Apa cara yang kita lakukan untuk menghilangkan hadas kecil?

Setiap manusia pasti melakukan aktivitas dalam kesehariannya. Namun, ada beberapa situasi yang membuat manusia berada dalam keadaan suci maupun tidak dalam keaadan yang suci. Keaadaan yang tidak suci ini adalah yang disebut dengan hadas. Keadaan hadas ini membuat manusia tidak diperbolehkan untuk melakukan ibadah seperti sholat, berpuasa, memegang Al-Qur’an dan lain sebagainya. Lantas apa saja macam-macam hadas dan cara membersihkannya?

Macam-Macam Hadas dan Cara Membersihkannya Sesuai Ajaran Islam

Apa Saja Macam-Macam Hadas?

Hadas terbagi menjadi dua yaitu hadas kecil dan hadas besar. Secara umum, ulama dan ahli ilmu fiqh sudah menyepakati bahwa buang air kecil, buang air besar (BAB), kentut, mengeluarkan mazi dan wadi yang dikeluarkan dalam keadaan sehat adalah termasuk hadas kecil.

Selain itu, tidur dengan pantat atau punggung yang tidak menempel di alas permukaan, gila atau hilang akal, bersentuhan kulit dengan lawan jenis, menyentuh kemaluan adalah hal-hal yang menyebabkan hadas kecil sehingga diwajibkan untuk bersuci kembali. Jika sedang dalam keadaan hadas kecil, kita tidak dapat melakukan ibadah seperti mendirikan sholat, menyentuh Al-Qur’an, atau melakukan tawaf.

Sementara hadas besar adalah hadas yang berada pada seluruh tubuh manusia sehingga harus disucikan seluruh tubuhnya dan dilarang untuk melakukan ibadah sebelum mandi wajib atau mandi besar. Menurut para ulama dan ahli fiqh, hadas besar terdiri dari mengeluarkan mani (dalam keadaan sadar maupun tidur atau mimpi basah), berhubungan badan, dalam keadaan haid atau nifas.

Tiga perkara ini adalah hadas besar yang jika terjadi tidak boleh melakukan perkara seperti sholat, membaca Al-Qur’an, Berpuasa, memasuki masjid, tawaf dan lainnya sebelum bersuci.

Bagaimana Cara Membersihkannya?

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Maidah : 6)

Untuk mensucikan tubuh dari hadas, ada beberapa cara untuk bersuci sesuai dengan perkaranya. Jika buang air kecil, buang air besar, mengeluarkan mazi atau wadi dapat dilakukan dengan membersihkan kemaluan atau lubang keluar kemudian berwudhu.

Sementara jika melakukan perkara yang menyebabkan hadas kecil dapat bersuci dengan berwudhu. Sementara jika ingin bersuci dari hadas besar harus dilakukan dengan mandi wajib atau mandi besar. Wallahua’lam.

Hadas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf dan lain sebagainya.[1] Senada dengan pengertian pada KBBI, pada Ensiklopedia Indonesia juga dijelaskan hadas merupakan ketidaksucian yang dipandang tidak suci oleh sarat dan menghalangi sarat sahnya suatu ibadah.[2] Hadas menurut cara mensucikan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hadas besar dan kecil.[2] Hadas besar adalah hadas yang harus disucikan dengan cara mandi sedangkan hadas kecil adalah hadas yang dapat disucikan dengan cara berwudu atau tayamum saja.[2] Tayamum dapat dipilih untuk bersuci dengan catatan apabila sedang berhalangan memakai air.[2] Contoh hadas besar adalah haid, junub, nifas dan keluar mani.[1] Mandi untuk membersihkan diri dari hadas dinamakan mandi wajib atau mandi besar.[3] Mandi wajib atau mandi besar dilakukan dengan cara meratakan seluruh air ke semua bagian tubuh.[3] Contoh hadas kecil adalah buang air kecil, besar, atau keluar udara dari dubur.[2]

Hukum

Keluar kencing, tinja dan air mani

Menurut ijmak, air kencing dan kotoran yang keluar dari kemaluan dan anus hukumnya membatalkan wudu. Sesuatu yang lain selain keduanya apabila keluar dari kemaluan dan dubur juga membatalkan wudu. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa keluarnya sesuatu selain air kencing dan kotoran dari kemaluan dan dubur tidak membatalkan wudu. Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa air mani yang keluar telah membatalkan wudu. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat keluarnya air mani tidak membatalkan wudu, tetapi mewajibkan wandi wajib. Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa air kecing, kotoran dan air mani membatalkan wudu.[4]

Menyentuh kemaluan sendiri

Para imam mazhab menyepakati bahwa wudu tidak batal ketika seseorang menyentuh kemaluannya sendiri bukan dengan tangan. Namun, mereka berbeda pendapat tentang pembatalan wudu akibat menyentuh kemaluan dengan tangan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukumnya membatalkan wudu dengan menggunakan sisi tangan bagian manapun. Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa wudu batal jika menyentuh kemaluan tanpa penghalang menggunakan tangan bagian dalam. Pembatalan wudu ini berlaku pada kondisi adanya syahwat maupun tidak. Wudu tidak batal jika bagian tangan yang menyentuh adalah punggung tangan. Mazhab Hambali berpendapat bahwa menyentuh tangan dengan kemaluan telah membatalkan wudu dengan menggunakan bagian tangan yang manapun. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat bahwa pembatalan wudu hanya terjadi ketika memiliki syahwat saat tangan menyentuh kemaluan.[4]

Menyentuh kemaluan orang lain

Mazhab Hambali dan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu. Hal ini berlaku kepada orang yang menyentuh dan orang yang disentuh. Pemberlakuan ini untuk anak-anak maupun dewasa yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Mazhab Maliki berpendapat bahwa wudu tidak batal ketika kemaluan disentuh oleh anak kecil. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu siapapun yang disentuh.[5]

Sementara itu, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang disentuh kemaluannya tidak batal wudunya. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa wudu orang yang disentuh kemaluannya menjadi batal.[6]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Nasional, Departemen Pendidikan (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 380. 
  2. ^ a b c d e Van Hoeve. Ensiklopedia Indonesia, Jilid 7. Jakarta: Ichtiar Baru. hlm. 1197.  Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
  3. ^ a b "Hadas dan Cara Mensucikan". Galih Pamungkas Agama. Diakses tanggal 2Mei 2014.  Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
  4. ^ a b ad-Dimasyqi 2017, hlm. 20.
  5. ^ ad-Dimasyqi 2017, hlm. 20-21.
  6. ^ ad-Dimasyqi 2017, hlm. 21.

Daftar pustaka

  • Ad-Dimasyqi, Muhammad bin 'Abdurrahman (2017). Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi. ISBN 978-602-97157-3-6.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hadas&oldid=20772824"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA