Apa perbedaan manusia dengan hewan berkaitan dengan proses kejadian atau penciptaannya

Penciptaan Manusia dari Tanah serta Potensi Kesombongannya

(Sebuah Refleksi)

Ditulis oleh : Drs. Zulkarnain M.H./KMS. Langsa

Allah menciptakan manusia dari unsur tanah. Dalam salah satu hadist disebutkan “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dari gumpalan tanah yang diambil dari seluruh tempat yang ada di bumi”.  Jika Allah menghendaki bisa saja manusia diciptakan dari unsur yang lain. Tentu sangatlah mudah bagi Allah. Bisa saja diciptakan manusia dari unsur cahaya seperti malaikat atau dari api seperti bangsa iblis atau dari unsur lain seperti emas, perak,  tembaga atau dari bahan plastik biar sangat lentur dan panjang umur seribu tahun atau bisa saja dari unsur yang belum pernah kita tahu manusia, tentu Allah yang maha kuasa sangat mampu. Tetapi justru manusia diciptakan  dari tanah yang kita  pijak setiap saat. Menurut pemahaman keislaman kita tidaklah mungkin Allah ciptakan manusia berasal dari unsur tanah tanpa maksud dan rahasia tertentu, luar biasanya Allah menyebut penciptaan ini adalah sebaik-baik ciptaan (Al Quran surat at-Tin : 4).

Hadis yang disebutkan di atas sinkron dengan temuan penelitian bahwa unsur-unsur yang terdapat pada tubuh manusia juga terdapat di dalam tanah. Tubuh manusia terdiri atas air (kadarnya antara 54-70%), lemak (14-26%), protein (11-17%), karbohidrat (10%), dan unsur-unsur anorganik (5-6%). Jika kandungan itu diurai ke dalam unsur-unsur dasarnya maka akan didapat hasil bahwa tubuh manusia terdiri atas oksigen (65%), karbon (18%), hydrogen (10%), nitrogen (3%), kalsium (1,40%), fosfor (0,70%), sulfur (0,20%), potassium (0,18%), sodium (0,10%), klor (0,10%), magnesium (0,054%), dan beberapa unsur lain (0,014%), seperti yodium, fluor, brom, besi, tembaga, mangan, seng, krom, kobalt, nikel, molihdenum, vanadium, silicon, dan aluminium. Unsur-unsur kimia yang dikandung tanah tidak berbeda dengan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tubuh manusia. Sesuai dengan teks Al-Quran surah al Mukminun ayat 12 menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari sari pati tanah (Al Quran surah almukminun: 12).

Tubuh manusia secara jasmaniah oleh Quran sendiri dikatakan lemah (Quran surat an-Nisa ayat 28) terbukti bahwa tubuh yang terbungkus oleh daging sangat rentan kepada alam sekitarnya, mudah sakit, kotor, sesudah mati mudah sekali membusuk.

Patut direnungkan bahwa selama 34 kali di dalam sholat wajib sehari semalam kepala bagian tubuh paling mulia di tubuh manusia harus “menyungkurkan diri” dengan bersujud ke atas tanah tempat asal muasal kejadiannya, belum termasuk sholat-sholat sunnah. Semua ini pasti mengandung pelajaran untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Pasti ada rahasia tertentu mengapa ibadah yang diberikan kepada manusia lebih banyak gerakan meletakkan kepala yang dimuliakan kepada tanah yang menjadi asal usul kejadiannya tempatnya berpijak kemanapun. Jawaban yang sering kita dengan adalah sebagai perwujudan kehambaan kita kepada sang Khalik. Tetapi secara hakiki semua ibadah apapun Allah tidak memerlukannya karena Allah maha sempurna dan tidak bergantung kepada apapun termasuk sujudnya manusia. Jadi sebenarnya pelajaran yang terbaik dari sujud itu sendiri adalah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri.

Kalau kita feedback bahwa ketika manusia diciptakan malaikat sedikit “protes” kepada Allah taala sementara iblis bukan hanya protes tapi membangkang tidak mau sujud kepada manusia meski dia harus terdepak dari surga akibat kesombongan dan keangkuhannya atau sikap takabbur dalam bahasa syariat. Perbuatan iblis hanya karena kesombongan asal kejadiannya yg terbuat dari api. Tetapi benarkah iblis paling sombong dan paling dholim. Jawabannya tentu tidak. Sesombong sombongnya iblis tidak ada yang sampai memaklumatkan dirinya sebagai  tuhan seperti Raja Firaun,  sifat sombong karena kekayaannya seperti Qarun. Iblis hanya tergelincir menjadi durhaka karena sombong pada asal kejadiannya yang dianggapnya lebih mulia dari pada manusia.

Rahasia sesungguhnya penciptaan manusia dari tanah, tempat kematian ke tanah, sujudpun ke tanah, sesungguhnya memang Allah yang maha tahu Tetapi dari ayat ayatNya dapat diketahui bahwa manusia punya watak untuk menyombongkan diri yang luar biasa, semua menjadi bahan kesombongan, sombong karena harta, keturunan,  pangkat jabatan dan sering berlaku dholim atau melampaui batas. Jika kebaikan yang diperolehnya manusia sangat bakhil dan jika keburukan yang didapat manusia selalu berkeluh kesah.

Tabiat kesombongan dan keangkuhan manusia telah ada sejak  ketika Allah menawarkan kepada semua makhluk yang ada untuk memegang amanah menjalankan syariat namun tidak satupun yg sanggup memegang amanah ini, kecuali manusia. Bumi, langit, gunung-gunung semua tak sanggup mengemban amanah kholifah fil ardh, sebagaimana firman Allah surah al Ahzab 72 “ sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu dholim dan amat bodoh”.

Potensi kesombongan yang bernaung di dalam diri manusia tersebut sejalan dengan hakikat diri manusia yang tercipta dari tanah, perintah untuk bersujud ke tanah dan jika mati dikembalikan ke tanah  agar manusia senantiasa sadar dia tercipta dari tanah dan sari pati tanah yang hina. Dengan begitu potensi tersebut tidak berkembang menjadi jadi. Itu juga belum cukup menyelamatkan manusia dari sikap kesombongannya kecuali senantiasa memohon perlindungan dan hidayah Allah.

 Dalam salah satu hadist qudsi disebutkan “Allah berfirman sifat sombong itu selendangKu dan keagungan itu pakaianKu. Barangsiapa menentangKu dari keduanya maka Aku akan masukkan ia ke neraka jahannam (HR. Muslim, Abu Dawud dan Ahmad). Dari hadist tersebut dapat dipahami demikian sangat benci dan murkanya Allah kepada sifat sombong yang ada pada diri manusia. Oleh karena itu sangat korelatif sekali antara potensi kesombongan manusia dan hakikat penciptaan manusia dari tanah, sujud ke tanah dan kembali ke tanah agar manusia bisa dapat meredam potensi kesombongan tadi selamanya. Utamanya di saat bulan Ramadhan karena kwantitas mensujudkan diri kepada tanah tempat asal muasalnya diciptakan lebih di banding bulan-bulan yang lain.

Sebaliknya dibalik potensi kesombongan keangkuhan manusia tersebut manusia adalah makhluk paling mulia dengan kesempurnaan akal dan kalbu serta fitrah kesucian yang mampu mengakomodirdan mengantisipasi semua gejolak dan amarah nafsu yang dapat mengangkatnya mencapai derajat mulia dari semua makhluk ciptaan Allah. Para Rasul, anbiya, waliyullah, orang beriman yang soleh dan syuhada  adalah manusia pilihan yang mengalahkan kemulian makhluk Allah yang lain. Rosul Muhammad sebagai manusia telah mendapatkan posisi puncak sebagai kekasih Allah (khabibullah) bukannya malaikat yang tugasnya hanya beribadah saja. Demikian semoga Ramadhan dapat menempa diri kita menjadi orang yang berakhlakul karimah jauh dari sikap sombong karena kita hanyalah tercipta dari saripati tanah atau air yang hina. Subhanallah wallahu a’lam.

Ketika saya tinggal di Amerika, saya mempunyai kesempatan berkunjung ke Rocky Mountains, pegunungan yang menjulang sepanjang 4,800 km, dari British Columbia di Kanada sampai ke New Mexico di Amerika. Sungguh pemandangan yang begitu indah dan mengesankan. Tanah, sungai, bunga-bunga, rumput, pohon-pohon dari yang kecil sampai yang besar seolah-olah memuji Tuhan dan semuanya mencerminkan keagungan Pencipta mereka. Keriangan ini ditambah dengan keindahan begitu banyak binatang liar, seperti elk (sejenis rusa yang besar) yang berdiri dengan gagah, binatang menyusui yang lain berlari dengan leluasa dan burung-burung serta kupu-kupu yang terbang dengan bebas seolah-olah semuanya ingin memuji Tuhan. Dalam keindahan ini, saya memuji Tuhan akan kebesaran karya ciptaan-Nya, dan pada saat yang bersamaan menyadari keberadaan saya yang diciptakan oleh Tuhan untuk dapat memuliakan-Nya dengan cara yang berbeda. Semuanya, dari batu-batuan, bukit dan lembah, tumbuhan, binatang dan manusia diciptakan oleh Tuhan, dengan derajat kesempurnaan yang berbeda-beda, sehingga masing-masing dapat memberikan kemuliaan bagi nama Tuhan. Namun, manusia menempati suatu tempat yang istimewa, yang membedakannya dengan tumbuhan dan binatang, sehingga pemazmur mengatakan “apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm 8:4).

Manusia sebagai ‘hewan’ yang rasional (rational animal)

Mari kita mencoba menganalisanya dari definisi manusia. Bagi yang belum pernah mendengar tentang definisi manusia menurut filosofi, mungkin akan kaget kalau manusia didefinisikan sebagai “binatang yang rasional atau berakal budi”. Definisi ini adalah berdasarkan akan pembagian “genus” dan “specific difference“. Genus mengindikasikan hakekat dari sesuatu dalam lingkup yang cukup luas, sedangkan specific difference merujuk kepada pengkategorian yang lebih spesifik. Sebagai contoh, binatang adalah genus dan kemudian dibagi menjadi specific difference, seperti: binatang melata, binatang menyusui, dll. Dalam bukunya “An introduction to the Categories of Aristotle“, filsuf Yunani, Porphyry, menjabarkan pembagian berdasarkan genus dari hakekat (substansi), sehingga menghasilkan manusia sebagai binatang yang berakal budi. Berikut ini adalah pembagiannya:

substansi —> non-material (spiritual)

—> material —> mati (mineral)

—> hidup —> bukan hewan (non-sentient) / tumbuhan

—> hewan (sentient) —> tidak berakal budi

—> berakal budi (manusia)

Dari penjabaran di atas, maka kita dapat melihat bahwa manusia adalah termasuk dalam kategori material (karena mempunyai tubuh) yang hidup  dan termasuk dalam kategori sentient (hewan) yang berakal budi, yang merupakan satu spesies, yang lengkap dan tidak dapat dibagi lagi. Kita tidak perlu untuk merasa tersinggung dengan pembagian ini, yang seolah-olah manusia disejajarkan dengan binatang. Pada saat Alkitab mengatakan bahwa kita diciptakan menurut gambaran Allah (lih. Kej 1:26), maka ini mengacu kepada akal budi yang dipunyai oleh manusia. Oleh karena itu, orang yang tidak menggunakan akal budi sebagaimana mestinya, maka orang tersebut berlaku sebagaimana layaknya hewan. Orang yang menggunakan seksualitas hanya berdasarkan nafsu semata tanpa adanya kasih, merendahkan dirinya sendiri pada tingkat hewan. Orang yang serakah, yang tidak mau  mengingat dan membagi pada sesama yang membutuhkan menjadi tidak berbeda dengan hewan. Orang yang hanya memikirkan kesenangan lahiriah belaka, tanpa memikirkan sesuatu yang bersifat spiritual, tidak mempunyai perbedaan dengan hewan yang tidak mempunyai rasio atau akal budi.

Rasionalitas inilah yang membedakan manusia dengan binatang, karena dengan rasionalitasnya, manusia mempunyai kemampuan 1) untuk membentuk konsep yang universal, 2) untuk membuat pertimbangan dengan menggabungkan (atau membagi) konsep, dan 3) menggabungkan beberapa pertimbangan dalam suatu logika yang berhubungan satu sama lain atau silogisme (syllogism), sehingga dapat menghasilkan pertimbangan yang baru, yang dinamakan kesimpulan. Kita melihat bagaimana anak kecil yang dapat mengatakan beberapa boneka yang menyerupai anjing sebagai boneka anjing, walaupun bentuk, warna, besar dari mainan tersebut berbeda, karena dia dapat menangkap esensi atau universality dari sesuatu, dalam hal ini, anjing. Kita juga melihat bahwa orang berkecimpung di dalam dunia bisnis dapat menganalisa, membuat sintesis dari beberapa kenyataan, sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan baik. Dan kemampuan silogisme dari manusia ditunjukkan dalam setiap proses berfikir setiap hari, seperti: 1) Semua pengajaran Gereja Katolik adalah benar, 2) Baptisan penting untuk keselamatan adalah pengajaran Gereja Katolik, 3) kesimpulannya adalah Baptisan penting untuk keselamatan adalah benar. Hanya manusia yang mempunyai semua kemampuan ini, dan tentu saja, kita dapat menambahkan malaikat dengan derajat yang lebih sempurna dan Tuhan dalam derajat yang paling sempurna.

Tentang kodrat dari hidup

Kalau kita ingin membandingkan antara semua mahluk hidup: tumbuhan, binatang dan manusia, maka kita harus mulai dari definisi kata “hidup“. Secara prinsip, hidup (life) merupakan suatu kapasitas untuk dapat bergerak sendiri. St. Thomas mengikuti jejak dari Aristoteles mengatakan bahwa segala sesuatu dikatakan hidup karena mereka bergerak sendiri oleh semacam gerakan, ((St. Thomas Aquinas, ST, I, 1.18, a.1)) dan gerakan ini adalah dari dalam diri sendiri dan bukan dari faktor luar. Di dalam dunia materi, kehidupan ditandai oleh suatu gerakan dari dalam, yang menghasilkan suatu pertumbuhan. Dan pergerakan ini dimungkinkan karena adanya beberapa bagian atau organ yang saling berhubungan, sehingga terjadi suatu gerakan maupun pertumbuhan. Yang perlu ditekankan di sini adalah pergerakan (movement) tidak hanya diartikan secara sempit – perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain – namun juga dalam arti luas, yaitu suatu operasi yang datang dari dalam. Jadi dalam hal ini, sesuatu disebut hidup kalau mempunyai operasi yang disebabkan oleh sesuatu dari dalam. Mainan tidak dapat disebut benda hidup, karena pergerakannya dikarenakan faktor luar, seperti baterai. Sebaliknya, tumbuhan adalah mahluk hidup karena dapat bertumbuh sendiri karena suatu pergerakan dari dalam.

Prinsip dari operasi dalam kehidupan ini  dimanifestasikan sebagai 1) nutrisi (nutrition), 2) pertumbuhan (growth), 3) reproduksi (reproduction), 4) daya gerak (locomotive), 5) pengetahuan rasional (rational knowlege), 6) keinginan (desire) yang disebabkan oleh pengetahuan perasa (sense knowledge / sense appetite) atau pengetahuan rasional (rational knowledge) . Prinsip dari semua pergerakan (dari dalam) dan semua manifestasi di atas disebut jiwa. Oleh karena itu, jiwa adalah prinsip utama dari hidup, dimana tanpa jiwa tidak ada kehidupan.

Tingkatan kehidupan berdasarkan pergerakan

Mari sekarang kita melihat tingkatan dari hidup. Kita melihat di sekitar kita, bahwa ada suatu hirarki atau tingkatan kehidupan, dari tumbuhan, binatang, manusia, malaikat. Masing-masing mempunyai tingkat kesempurnaan, yang terletak pada derajat partisipasi dalam kesempurnaan Allah. Tingkat kesempurnaan ini dibagi tiga, yang terdiri dari tumbuhan, binatang dan binatang rasional, dan tentu saja ada malaikat dan Allah sendiri.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa hidup ditandai oleh pergerakan. Semakin pergerakan tersebut sempurna, maka tingkat hidup mereka akan semakin sempurna. Tingkat yang paling bawah berdasarkan kategori ini adalah tumbuhan. Mereka bergerak sendiri berdasarkan operasi tumbuhan (vegetative operation), seperti: mengambil makanan (nutritive), pertumbuhan, reproduksi. Namun, pergerakan mereka hanyalah mengikuti apa yang telah diberikan Tuhan di dalam kodrat mereka sebagai tanaman. Bunga mawar tidak dapat berlari untuk menghindari kucing yang akan merusak keindahan bunganya.

Tingkat yang lebih tinggi dari tumbuhan adalah binatang, karena mereka mempunyai semua yang dimiliki tumbuhan ditambah dengan sense knowledge atau mungkin dapat diterjemahkan sebagai pengetahuan perasa. Hal ini memungkinkan binatang mempunyai kemampuan bergerak untuk mendapatkan sesuatu yang baik maupun menghindari sesuatu yang buruk. Dengan demikian, aktivitas yang dilakukan oleh mereka, seperti: makan, berburu, lari, dll didasarkan pada pengetahuan yang didapatkan melalui operasi dari sense knowledge, yang dilakukan bersama dengan insting (instinct). Semakin sempurna indera (sense) dari binatang, maka semakin sempurna juga pergerakan mereka. Oleh karena itu, kapasitas sense knowledge dari binatang senantiasa berbarengan dengan kapasitas pergerakan, sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk mendapatkan yang baik dan menghindari yang jahat.

Oleh karena itu, pergerakan binatang lebih sempurna dibandingkan dengan pergerakan tumbuhan, karena didasarkan oleh tindakan mereka untuk merasakan sesuatu. Melalui sensasi, mereka mempunyai masukan yang sesungguhnya yang dimanifestasikan dalam tindakan mereka. Mereka juga mempunyai fungsi yang berhubungan dengan indera-indera, daya penggerak, dan juga pergerakan selera, sehingga mereka secara kodrat dapat menginginkan, takut, menyenangi atau membenci obyek yang mereka rasakan. Daya pergerakan (locomotive) dan pergerakan selera (appetite) dari binatang mengikuti pengetahuan perasa (sense knowledge) mereka. Kita melihat bahwa kalau kucing didatangi majikannya yang menyanyanginya dan senantiasa memberi dia makan, maka dia akan mendekat. Sebaliknya, kalau dia didatangi oleh anjing, dia akan tahu bahwa ada bahaya yang mendekat, sehingga dia lari atau berusaha untuk bertahan kalau tidak mungkin lari. Dan hal-hal ini tidak dipunyai oleh tanaman.

Namun, pergerakan dari binatang hanyalah didasarkan dari insting mereka, dan mereka tidak dapat menentukan tujuan akhir dari pergerakan mereka. ((St. Thomas Aquinas, ST, I, q.18, a.3)). Walaupun laba-laba dapat membuat jaring yang indah, namun, dia tidak menentukan secara sadar dan memberikan pertimbangan akan ukuran, besaran dari jaring-jaring tersebut dari awal, sehingga mencapai suatu ukuran yang telah dipikirkan sebelumnya. Semua yang dilakukannya bukanlah pada perencanaan berdasarkan suatu tujuan akhir, namun hanya berdasarkan instingnya untuk membuat sarang dan mendapatkan makanan.

Pada tingkat yang lebih tinggi dari binatang adalah binatang yang berakal budi, atau manusia. Manusia mempunyai pergerakan yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang, yang dimungkinkan karena manusia mempunyai akal budi, sehingga manusia dapat mengatur dan menyusun cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Oleh karena itu, pergerakan yang dilakukan oleh manusia bukan berdasarkan pada insting seperti binatang, namun didasarkan pada suatu pertimbangan dan tindakan yang dipilihnya. ((cf. Ibid)) Hanya manusia yang dapat melakukan diet dan dengan sadar menghindari makanan tertentu, karena menginginkan turunnya berat badan. Hanya manusia yang tetap memilih hidup di negara bersuhu minus 25 derajac C, dengan cara membangun rumah yang mempunyai sistem pemanas yang baik, beserta dengan infra struktur yang menunjang kehidupan. Dan hanya manusia yang dapat menentukkan cara- cara hidup yang dipilihnya sehingga dia dapat mencapai kebahagiaan.

Tingkatan kehidupan berdasarkan interioritas.

Setelah kita melihat tingkatan hidup berdasarkan pergerakan, maka parameter kedua yang digunakan dalam menentukan tingkat hidup adalah berdasarkan interioritas. Secara prinsip, prinsip ini mengajarkan bahwa semakin tinggi tingkat kehidupan, maka efek dari pergerakan akan semakin bersifat interior atau spiritual. Untuk mengerti hal ini, kita harus membedakan antara tindakan yang bersifat transitive dan immanent. Tindakan transitive menghasilkan produk atau akibat di luar dari pelaku kegiatan tersebut, sedangkan tindakan immanent menghasilkan akibat yang bersifat interior. Contoh dari kegiatan transitive adalah sebuah palu atau gergaji yang dapat menghasilkan akibat – memaku maupun memotong -, dimana akibat tersebut tetap ada di luar dari palu tersebut. Sebaliknya, contoh dari aktivitas imminent adalah pengetahuan yang tetap ada di dalam diri kita ketika kita mengetahui sesuatu. Kalau kita mengetahui konsep penambahan atau pengurangan di dalam matematika, maka konsep tersebut tinggal di dalam pengertian kita, yang berarti efeknya ada di dalam diri kita dan bukan di luar, seperti contoh palu di atas.

Dalam hubungannya dengan tingkat hidup, maka kita melihat bahwa benda mati tidak mungkin menghasilkan sesuatu di mana efeknya tetap tinggal di dalam, sebaliknya benda hidup dapat menghasilkan efek di luar (transitive) maupun di dalam (immanent). Semakin tinggi tingkat kehidupan, maka semakin interior sesuatu yang dihasilkannya.

Tumbuhan dapat menghasilkan buah, yang dihasilkan dari pengambilan makanan, pertumbuhan, dan reproduksi. Selama menjadi bagian dari tumbuhan memang buah tersebut adalah interior. Namun buah ini tidak sepenuhnya interior, karena pada waktunya masak, maka buah ini memisahkan diri dan membentuk jenis yang sama, yang terpisah dari induknya, atau dengan kata lain menjadikan dirinya di luar dari induknya.

Di sisi lain, binatang mempunyai pengetahuan perasa (sense knowledge), sehingga memungkinkannya untuk mempunyai indera. Dan apa yang ditangkapnya dengan inderanya dapat disimpannya di dalam ingatannya. Seekor kucing yang pernah melihat, mencium, mendengar anjing atau binatang buas lainnya, akan berlari menjauh. Tidak menjadi masalah kalau anjing tersebut mempunyai warna berbeda, namun kucing tersebut akan tahu dan lari menjauhinya. Melalui inderanya, kucing dapat membayangkan sesuatu yang lezat ketika dia mencium ikan asin. Namun, kekurangan dari hal ini adalah binatang tidak dapat merefleksikan bahwa dia tahu kalau dia tahu sesuatu.

Sebaliknya, manusia mampu menghasilkan buah yang sepenuhnya bersifat interior dan spiritual. Apa yang dimengerti oleh manusia disimpan di dalam memori, dan lebih lagi pengertian dan keinginannya mempunyai kapasitas untuk memberikan refleksi dan pertimbangan terhadap dirinya sendiri. Sebagai contoh, manusia dapat menyadari bahwa dirinya tahu akan sesuatu. Pada saat kita mendalami konsep penambahan maupun pengurangan, maka kita tahu bahwa kita tahu, sehingga kalau ada yang bertanya kita tahu sebelumnya bahwa kita akan dapat menjawabnya. Kapasitas untuk merefleksikan operasi yang ada di dalam dirinya sendiri memungkinkan manusia mempunyai kehidupan interior. Hanya manusia yang mempunyai perasaan menyesal setelah dia melakukan kesalahan, menyesal karena tidak melakukan perbuatan yang baik, atau berterima kasih atas karunia pengetahuan yang dimilikinya, dll.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, maka kita dapat menyimpulkan ada perbedaan tingkatan antara tumbuhan, binatang dan manusia. Perbedaan tingkat kehidupan ini didasarkan pada tingkat pergerakan dan interioritas. Dengan dua parameter tersebut, kita tahu bahwa tumbuhan ada pada tingkat yang paling bawah karena mereka mempunyai keterbatasan pergerakan (penyerapan makanan, pertumbuhan, dan reproduksi) dan keterbatasan interioritas yang menghasilkan buah yang akibat/efeknya tidak sepenuhnya berada di dalam (immanent). Binatang mempunyai tingkat pergerakan yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman, karena binatang mempunyai semua yang dipunyai oleh tanaman ditambah dengan pengetahuan perasa (sense knowledge), yang memungkinkan binatang mempunyai insting untuk menghindari yang buruk dan mendapatkan yang baik. Hal ini ditambahkan dengan kemampuan binatang untuk dapat merasakan sehingga dapat mengingat sesuatu yang disimpannya di dalam ingatannya, atau menghasilkan efek yang tetap tinggal di dalam (immanent), walaupun tidak dapat merefleksikannya.

Hanya manusia yang benar-benar mempunyai tingkat pergerakan yang paling baik, karena pergerakannya disertai dengan pertimbangan. Dan hanya manusia yang benar-benar mempunyai buah atau efek yang tetap tinggap di dalam (immanent) dan pada saat yang bersamaan dapat merefleksikan apa yang dia tahu dan apa yang diinginkannya. Kemampuan ini dimungkinkan karena manusia mempunyai akal budi, yang memungkinkan manusia mempunyai kehidupan spiritual. Dan hal ini hanya mungkin, karena Tuhan sendiri yang memberikan kemampuan ini kepada manusia, dengan cara memberikan jiwa yang kekal dan bersifat spiritual, yaitu ketika Tuhan menghebuskan nafas-Nya kepada setiap manusia yang ada di dunia ini (lih. Kej 2:7), sehingga manusia menjadi gambaran Allah.

Mari kita bersama-sama mensyukuri rahmat akal budi dan kehendak bebas yang diberikan oleh Tuhan sendiri. Kristus sendiri telah memberikan teladan bagaimana menjadi manusia yang utuh, yang berbeda dengan tanaman dan hewan, yaitu dengan melakukan segala sesuatunya dengan pertimbangan akal budi dan kehendak bebas-Nya dan dengan senantiasa mengikuti kehendak Bapa (lih. Mk 14:36). Kristus juga telah memberikan kekuatan kepada manusia untuk dapat menjalankan semua perintah-Nya, dengan mengirimkan Roh Kudus-Nya, yang telah kita terima pada saat kita menerima Sakramen Baptis. Mari kita yang telah menerima Sakramen Baptis, yang telah menjadi anak-anak Allah, untuk benar-benar berfikir, berkata-kata, dan bertindak sebagaimana layaknya anak-anak Allah, yang derajatnya jauh lebih tinggi daripada tumbuhan dan binatang.