Apa yang dimaksud dengan prinsip sustainable development?


A. “Keberlanjutan” (Sustainability) dan “Pembangunan Berkelanjutan” (Sustainable Development)[1]

Desta Mebratu, dalam jurnalnya yang berjudul Sustainability and Sustainable Development: Historical and Conceptual Review telah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “keberlanjutan” (sustainability) adalah suatu ajaran yang mengandung komponen yang kuat tentang hidup selaras dengan alam. Sedangkan yang dimaksud dengan “pembangunan berkelanjutan” (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan hidup masa sekarang tanpa mengganggu kepentingan generasi yang akan datang guna memenuhi kebutuhan hidup mereka. Definisi tersebut dicetuskan oleh UN-World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987.

Dalam literatur lain, Bell dan McGillivrai menyatakan bahwa makna sustainable Development setidaknya dapat ditafsirkan menjadi dua makna yang berlawanan. Pendapat pertama disebut “weak sustainability”. Pandangan ini berpendapat bahwa sumber daya alam saat ini dapat dikonsumsi atau “dikorbankan”, apabila hal yang demikian ini dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan tidak menggunakan sumber daya alam tersebut. Adapun sumber daya yang dimaksud di dalam penafsiran ini tidak hanya meliputi sumber daya lingkungan, melainkan juga sumber daya manusia dan pengetahuan. Dengan demikian, manusia tidak perlu khawatir terhadap sebuah sumber daya lingkungan sepanjang manusia dapat menciptakan gantinya yang bernilai sama atau bahkan lebih baik. Lain halnya dengan pandangan kedua disebut sebagai “strong sustainability”, pandangan ini menyatakan bahwa sumber daya alam merupakan sesuatu yang tidak dapat tergantikan, dengan kata lain penurunan atau hilangnya sumber daya tidak akan dapat disubstitusi dengan buatan manusia.

Perdebatan antara kedua tafsiran di atas, melahirkan suatu alternatif baru yang disebut dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang harus dipandang sebagai sebuah perlindungan terhadap critical natural capital. Berdasarkan pendapat Constanza dan Daly yang dikutip oleh Common dan Stagl, terdapat dua kondisi minimum dalam hal keberlakuan pembangunan berkelanjutan, yakni:

1)      sumber daya alam yang dapat diperbarui hanya boleh dieksploitasi sampai pada batas yang efisien, sehingga memungkinkan natural capital dapat kembali lagi;

2)      hasil eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui harus diinvestasi ulang dalam rangka pemulihan sumber daya alam yang terbarui. Dengan kata lain, hal yang demikian ini diarahkan untuk membiayai natural capital.

B. Perkembangan, Hubungan dan Implikasi Logis antara Konsep “Keberlanjutan” (Sustainability) dan “Pembangunan Berkelanjutan” (Sustainable Development)[2]

Definisi mengenai sustainability dan sustainable Development sesungguhnya tidak sepenuhnya disepakati oleh beberapa pihak. Bahkan, gagasan mengenai sustainable development telah melewati masa yang panjang dan kerap diwarnai dengan berbagai perdebatan. Secara bertahap, evolusi konsep tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian, yakni: 1) Sebelum Stockholm; 2) dari Stockholm ke WCED; dan 3) setelah WCED.

Pada masa sebelum Stockholm, kepercayaan adat dan tradisi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam sejarahnya, kepercayaan yang berkembang di kehidupan manusia sejak zaman nomaden, berburu dan meramu telah mengajarkan manusia untuk menganggap penting suatu hubungan yang dilakukan oleh manusia dengan makhluk lain yang bukan manusia. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan manusia bahwa manusia selalu membutuhkan udara, tanah, air dan makhluk hidup lainnya. Mengingat pada masa itu manusia sangat bergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Konsep yang demikian ini kian berkembang seiring dengan majunya peradaban manusia yang mulai menetap di suatu tempat dan melakukan kegiatan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhannya.

Kepercayaan adat dan tradisi di Afrika adalah salah satu contoh kepercayaan kuno yang menganggap bahwa manusia bukanlah penguasa alam semesta, melainkan hanya pusat, teman, penerima, dan pengguna. Dengan demikian, manusia harus hidup harmonis dengan alam semesta, mematuhi hukum alam, moral dan perintah mistis. Apabila terlalu mengacau, tentu manusia itu sendirilah yang akan menjadi pihak yang paling menderita. Adapun pelajaran penting yang dapat diambil dari kepercayaan adat dan tradisional adalah mengenai pandangan holistik. Pandangan ini mengejarkan cara pandang terhadap sesuatu yang dilakukan dengan konsep pengakuan bahwa suatu hal yang utuh terdiri dari sebuah kesatuan yang lebih penting daripada bagian-bagian yang membentuknya.

Dalam perkembangannya, konsep ini kemudian dilihat dari sudut pandang ekonomi dan “teori keterbatasan”. Thomas Robert Malthus adalah seorang ilmuan yang berasumsi bahwa batas pertumbuhan terjadi karena kelangkaan sumber daya alam. Adapun salah satu penyebabnya adalah akibat perbuatan keji dari munculnya revolusi industri. Namun William Goldwin and Marquis de Condorcet yang menyanggah asumsi Malthus dengan menyatakan bahwa keburukan dan penderitaan yang ada di masyarakat bukan karena kejahatan manusia, melainkan karena kesuburan manusia yang pada akhirnya akan menyebabkan overpopulasi.

Konsep mengenai sustainable development pun terus mengalami perubahan hingga pada fase politik ekonomi dan “skala” Organisasi. Dalam fase ini, Teknologi yang patut, diperlukan untuk mengembangkan dunia dengan baik. Beberapa ahli percaya bahwa konsep teknologi yang patut (yang didefinisikan sebagai teknologi yang meletakkan memperhatikan keahlian, tingkat populasi dan ketersediaan sumber daya alam) akan menjadi pendahulu konsep sustainable development.

Fase transisi dari Stockholm ke WCED ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi PBB pada tahun 1972 yang mengenalkan “pentingnya pengelolaan lingkungan dan kegunaan penilaian lingkungan sebagai alat pengelolaan” sebagai langkah utama untuk mengembangkan konsep sustainable development ke depannya. Perkembangan yang dirasa cukup signifikan ini, turut membawa berkembangnya istilah yang berbeda-beda, seperti, “lingkungan dan pembangunan”; “pembangunan dan pengerusakan”; dan “lingkungan seperti pembangunan”. Namun pada akhirnya istilah eco-development yang digunakan di dalam ulasan program lingkungan PBB pada tahun 1978. Pada saat itulah bahwa ide lingkungan dan pembangunan membutuhkan pertimbangan secara bersama diperkenalkan secara internasional.

Meskipun istilah sustainable development tidak terdapat di dalam teks, namun terdapat bagian yang berjudul “Living Resource Conservation for sustainable Development”, yang kemudian diangkat oleh WECD dalam laporannya yang berjudul Our Common Future/Brutland Comission beberapa tahun kemudian. Sustainable Development didefinisikan sebagai “pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Definisi ini mengandung dua konsep, yakni:

  • Konsep “kebutuhan”, yang secara umum merupakan kebutuhan penting dari orang miskin di dunia, yang merupakan prioritas utama yang seharusnya diberikan.
  • Ide keterbatasan dikenakan oleh negara teknologi dan organisasi sosial pada kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa datang.

Pada masa setelah WCED, sustainable development sukses diterima dan menjadi elemen penting dalam wacana lingkungan. Namun disisi lain menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda di dalam masyarakat. Selain itu, pasca WCED diselenggarakan pula Konferensi Rio pada tahun 1992, yang mana telah dimulai sejak tahun 1989 yang kemudian menciptakan laporan nasional yang meliputi aspek lingkungan dan pembangunan nasional saat ini dan menyusun rencana untuk mendukung sustainable development dalam konteks nasional. UNCED pun menghasilkan dokumen internasional utama seperti Deklarasi Rio, Agenda 21, Konvensi Disertifikasi, Biodiversity, dan Perubahan Iklim.

C.    Cara Untuk Mewujudnyatakan Konsep Pembangunan Berkelanjutan[3]

Dalam mewujudnyatakan konsep pembangunan berkelanjutan ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, antara lain:

1)      Prinsip Keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity)

Keadilan intra generasi merupakan keadilan yang ditujukan pada mereka yang hidup di dalam satu generasi. Kuehn membagi keadilan lingkungan menjadi empat kategori yakni sebagai keadilan distributif, keadilan korektif, keadilan prosedural dan keadilan sosial.

2)      Prinsip Keadilan antar generasi (intergenerational equity)

Prinsip ini menekankan bahwa dalam pembangunan harus ada keseimbangan keadilan bagi generasi yang saat ini termasuk keadilan bagi generasi yang akan datang, baik dalam perlindungan opsi (opsi keanekaragaman sumber daya yang tersedia), kualitas (kualitas sumber daya alam yang sama), dan akses sebagai hak atas lingkungan yang baik.

3)      Prinsip Pencegahan (the principle of preventive action)

Prinsip ini adalah prinsip yang ditujukan untuk pencegahan risiko yang dapat terjadi setelah mengetahui informasi tentang hasil yang mungkin terjadi.

4)      Prinsip Kehati-hatian (the precautionary principle)

Prinsip ini bertujuan untuk mencegah pencemaran dengan memperkirakan secara seksama potensi timbulnya pencemaran. Prinsip ini dilakukan dengan melakukan beberapa kewajiban seperti pelarangan terhadap penurunan kondisi lingkungan saat ini, penggunaan sumber daya alam secara ekonomi efisiensi, kewajiban untuk membuat pembatasan terhadap penggunaan dan pemasaran bahan-bahan limbah. Diambilnya langkah kehati-hatian ini dilakukan sebelum kepastian ilmiah akan sebab dan akibat yang dapat diperoleh.

5)      Prinsip Pencemar membayar (the polluter-pays principle)

Secara teoritis, prinsip pencemar berbayar pada dasarnya merupakan sebuah kebijakan ekonomi dalam rangka pengalokasian biaya-biaya bagi pencemaran dan kerusakan lingkungan tetapi kemudian memiliki implikasi bagi perkembangan hukum lingkungan terkait masalah ganti kerugian atau dengan biaya-biaya lingkungan yang diperlukan dalam upaya pemulihan kondisi lingkungan.

D.   Mungkinkah "pembangunan berkelanjutan" diwujudkan? Apakah situasi global dewasa ini kondusif bagi pewujudannya?

Sebelum dapat menyatakan apakah mungkin konsep pembangunan berkelanjutan diwujudnyatakan, kita perlu melakukan observasi atas situasi global dewasa ini. Saat ini kita hidup di dunia di mana ketimpangan terus meningkat dan jutaan orang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka walaupun hutan terus ditebangi, sumber daya mineral- seperti tambang dan bahan bakar fosil dimanfaatkan sampai pada tingkat yang sama sekali tidak berkelanjutan demi meningkatkan kemampuan perekonomian suatu Negara.

Pada dasarnya upaya pembangunan suatu Negara tidak dapat dilepaskan dari kegiatan perekonomian yang sering tidak sejalan dengan kepentingan pelestarian lingkungan. Misalnya suatu Negara rela melakukan eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan demi mengejar keuntungan dan pencapaian target pertumbuhan ekonomi meskipun harus membayar harga dengan mengesampingkan pelestarian lingkungan yang ingin menjaga kestabilan dan keberlanjutan. Pendapat tersebut dibuktikan dengan beberapa tren yang menunjukkan peningkatan emisi gas rumah kaca, terancamnya sumber daya terbarukan, rusaknya habitat alami, hingga keanekaragaman hayati yang mulai hilang.

Dalam hal pertumbuhan ekonomi Walt Whitman Rostow membagi pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahapan antara lain tahap masyarakat tradisional (the traditional society), tahap pembentukan prasyarat tinggal landas (the preconditions for take off), tahap tinggal landas (the take-off), tahap pergerakan menuju kematangan ekonomi (the drive to maturity), tahap era konsumsi-massal tingkat tinggi (the age of high mass-consumption).

Ketika suatu Negara maju telah mencapai tahap era konsumsi-massal tingkat tinggi, perhatian masyarakat akan lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. Hal ini secara garis lurus akan menjadi masalah ketika permintaan konsumsi yang tinggi tidak dapat terpenuhi oleh pasar dalam negeri sehingga Negara maju mencari pemenuhan kebutuhan kepada Negara berkembang yang berlimpah sumber daya alam. Sebaliknya dengan pola pikir ingin meningkatkan pertumbuhan perekonomian, Negara berkembang secara sadar melakukan eksploitasi sumber daya alam yang tidak mempertimbangkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Kondisi ini pun semakin sulit ketika didukung dengan kebijakan ekonomi liberal perdagangan atau perdagangan bebas yang memudahkan akses perdagangan antar Negara tanpa regulasi yang terlalu ketat.

Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah apa kaitan kebijakan liberalisasi perdagangan dengan meningkatnya pengelolaan sumber daya alam yang merusak lingkungan?

Agenda utama liberalisasi perdagangan adalah mereduksi hambatan perdagangan (trade barriers) baik untuk barang, jasa, hak milik intelektual maupun investasi. Dalam perjalanannya, konsep globalisasi tersebut mengalami perubahan dengan terbentuknya kelompok perdagangan berdasarkan kedekatan wilayah (integrasi regional) atau berdasarkan skala ekonomi. Implementasi adanya fenomena tersebut adalah terbentuknya berbagai Free Trade Area (FTA).

Sebagian besar teori menyatakan bahwa globalisasi dalam bentuk integrasi regional akan menghasilkan manfaat yang setara. Keunggulan komparatif yang dimiliki anggota blok perdagangan bukan bertujuan menggusur pangsa pasar negara tertentu, tetapi lebih pada pemenuhan permintaan secara bersama-sama. Liberalisasi perdagangan di Asia terbukti dapat meningkatkan perdagangan, terutama jika mengikuti keanggotaan Regional Trading Arrangement (RTA). Hasil survei menunjukkan bahwa 32% perusahaan-perusahaan di China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand telah memanfaatkan keberadaan FTA dengan baik. Namun demikian, terdapat juga beberapa pendapat yang bersifat kontra, misalnya FTA kurang membawa dampak terhadap peningkatan kinerja sektor manufaktur. Hasil penelitian terhadap negara-negara Afrika menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan meningkatkan pendapatan masyarakat dan berujung terhadap peningkatan permintaan produk untuk kebutuhan domestik. Saat industri domestik belum siap, maka mereka menghasilkan peningkatan impor yang signifikan dan yang terjadi bukanlah perbaikan ekonomi, melainkan memburuknya neraca perdagangan (balance of trade).[4]

Seperti yang dijelaskan di atas, dalam liberalisasi perdagangan tujuan yang paling dikejar adalah pertumbuhan ekonomi-khususnya usaha dalam meningkatkan daya saing ekspor- walaupun harus dibayar dengan biaya lingkungan yang tinggi. Sejalan dengan usaha tersebut dampak logis yang timbul selain peningkatan konsumsi adalah pemborosan sumber daya alam hingga polusi transportasi. Bahkan dalam beberapa keadaan aturan perdagangan lebih diutamakan daripada aturan perlindungan lingkungan. Selain itu liberalisasi perdagangan yang awalnya bertujuan untuk meratakan pertumbuhan ekonomi nyatanya semakin meninggikan kesenjangan antara pihak yang telah kaya dan miskin di masyarakat global.

Dari penjelasan di atas dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa situasi global yang lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan manusia tanpa mempertimbangkan perlunya pelestarian lingkungan membuat prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan tidak dapat dilaksanakan secara kondusif dan menyeluruh dalam seluruh  aspek hidup manusia.

E. Dapatkah "pembangunan berkelanjutan" diwujudkan dengan mempertahankan pandangan-hidup dan cara-hidup manusia dewasa ini, ataukah harus diadakan berbagai perubahan dan penyesuaian?

Ada beberapa pandangan maupun cara hidup manusia dewasa ini yang perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian demi terwujudnya pembangunan berkelanjutan, antara lain:

1) demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, banyak pemerintah di negara berkembang yang berusaha untuk bersaing di perdagangan bebas dengan menjual komoditas sumber daya alam mentah seperti kayu gelondongan yang harganya tidak begitu tinggi, sehingga membuat tindakan eksploitasi sumber daya alam hutan menjadi tidak terkendali. Maka dari itu perubahan cara hidup pertama yang mesti diubah adalah komoditas yang dijual di pasar bebas adalah komoditas yang telah diolah sehingga nilai jual lebih tinggi seperti furnitur berbahan dasar kayu.

2)  pandangan hidup yang harus diubah atau disesuaikan adalah pandangan untuk memenuhi kebutuhan saat ini dengan melimpah. Pandangan hidup yang benar adalah pandangan hidup yang memikirkan kondisi di waktu yang akan datang atau dengan kata lain, tidak rakus dalam menggunakan sumber daya alam. Ketika pemerintah dan masyarakat dalam satu negara memiliki pandangan hidup yang memenuhi kebutuhan saat ini secara berkecukupan dan menerapkan prinsip keadilan intra maupun antar generasi maka pemanfaatan sumber daya alam akan tetap berkelanjutan.

3)  pandangan hidup yang harus disesuaikan adalah tolak ukur keberhasilan pertumbuhan ekonomi. Sejatinya tujuan dari pertumbuhan ekonomi yang baik adalah keadilan dan pemerataan kondisi perekonomian dalam suatu negara, jika ternyata pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi kesenjangan ekonomi maupun sosial tetap terjadi maka hal tersebut menjadi sia-sia.

4)    cara hidup yang menyadari bahwa demi keberlangsungan hidup manusia, maka manusia harus menjaga kestabilan alam. Contoh nyata yang telah dikerjakan adalah The Body Shop, dimana dalam melakukan perdagangan mereka menyadari perannya sebagai penjaga kestabilan alam sehingga The Body Shop menggelar dan mengajak pelanggannya untuk turut serta mengambil bagian dalam kampanye kelestarian keanekaragaman hayati di Hutan Batang Toru, Sumatera Utara. The Body Shop International juga memberikan donasi sebesar 50.000 Poundsterling pada tahun 2016 ini. Donasi akan disalurkan melalui mitra lokal dan untuk tahap awal  akan  dialokasikan  untuk  upaya  pembentukan  Forest  Management  Unit,  investigasi  lahan  untuk pengembangan bio-bridge, dan proses hukum untuk memastikan status perlindungan bagi lokasi-lokasi kunci pengembangan bio-bridge. 

5)   kemudian perlu dipahami bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini juga terjadi karena sampah-sampah yang tidak sepenuhnya dapat diolah oleh masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu adanya perubahan cari hidup masyarakat dengan menerapkan sistem 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle). Reuse berarti menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya. Reduce berarti mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah. Sedangkan Recycle berarti mengolah kembali (daur ulang) sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat.

Untuk mengunduh versi .pdf klik disini

Illustrasi: Environmental Defense Fund



Sebagian besar diambil dari Desta Mebratu, Sustainability And Sustainable Development: Historical And Conceptual Review, Environmental Impact Assesment Review 18: 493-520.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA