3.bagaimana keadaan pendidikan indonesia pada masa pendudukan jepang?

Pendidikan di masa penjajahan. (Putri Puspita)

Bobo.id - Rakyat Indonesia begitu semangat untuk memperoleh pendidikan sejak zaman dahulu.

Semangat ini bisa kita lihat dari R.A. Kartini yang suka membaca dan menulis, serta memperjuangkaan hak pendidikan untuk wanita.

Lalu Ki Hajar Dewantara yang mendirikan sekolah untuk Taman Siswa untuk masyarakat.

Bisa dibilang, sekolah dan pendidikan di Indonesia cukup banyak dipengaruhi oleh masa penjajahan yang berlangsung.

Dulunya, sekolah hanya untuk kaum bangsawan, tetapi lambat laun berubah menjadi sekolah untuk semua.

Zaman Pendudukan Belanda

Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia, ternyata mereka juga mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus mempermudah penyebaran agama katolik.

Ketika Belanda memasuki Indonesia, kegiatan sekolah oleh Portugis ini berhenti, digantikan dengan sekolah yang dirintis oleh Belanda, masih dengan basis keagamaan.

Baca Juga: Perbedaan Pendidikan Indonesia di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru.

Ketika Indonesia memasuki tahun 1627, telah terdapat 16 sekolah yang memberikan pendidikan kepada sekitar 1300 siswa.

Tidak berhenti sampai di Ambon, Belanda memperluas pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun 1617.

Page 2

Putri Puspita Rabu, 2 Mei 2018 | 10:07 WIB

Pendidikan di masa penjajahan. (Putri Puspita)

Memasuki abad ke 19, Belanda mendirikan 20 sekolah untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota keresidenan karena pada masa diberlakukannya Tanam Paksa tahun itu, Van den Bosch membutuhkan banyak tenaga ahli.

Namun, saat itu pelajar hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan.

Ketika era tanam paksa berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang menjadi bernama Sekolah Rakjat.

Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda memperkenalkan sistem pendidikan formal yang lebih terstruktur pada rakyat Indonesia, yaitu:

1. ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.

2. HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.

3. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.

4. AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.

5. HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.

BACA JUGA: Pengamen di Kota Ini Harus Punya Ijazah Pendidikan Musik

Tidak berhenti sampai disana, Belanda juga mendirikan sejumlah perguruan tinggi di Pulau Jawa pada abad ke-20.

Tujuannya saat itu adalah Belanda ingin memperdalam pendidikan di Indonesia.

Page 3

Upik Wira Marlin Djalins via dissertationreviews.org

Perbedaan Pendidikan Indonesia di Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Bobo.id – Pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan berbeda dengan sekarang. Pendidikan di masa penjajahan Belanda pun berbeda dari masa penjajahan Jepang.

Pada masa penjajahan Belanda, pelajar hanya boleh dari kalangan bangsawan. Sementara pada masa penjajahan Jepang, pelajar boleh dari kalangan mana pun.

Inilah perbedaan pendidikan Indonesia di masa penjajahan Belanda dan Jepang.

Baca Juga: Begini Cara Duduk yang Benar Saat Belajar di Rumah Supaya Tidak Capek

Zaman Pendudukan Belanda

Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia, ternyata mereka juga mendirikan sekolah yang bertujuan memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus mempermudah penyebaran agama katolik.

Ketika Belanda memasuki Indonesia, kegiatan sekolah oleh Portugis ini berhenti, digantikan dengan sekolah yang dirintis oleh Belanda, masih dengan basis keagamaan.

Ambon menjadi tempat yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru.

Baca Juga: Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

37 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

Penulis: Rifdah Khalisha

Dalam buku Di Bawah Pendudukan Jepang (1988), Jepang menyadari bahwa sekolah memiliki arti penting dalam menunjang program indoktrinasinya. Melalui pendidikan, Jepang mengubah dan mengalihkan mentalitas dan pola pikir masyarakat Indonesia, dari mentalitas Eropa ke Nipon.

Menjelang kedatangan Jepang ke Indonesia pada akhir tahun 1941, pemerintah militer Jepang menutup semua jenis dan jenjang sekolah di Hindia Belanda. Mereka ingin merumuskan ulang pendidikan di Indonesia untuk menghilangkan pengaruh Barat.

Sekolah rakjat Tjikampek © Twitter.com/tukangpulas_asli

Para guru berbangsa Belanda kembali ke negerinya. Pendidikan para siswa terlantar karena harus libur tanpa batas waktu. Buku-buku pelajaran sekolah dalam bahasa Belanda disita, diperiksa, dan dinilai ulang.

Siswa tingkat rendah gagal naik kelas sebab tidak ada ujian kenaikan kelas. Sementara siswa-siswa tingkat akhir di sekolah menengah atas terpaksa mengubur mimpinya memperoleh ijazah, mereka hanya menerima ijazah darurat sebab ujian kelulusan ditunda. Akhirnya, mereka tidak dapat mencari kerja.

Selama berbulan-bulan sekolah dibekukan, para siswa merindukan bangku sekolah. Beberapa dari mereka mengisi waktu dengan berdagang atau hanya bermain-main.

Jepang Membuka Kembali Sekolah-sekolah

Bapak Soerjoadipoetro dan siswa keguruan di Taman Siswa © luk.staff.ugm.ac.id

Hingga suatu waktu, terbit pemberitahuan di surat kabar Asia Raya pada 7 September 2602 (1942) bahwa Jepang akan membuka kembali sekolah-sekolah. Dalam surat kabar tertulis, pembukaan Sekolah Menengah hari Selasa tanggal 8 September 2602 dari pukul 9 pagi.

Di zaman Nippon, Jepang mengubah nama sekolah-sekolah peninggalan Belanda, semula bernama HIS, diubah menjadi Sekolah Rakyat (SR). Sekolah MULO dan HBS tiga tahun diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah AMS dan HBS, diubah menjadi Sekolah Menengah Tinggi (SMT).

SMT Jakarta menjadi sekolah tingkat atas pertama yang dibuka di seluruh Indonesia. Semua siswa dari berbagai sekolah di seluruh Indonesia boleh mendaftar. Pembukaan SMT dan SMP di Jakarta diawali dengan mengadakan upacara.

Berbeda dengan sekolah masa kolonial yang terbagi berdasarkan latar belakang sosial dan ras orang tua, sistem persekolahan saat itu berubah menjadi lebih terbuka. Hal terbaiknya, tak ada lagi diskriminasi rasial antara anak Indonesia dengan anak Belanda. Untuk pertama kalinya, pembukaan sekolah memungkinkan siswa Indonesia dari berbagai lapisan dan sekolah bisa berkumpul dan belajar bersama.

Usai membuka SMT di beberapa kota, Jepang membuka kembali sekolah-sekolah khusus seperti kedokteran, teknik, kemiliteran, dan khusus remaja putri (wakaba). Sekolah-sekolah swasta diizinkan kembali beroperasi. Termasuk sekolah swasta umum seperti Taman Siswa dan sekolah swasta religius seperti milik Muhammadiyah.

Penerapan Kebijakan Baru dalam Dunia Pendidikan

Anak-anak zaman dahulu © Langgam.id

Jepang menerapkan kebijakan baru dalam dunia pendidikan, misalnya tak ada lagi Bahasa Belanda dan berganti menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari di sekolah. Saat mempelajari bahasa Indonesia, rasa kebangsaan para siswa mulai muncul.

Sebelumnya, siswa-siswa sekolah swasta sudah terbiasa berbahasa Indonesia, jadi, keputusan ini tak berarti banyak. Namun, siswa-siswa dari sekolah elite milik pemerintah kolonial Belanda merasa asing karena selalu berbahasa Belanda dalam kesehariannya, termasuk di sekolah. Hal ini tentu menjadi pengalaman baru.

Siswa-siswa sekolah elite harus menerima pelajaran dalam Bahasa Indonesia. Mereka pun mulai mempelajari bahasa Indonesia melalui novel-novel terbitan Volkslectuur atau Balai Pustaka.

Jepang tak mengubah mata pelajaran secara drastis di semua tingkatan. Mereka mempertahankan pelajaran umum, seperti ilmu pasti, sejarah, ekonomi, ilmu bumi, fisika, kimia, dan seni. Namun, menghapus mata pelajaran bahasa Eropa seperti Inggris, Jerman, Prancis, Yunani Kuno, dan Romawi.

Penekanan Pelajaran Fisik dan Kemiliteran

Anak-anak zaman dahulu © Instagram.com/albumsejarah

Menurut Arsip Nasional RI, semua jenjang sekolah harus menambahkan pelajaran bahasa Jepang, olahraga, dan kerja bakti dalam kurikulumnya Demi kepentingan Jepang, para siswa wajib mengikuti upacara bendera tiap senin, senam pagi (taiso), baris-berbaris, dan lari. Jepang juga menggunduli rambut siswa lelaki dan menetapkan kewajiban memakai seragam sekolah.

Tentu saja, penekanan pelajaran fisik dan kemiliteran ini demi kepentingan Jepang. Mereka ingin menempa kedisiplinan dan mempersiapkan para siswa untuk menghadapi perang Asia Raya. Para pengawas sekolah yang terdiri dari orang Jepang juga kerap bertindak keras.

Penanaman kemiliteran ini sangat menyita waktu pelajaran siswa-siswa di sekolah. Jika Kawan melihat foto zaman pendudukan Jepang, maka akan terlihat lebih banyak siswa baris-berbaris daripada belajar mata pelajaran lain di dalam kelas. Saat proses belajar mengajar, siswa lebih banyak mencatat omongan guru sebab belum ada buku-buku pelajaran baru.

Para Pendidik di Sekolah Zaman Jepang

Kepala sekolah dan guru-guru Sekolah Rakjat Bringin © Twitter.com/potretlawas

Kebanyakan para pendidik kompeten yang berasal dari Belanda berhenti mengajar karena harus masuk kamp interniran, hanya tersisa pendidik dari Indonesia dan Jepang. Karena kekurangan pendidik bidang eksakta, mahasiswa tingkat terakhir perguruan tinggi masa kolonial turut membantu mengajar eksakta atau ilmu pasti di sekolah-sekolah.

Biasanya, pendidik dari Jepang akan memberikan pelajaran bahasa Jepang dan olahraga. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia, sementara para siswa belum fasih berbahasa Jepang. Masalah ini pun membuat siswa tidak terbiasa dan kerap kesulitan memahami materi pelajaran.

Kualitas pendidik Indonesia memang masih jauh bila dibandingkan dengan pendidik Belanda. Tetapi, secara personal mereka mampu menjalin hubungan dekat dan kuat dengan para siswa. Terciptanya hubungan erat ini belum pernah dirasakan di sekolah zaman Belanda.

Saat Sekutu menjatuhkan bom di Kota Hiroshima dan Nagasaki, pemerintahan Jepang pun lumpuh dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Jepang menyatakan kekalahannya pada Agustus 1945. Setelah itu, sistem pendidikan zaman Jepang di Indonesia pun berakhir dan para siswa kembali menghadapi dunia sekolah baru.

Referensi:Historia | Tirto

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA