruh dunia Melayu. Antara mereka ialah, Baba Daud bin Agha Ismail bin Agha Mustata al-Jawi ar-Rumi. Beliau ini berasal dari keturunan ulama Rom yang berpindah ke Turki, keturunannya pula pindah ke Aceh sehingga menjadi ulama yang terkenal. Keturunan beliau pula ada yang berpindah ke Pattani, sehingga menurunkan ulama terkenal yaitu Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani

Setelah berkhidmat di Mekah dikirim oleh saudara sepupu dan gurunya Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani ke Kota Bharu, Kelantan untuk memimpin Matba’ah al-Miriyah al-Kainah al-Kalantaniyah. Lalu beliau berpindah ke Kota Bharu, Kelantan, beliau dikenal dengan gelaran ‘Tok Daud Katib’.

Ada pun Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi di atas beliau inilah yang menyempurnakan karya gurunya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang berjudul Turjumanul al-Mutafid atau yang lebih terkenal dengan Tafsir al-Baidhawi Melayu, iaitu terjemah dan tafsir al-Quran 30 juz yang pertama dalam bahasa Melayu.

Naskhah asli tulisan tangan Baba Daud bin Ismail al-Jawi ar-Rumi itu dimiliki oleh keturunannya Tok Daud Katib, lalu naskhah itu diserahkan kepada guru dan saudara sepupunya Syeikh Ahmad al-Fathani.

Dari naskhah yang asli itulah diproses oleh Syeikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani, Syeikh Daud bin Ismail al-Fathani dan Syeikh Idris bin Husein Kelantan sehingga terjadi cetakan pertama di Turki, di Mekah dan Mesir pada peringkat awal. Nama ketiga-tiga ulama itu yang dinyatakan sebagai Mushahhih (Pentashhih) pada setiap cetakan tafsir itu kekal diletakkan di halaman terakhir pada semua cetakan tafsir itu.

Turjumanul Mustafid yang diterbitkan sampai sekarang adalah merupakan lanjutan daripada cetakan yang dilakukan oleh Syeikh Ahmad al-Fathani dan dua orang muridnya itu (keterangan lanjut mengenai ini lihat buku Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara, jilid 1, 1990:157-172).

Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang lain ialah Syeikh Burhanuddin Ulakan. Beliau inilah yang disebut sebagai orang yang pertama sebagai penyebar Islam di Minangkabau (Sumatera Barat) melalui kaedah pengajaran Tarekat Syathariyah.

Di Jawa Barat, Indonesia terkenal seorang murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang dianggap sebagai seorang Wali Allah. Beliau ialah Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan. Sepanjang catatan sejarah, beliau dianggap orang pertama membawa Tarekat Syathariyah ke Jawa Barat dan selanjutnya berkembang hingga ke seluruh tanah Jawa.

Adapun mengenai Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi yang berasal dari tanah Bugis ada riwayat menyebut bahawa beliau juga murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Riwayat lain menyebut bahawa Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi itu adalah sahabat Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, sama-sama belajar kepada Syeikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syeikh Ibrahim al-Kurani.

Walau bagaimanapun, selembar salasilah yang ditemui di Kalimantan Barat, menyebut Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi menerima Tarekat Syathariyah kepada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri itu. Memang diakui bahawa Syeikh Yusuf Tajul Mankatsi ialah orang pertama menyebarkan Tarekat Syathariyah di Tanah Bugis atau seluruh Sulawesi Selatan.

Bahkan dianggap juga beliau sebagai orang pertama menyebarkan pelbagai tarekat lainnya, di antaranya Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah. Tetapi berdasarkan manuskrip Mukhtashar Tashnif Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fanshuri oleh Syeikh Abdur Rauf bin Makhalid Khalifah al-Qadiri al-Bantani bahawa Syeikh Yusuf al-Mankatsi adalah cucu murid kepada Syeikh Abdur Rauf al-Fansuri, sumber ini dari Syeikh Yusuf (al-Mankatsi/al-Maqasari) turun daripada Syeikh Muhyiddin Karang (Pamijahan), turun daripada Syeikh Abdur Rauf al-Asyi”.

Murid Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri di Semenanjung Tanah Melayu (Malaysia) pula, yang paling terkenal ialah Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Terengganu atau lebih popular dengan gelar Tok Pulau Manisyang mengarang berbagai-bagai kitab di antaranya Kitab Kifayah. Ada yang meriwayatkan bahwa Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok al-Fathanipernah belajar kepada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Tetapi dalam penelitian penulis tidaklah demikian. Yang betul ialah ayah Syeikh Abdur Rahman Pauh Bok itu, yaitu Syeikh Abdul Mubin bin Jailan al-Fathani dipercayai adalah sahabat Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri karena sama-sama belajar kepada Syeikh Ahmad al-Qusyasyi dan Syeikh Ibrahim al-Kurani.

Pendidikan

Maklumat terawal mengenai pendidikannya baru diperoleh daripada dua sumber. Sumber pertama berdasarkan pengakuan beliau sendiri, yang ditulis pada bagian akhir kitab Turjumanul Mustafid, “... sekecil-kecil muridnya dan sehina-hina khadamnya itu, iaitu Daud al-Jawi anak Ismail anak Agha Mustafa anak Agha Ali ar-Rumi...”.
Makna yang dimaksudkan pada kalimat yang tersebut ialah bahawa beliau murid dan khadam kepada Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri.

Sumber yang kedua ditulis oleh murid beliau, Sheikh Faqih Jalaluddin bin Kamaluddin al-Asyi di dalam salah satu versi Manzarul Ajla ila Martabatil A’la, bahawa Sheikh Arif Billah Baba Daud adalah murid Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri. Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Syathariyah Baba Daud al-Jawi menerima bai’ah daripada Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri itu.

Selain mendapat pendidikan daripada Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, belum ditemui maklumat yang membicarakan pendidikan lanjut Baba Daud al-Jawi yang dibicarakan ini.

Sehingga kini karya yang dapat ditonjolkan sebagai suatu hasil karya hanya sebuah saja. Itu pun hanya sebagai seorang yang menyelesaikan dan membuat tambahan terhadap karya gurunya, Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang tersebut.

Sebagai bukti bahawa kitab Turjumanul Mustafid diselesaikan oleh Baba Daud al-Jawi, beliau tulis pada akhir kitab tafsir itu, “Dan menambahi atasnya oleh sekecil-kecil muridnya ...” .

Manuskrip asli Turjumanul Mustafid karya Sheikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang diselesaikan oleh Baba Daud al-Jawi itu akhirnya dipunyai oleh salah seorang keturunannya di Pattani. Kemudian diserahkan kepada Sheikh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Daripada manuskrip itulah yang diproses dan ditashih oleh Sheikh Ahmad al-Fathani yang kemudian dicetak dan disebarkan secara luas.

Hasil cetakan yang diusahakan oleh Sheikh Ahmad al-Fathani itulah, kitab tafsir itu masih diterbitkan hingga sekarang. Kitab tersebut juga dinamakan Tafsirul Baidhawi asy Syarif, dan dengan nama Tafsir Baidhawi itulah yang paling popular di kalangan masyarakat Melayu. Penerbitan-penerbitan awal Tarjuman al Mustafid karya Sheikh Abdur Rauf al-Fansuri ini tercatat :

a. Cetakan pertama Istanbul (Turki) 1302 H (1884 M)

b. Cetakan pertama Matba’ah Miriyah, Bulaq, Mesir 1303 H (1885 M)

Dalam beberapa terbitan Tarjuman al Mustafid di halaman terakhir, terdapat maklumat bahwa kitab tersebut ditashih oleh tiga orang, iaitu:

a. Sheikh Ahmad al-Fathani, adalah pentashih yang pertamakali.

b. Sheikh Idris al-Kalantani. Maksudnya adalah Sheikh Idris bin Husein al-Kalantani, yaitu murid kepada Sheikh Ahmad al-Fathani, yang telah beliau berikan kepercayaan dalam bidang khas pentashihan selanjutnya jika terdapat kekeliruan teknik cetakan dan lain-lain.

Perlu diperhatikan bahwa Sheikh Idris al-Kalantani tersebut lain dari Sheikh Idris al-Marbawi yang pernah juga sebagai pentashih Tarjuman al Mustafid pada terbitan-terbitan mutakhir.

c. Sheikh Daud al-Fathani. Maksudnya adalah Sheikh Daud bin Ismail al-Fathani, juga murid Sheikh Ahmad al-Fathani yang masih ada pertalian keluarga, yaitu orang kepercayaan Sheikh Ahmad al-Fathani sesudah Sheikh Idris al-Kalantani.
Mengenai data kandungan ringkas kitab ini, Sheikh Ahmad al-Fathani menyebut:”…yang diterjemahkan dengan bahasa jawi, yang diambil setengah maknanya dari Tafsir al-Baidhawi…”. Ini berarti Tarjuman al Mustafid bukanlah merupakan terjemah secara keseluruhan Tafsir al-Baidhawi seperti banyak diperkatakan orang.

Pendapat Sheikh Ahmad al-Fathani ini sesuai pula dengan tulisan penyalin pertamanya, yaitu ulama yang dibicarakan ini, Daud al-Jawi bin Ismail yang mengatakan:

“Akan kisahnya yang diambil kebanyakannya daripada Khazin. Terlalu baru Karel A. Steenbrink yang merupakan petikan dari tulisan Petter Riddel, yang mengatakan bahwa “ternyata dasar tafsir ini adalah sebuah terjemahan yang cukup harfiah darpada Tafsir Jalalayn”, ini kerana walaupun Sheikh Ahmad al-Fathani tidak menyebut Tafsir Jalalayn itu, namun kalimat beliau itu telah mewakili bahwa dikarangkannya Tarjuman al Mustafid hanya sebahagiannya saja dari tafsir-tafsir selainnya termasuk Khazin mahupun Jalalayn.

Menurut keterangan beberapa orang keturunan Baba Daud al-Jawi yang berada di Pattani dan Kelantan, selain menyelesaikan karya tersebut, beliau juga menghasilkan beberapa karya yang lain. Namun sampai saat ini penulis belum menemui karya yang lainnya.

Sebagai kesan daripada pengaruh nama beliau yang diawali dengan ‘Baba’, hingga sekarang dalam seluruh wilayah Pattani apabila seseorang itu membina pondok pengajian, mempunyai pengetahuan agama Islam dan berpengaruh dalam masyarakat disebut ‘Baba’.

Pada mulanya hanya keturunan dan yang ada hubungan keluarga dengan beliau saja yang layak digelar demikian, tetapi akhirnya gelaran itu merata kepada setiap guru pondok yang terpandang atau masyhur.

Pengajaran dan Karya

Syeikh Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri termasuk dalam golongan ulama dunia Melayu yang produktif dalam bidang karangan dalam bahasa Melayu. Karya beliau telah di uraikan dalam buku Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara, jilid 1, sebanyak 25 buah.

Setelah buku tersebut diterbitkan, diketahui pula karya beliau yang belum termasuk dalam senarai yang tersebut. Karya-karya tersebut ialah:Aghmadhus Sail. Kitab ini baru ditemui hanya sebuah saja, yaitu yang diamanahkan kepada Musium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur. Kandungan kitab ini mengenai ilmu tauhid. Judul yang lain juga baru diketahui pula ialah Kanzul Insaniyi, telah menjadi koleksi Pusat Manuskrip Melayu PNM, nombor kelas MS1530.

Karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang baru menjadi koleksi Pusat Manuskrip Melayu PNM pula ialah Durratul Baidha’ Tanbihan lin Nisa’ nomor kelas MS 1625. Oleh itu, terdapat tiga karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri yang baru diketahui, dengan disebutkan tiga buah kitab yang tersebut berarti ada 27 buah karya beliau yang telah dikenal pasti karena Hujjatul Balighah ternyata bukan karya Syeikh Abdur Rauf bin Ali al-Fansuri, judul itu terpaksa digugurkan dari serangkaian yang telah lalu. Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya.

Murid beliau sangat banyak yang berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal ialah SyekhBurhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat).

Al Singkili bahkan pernah menulis karya berjudul Mir’at at Thullab yang membahas masalah-masalah fiqh dan hukum. Di dalam karya ini dibahas tentang syarat-syarat dan aturan menjadi hakim dan penegakan hukum Islam. Al Singkili juga menulis tentang fiqh muamalat dan menulis tafsir al Qur’an dengan judul Tarjuman al Mustafid yang terbit untuk pertama kali justru di Timur Tengah dan bukan di Indonesia.

Azyumardi Azra menyatakan bahwa banyak karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:

  • Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab. Karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin.
  • Tarjuman al-Mustafid. Merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.
  • Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi. Kitab ini ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.
  • Mawa'iz al-Badî'. Berisi sejumlah nasehat penting dalam pembinaan akhlak.
  • Tanbih al-Masyi. Kitab ini merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
  • Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud. Memuat penjelasan tentang konsep wahadatul wujud.
  • Daqâiq al-Hurf. Pengajaran mengenai taswuf dan teologi.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA